Buletinnusa
Ambon, Malukupost.com - Calon Gubernur Maluku Said Assagaff belum diberi tahu Polda Maluku soal Surat Perintah Dimulai Penyidikan (SPDP) ke Kejati Maluku terkait "insiden warung kopi Lela" pada 29 Maret 2018.
"Said dalam kedudukannya sebagai terlapor hingga kini belum mendapatkan secara resmi tembusan SPDP diterbitkan Polda Maluku yang disampaikan ke Kejati Maluku pada 3 April 2018," kata kuasa hukum Said Assagaff, Fahri Bachmid, dikonfirmasi, Kamis (5/4).
Aturannya, SPDP wajib untuk diberitahukan, baik kepada terlapor maupun pelapor dan sampai saat ini belum ada.
Karena itu, tidak tahu SPDP yang dikirim itu hanya terkait dengan delik penganiayaan (sangkaan dengan pasal 351) KUHP dengan posisi terlapor Abu King atau termasuk delik pers (sangkaan dengan pasal 18 ) UU No.40/1999 tentang pers yang terlapor adalah Said Assagaff dan Husein Marasabessy.
Pertimbangannya, langkah cepat Polda Maluku untuk mengusut perkara yang masih tergolong sangat sumir tersebut tanpa melalui tahapan penyelidikan secara hati - hati dan cermat dapat menimbulkan tanda tanya ada apa dengan langkah kegesitan.
Sekiranya perkara delik pers, maka sangat lucu karena tidak segampang itu polisi secara subjektif mengkualifikasi bahwa telah terjadi tindak pidana di bidang pers.
Fahri merujuk MoU antara Dewan Pers dan Polri No.2/DP/MoU/III/III/ 2017 tertanggal 9 Februari 2017. Untuk menentukan sifat dan kualitas perbuatan itu masuk ranah pelanggaran kode etik jurnalistik atau pidana adalah Dewan Pers.
Bahkan, lebih jauh saks ahli dalam perkara delik pers haruslah Dewan Pers.
Karena itu, kuasa hukum Said Assagaff sedang mempertimbangkan beberapa opsi hukum yang dipandang penting untuk membuka tabir perkara agar publik mengetahui secara lebih jelas duduk perkara secara lebih jelas dan objektif.
Kuasa hukum Said mengambil beberapa langkah hukum untuk memastikan, apakah tindak pelapor (Sam Usman Hatuina) adalah benar sedang melaksanakan tugas jurnalistik sebagaimana diatur dalam pengertian ketentuan norma pasal 4 ayat(3), UU RI No.49/1999 tentang pers yang secara operasional diatur dalam Peraturan Dewan Pers No.6/Peraturan - DP/V/2008.
Sedangkan, Kode Etik Jurnalistrik sebagai peraturan Dewan Pers, khususnya ketentuan pasal 2 yang menyebutkan bahwa wartawan Indonesia menempuh cara - cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.
“Khan harus menunjukkan identitas diri kepada nara sumber dan menghormati hak privasi,” katanya.
"Kami sedang mengambil beberapa langkah hukum untuk memastikan apakah pelapor dengan aktivitasnya saat kejadian di warung kopi Lela itu bertindak dalam kualitas ataukah diluar tugas profesionalismenya," katanya lagi.
Dia mengemukakan, sekiranya nanti terbukti bahwa pelapor saat peristiwa itu tidak sedang melaksanakan tugas jurnalistik sesuai kaidah - kaidah hukum pers, maka secara yuridis pelapor (Sam) dapat didiskualifikasi tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) ketika melaporkan perkara dengan delik pers sebagaimana diatur dalam pasal 18 ayat (10 UU RI No.40/1999 tentang Pers kepada Polda Maluku.
Sebaliknya, justru berpotensi menimbulkan konsekuensi hukum yang serius kepada pelapor(Usman) karena akan mempertimbangkan untuk melapor balik yang bersangkutan dengan sangkaan dugaan tindak pidana mengajukan pengaduan atau pemberitahuan palsu/pengaduan fitnah.
"Kami nantinya terpaksa menempun beberapa opsi hukum dalam rangka untuk mencari dan menemukan kebenaran materiil atas perkara ini agar publik dapat memahami secara gamblang bahwa sama - sama mencari keadilan sehingga tidak ada yang menjadi korban penggalangan opini secara tendensius serta masif dan sistematik," kata Fahri.
Dia mengingatkan Polda Maluku soal rumor dan opini pemanggilan Said bahwa berdasarkan telegram Kapolri no.ST/415/II/RES.1.24/2018 tertanggal 15 Februari 2018.
"Kami memahami Kapolda Maluku Irjen Pol. Andap Budhi Revianto, pastinya bersikap hati- hati dalam menyikapi berbagai perkara yang mempunyai potensi konlik kepentingan seperti itu,"tandas Fahri.
Sebelumnnya, Kabid Humas Polda Maluku Kombes Pol Muhamd Roem Ohoirat mengemukakan, dua SPDP yang diterbitkan penyidik itu telah dikirim ke Kejati Maluku.
SPDP yang dikirim ke Kejati Maluku terdiri atas kasus kekerasan dengan terlapor AM, dan kasus menghalangi tugas jurnalis sebagaimana diatur dalam UU Pers dengan terlapor HM dan AS.
Sekedar diketahui, Usman yang wartawan SKH. Mimbar Rakyat terbitan Ambon dan Abdul Karim Angkotasan Ketua AJI Kota Ambon melaporkan ke Polda Maluku tindakan menghalangi pekerjaan jurnaistik maupun kekerasan pada Kamis (29/3) malam. (MP-3)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar