Rabu, 28 Agustus 2019

Air Mata Terakhir Yapi Mailoa

Buletinnusa
Yapi Mailoa, ketiga dari kiri, bersama tujuh artis Maluku yang sedang berada di Belanda. Yapi menghembuskan nafas terakhir di Groningen, 27 Agustus karena didera sakitnya yang kumat.  (foto fb alfrido ralahalu)
Laporan Rudi Fofid-Ambon

Ambon, Malukupost.com - Suasana dramatis menyelimuti rumah keluarga Ongky Titahelu di Wormever, Belanda Utara,  Senin malam 26 Agustus  hingga Selasa dinihari, 27 Agustus.  Yapi Mailoa, pendiri Sanggar Teater Kabaresi tiba-tiba drop. 

Seusai ibadah bersama keluarga Maluku, Yapi terus batuk-batuk.  Badannya lemas.  Dia mengeluh udara yang agak panas. Beberapa kali, dia bolak-balik toilet.

Alfrido Ralahalu dan Valentino Luhukay pergi rapat untuk persiapan pertunjukan dengan panitia.  Saat kembali ke rumah,  Yapi sudah berada dalam situasi lemas.

Lima aktor dan dua aktris Sanggar Kabaresi  tidak bisa tidur nyenyak.  Sebagian tidur-tidur ayam, dan sebagian lagi begadang.  Valentino berkomunikasi dengan panitia di Assen, yang akan datang menjemput rombongan Kabaresi dari Wormever.

Sejak malam, bahkan sampai pagi, terjadi negosiasi antara Yapi dan anak-anaknya.   Karena hari masih Senin-Selasa sedangkan konser akan berlangsung Jumat dan Sabtu, mereka usul Yapi tidak usah ikut ke Assen.   Biarlah Yapi dan Alfrido tetap di  Wormever.  Usul itu ditolak Yapi.

``Seng bisa. Beta harus ikut ke Assen. Beta kuat kalau ada bersama kamong,`` ujar Yapi, sebagaimana diceritakan Valentino Luhukay dari Assen kepada Media Online Maluku Post yang mengubunginya dari Ambon.

Sambil menunggu dua kerabat yang datang dari Assen, Yapi berbaring di sofa.  Negosiasi terus berlangsung.  Alfrido dkk tetap merayu Yapi agar tidak perlu ikut ke Assen.

Dalam situasi itu,  Yapi masih tetap berbaring di sofa.  Dia membetulkan posisi tidur,  sambil menatap sekeliling.  Matanya melihat satu demi satu anak-anak Kabaresi di sekelilingnya. Alfrido Ralahalu, Valentino Luhukay, Endy Diaz,  Iin Nahumarury, Grace Syauta, Randy Sapulette, dan Theo Manoppo Tuankota.  Lengkap, semua ada di situ.

``Katong harus ke Assen sama-sama. Kamong harus kuat karena kamong yang bikin beta kuat,`` ujar Yapi, sambil matanya basah.  Air mata itu pun tumpah.  Suaranya parau.

Alfrido Ralahalu dkk yang berada di sekelilingnya tidak mampu menahan air mata.  Mereka larut dalam perasaan masing-masing.  Apalagi, Yapi masih terus berbicara.

Kerabat dari Assen akhirnya tiba di Wormever dan membawa rombongan Kabaresi ke Assen.   Di Assen, di rumah keluarga Asap Salakory, mestinya ada pesta keluarga.   Tuan rumah sudah menyiapkan makan besar, doa, dan penyambutan istimewa.  Akan tetapi, karena kondisi Yapi sudah makin drop, suasana sukacita berubah jadi kian dramatis.

Yapi diketahui punya riwayat sakit getah bening  dan diabetes.   Ketika tiba di Assen dan kondisinya makin lemas,  kerabat di Assen menelepon dokter.  Setelah diperiksa, dokter putuskan harus dibawa ke rumah sakit  untuk ditangani secara intensif.  Dalam penanganan dokter di rumah sakit, tengah malam waktu Belanda, Yapi akhirnya pergi untuk selamanya.

Selama satu bulan di Belanda, Alfrido sudah dua kali melihat sang guru teaternya itu mencucurkan air mata.   Sebelumnya, di Oost-Souburg Vlissingen,  Zeeland, 8 Agustus lalu, menurut Alfrido, Yapi juga menangis terharu.

``Mungkin karena Om Yapi melihat antusias dan eforia orang Maluku di Belanda begitu besar kepada katong dari Ambon," ungkap Alfrido dari Assen, saat dihubungi Media Online Maluku Post, melalui telepon dari Ambon, Rabu (28/8).

Alfrido menuturkan, Yapi sejak awal mengantar Sanggar Kabaresi dengan tujuh personil ke Kwako Festival, 27 Juli 2019.   Setelah itu, Pentas Kabaresi di Zeeland, 8 Agustus, lantas pada Pasar Malam Asia, di Groningen, 24 Agustus.

Selain itu, sudah ada kepastian 14  pertunjukan Sanggar Kabaresi di sejumlah kota, namun baru tiga kali pertunjukan, Yapi sudah pergi.

"Dalam komitmen katong tujuh orang, dalam proses pulang, jika waktunya masih bisa, kita tetap pentas.  Dengan maksud untuk penghormatan bagi Om Yapi,"  ungkap Alfrido.

Menurut dia, selama sebulan di Belanda,  dalam candaan, dalam diskusi,  Yapi selalu beri wejangan. 

"Katong adalah penghibur.  Tugas katong adalah menghibur orang.  Dalam kondisi apapun, katong harus tetap hibur orang.  Sebab itu, katong akan tetap naik pentas.  Kalimat itu dibilang lebih dari tiga kali,`` ungkap Alfrido lagi.

Secara pribadi, Alfrido punya kenangan khusus dengan Yapi. Dia bercerita, pertama kali jumpa  Yapi tahun 1999, ketika masih duduk di kelas 1  SMP Negeri 2 Ambon.  Waktu itu, Alfrido dkk terlibat dalam pagelaran seni SMP se-Kecamatan Nusaniwe.

"Katong pentas tentang perang dan damai, dengan pelatih Om Yapi.  Lalu, Om Yapi tanya. Tau paparisa kecil?  Kalau diajak masuk, mau ka seng?  Akhirnya beta diajak syuting pertama kali.  Beta peran sebagai Letnan Nadus dari Ullath, untuk acara Paparisa kecil,`` tutur Alfrido.

Setelah sempat meniti karier di luar Sanggar Kabaresi, tahun 2017, dalam diskusi ringan Alfrido, Marionie, dan Yapi, akhirnya Yapi tergerak agar Paparisa Kecil lahir kembali.

``Om Yapi itu pribadi yang tegas. Dalam setiap bicara, selalu mendidik  katong menjadi  pribadi yang lebih baik.  Itu adalah sempurna dari Om Yapi bagi katong,`` ungkap Alfrido.

Menurut Alfrido, Yapie punya mimpi besar  menjadikan anak-anaknya Kabaresi menjadi orang-orang besar dan menghasikan karya besar. 

``Jadi katong punya tanggungjawab besar jalankan cita-cita dan harapan om Yapi,`` ungkap Alfrido.

GURU PALING BESAR

Valentino Luhukay yang popular di panggung dengan nama Atus Perces, termasuk orang yang paling merasa kehilangan.  Sejak kecil, orang tua Valentino sudah punya hubungan baik dengan Yapi.   Sebab itu, Valentino gampang menyesuaikan diri saat masuk Sanggar Kabaresi.

``Om Yapi itu guru paling besar untuk beta,`` kata Valentino.

Dia lantas mengungkapkan pesan Yapi agar punya karakter di panggung, bagaimana menjadi bintang panggung yang kuat. 

"Om Yapu  bilang, harus setia par apa yang se pilih. Se harus rendah hati. Antua kasi ilmu par beta seng pernah stenga. Antua kasi full," ungkap Valentino.

Valentino punya kenangan manis yang tidak bisa dia lupa mengenai sosok guru besarnya. 

"Di ruang ganti, di belakang panggung, Om Yapi akan cium katong semua sebelum baik panggung.   Bagi orang lain, ini biasa saja, tetapi bagi katong, inilah yang bikin katong jadi singa di atas panggung!"  Begitulah kenangan Valentino. (Maluku Post/Foto fb alfrido ralahalu)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar