Buletinnusa
Ambon, Malukupost.com - Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Maluku mencatat inflasi Provinsi Maluku bulan Maret 2018 rendah dan terkendali.
Inflasi harga indeks konsumen (IHK) Provinsi Maluku pada Maret 2018 tercatat negatif 0,34 persen (month to month/mtm) atau sebesar 0,89 persen (year on year/yoy), berada di bawah target Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Maluku tahun 2018 sebesar 4,0 kurang lebih 1 persen, kata Kepala Kantor Perwakilan BI Provinsi Maluku Bambang Pramasudi, di Ambon, Jumat (6/4).
"Inflasi tersebut lebih rendah dibanding bulan yang sama pada tahun 2017," ujarnya.
Terkendalinya inflasi Maluku pada bulan Maret 2018 didorong oleh rendahnya komponen inflasi inti yang tercatat 2,3 persen (yoy), sejalan dengan konsistensi kebijakan BI dalam mengarahkan ekspektasi, dan terkendalinya komponen inflasi volatile food (komponen bergejolak) yang tercatat 3,06 persen (yoy), seiring terjaganya pasokan dan distribusi bahan pangan.
Selain itu, juga didorong rendahnya dampak kenaikan berbagai tarif yang diatur pemerintah dalam komponen inflasi administered prices yang tercatat negatif 4,87 persen (yoy).
Bambang menambahkan, inflasi Maluku pada bulan Maret 2018 juga didukung oleh faktor positif permintaan dan penawaran, serta koordinasi dan sinergi yang baik antara kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku dan seluruh anggota TPDI Maluku.
TPID Maluku telah menyusun program kerja pengendalian inflasi tahunan 2018. Rapat koordinasi TPID yang dilakukan pada bulan Maret 2018 dibuka oleh PLt Gubernur Maluku Zeth Sahuburua, telah menyusun program pengendalian inflasi tahun 2018.
Dia mengatakan, beberapa program utama yang akan dilakukan adalah proyek percontohan penggunaan timbangan di salah satu pasar untuk standarisasi satuan hitung dalam transaksi di pasar.
"Hingga saat ini transaksi beberapa bahan makanan di pasar masih menggunakan satuan tumpuk atau kaleng/cupa. Praktek ini menjadi salah satu penyebab inflasi di Maluku," ujarnya.
Selain itu, rantai distribusi yang tidak efisien menjadi faktor lain pemicu inflasi di Maluku.
Penetapan harga sepihak oleh pedagang pengumpul dalam rantai distribusi menjadi pemicu meningkatnya harga bahan makanan.
Bambang mengatakan, TPID Kabupaten Buru Selatan (Bursel) telah mengadakan diskusi kelompok terarah (FGD) yang diinisiasi oleh BI Perwakilan Maluku dan dibuka oleh Bupati Kabupaten Buru Selatan untuk memetakan akar masalah inflasi tahun 2017.
Kabupaten Bursel masih harus melakukan impor kebutuhan bahan makanan dari kota/kabupaten lain di Maluku, hal ini menyebabkan harga bahan makanan di daerah itu cukup tinggi.
Beberapa tantangan yang dihadapi antara lain, pemanfaatan tol laut yang belum efisien karena belum adanya kapal penghubung (feeder) dari Namrole ke kecamatan yang memiliki potensi sebagai sentra hortikultura, akses transportasi darat/akses jalan dari Namrole ke Leksula yang belum tersedia, dan biaya bongkar muat oleh tenaga kerja di pelabuhan yang cukup tinggi.
Inflasi Maluku pada 2018 akan terus diupayakan pada level yang rendah dan stabil serta berada pada sasaran inflasi.
TPID Maluku telah menetapkan target inflasi Maluku 2018 sebesar 4,0 persen kurang lebih 1 persen (yoy).
Kantor Perwakilan BI Maluku senantiasa siap berkoordinasi dan bersinergi dengan Pemerintah Provinsi Maluku dan seluruh satuan kerja perangkat daerah (SKPD) Maluku, TPID Maluku, TPID Kabupaten/kota se-Maluku Satgas Pangan, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan pihak terkait lain untuk melaksanakan program dan strategi pengendalian inflasi di Maluku. (MP-2)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar