Buletinnusa
Ambon, Malukupost.com - Manajer Operasi PT Pelni Cabang Ambon, Djasman mengatakan, kebijakan memutasikan anak buah kapal (ABK) dari sejumlah kapal perintis di Maluku karena ijazah mereka yang tidak sesuai dengan jabatan yang dipegang.
"PT Pelni pusat mengeluarkan kebijakan untuk memutasikan ABK yang ijazahnya tidak sesuai jabatan, namun kita masih memanggil mereka termasuk penggugat untuk naik kapal di Sorong," kata Djasman di Ambon, Kamis (20/9).
Penjelasan Djasman disampaikan sebagai saksi dalam persidangan Perselisihan Hubungan Industrial dipimpin ketua majelis hakim, Syamsudin La Hasan dan didampingi dua hakim adhoc PHI masing-masing Abdi M Mangagang dan Anton Catur Sulistio selaku hakim anggota.
Saksi mengaku mulai bertugas di PT. Pelni Cabang Ambon sejak Januari 2017 daan saat itu KM. Sabuk Nusantara 33 sedang docking di Makassar (Sulsel).
"Nantinya saat ke Makassar dan saya mengecek kapal tersebut baru ketemu dan mengenali penggugat yang jabatannya adalah mualim II," jelas saksi.
Sesuai aturannya, kru kapal yang ikut docking terbatas seperti nakhoda, mualim, KKM, tetapi ABK juga diikutkan karena mereka tetap dipekerjakan gaji dan uang makannya tetap jalan.
Pihaknya pernah mengupayakan mantan mualim II KM Sabuk Nusantara 33, Johanis Latuhamalo selaku penggugat untuk naik kapal lain yang beroperasi di Sorong (Papua Barat) namun ditolak.
Ketika dilakukan mediasi di Kantor Disnaker Ambon pasca pemutasian, penggugat juga masih sempat datang ke kantor Pelni untuk memasukkan berkas-berkas ijazah dan dokumen lainnya karena pihak Pelni mengusahakan penggugat naik kapal lain di Sorong.
Untuk diketahui, sejumlah perwira, ABK, dan juru masak dari enam kapal perintis yang dikelola PT. Pelni dimutasikan sejak September 2017 dengan berbagai alasan seperti kesesuaian ijazah dengan jabatan hingga masalah usia.
Namun yang mengajukan gugatan ke Pengadilan Perselisihan Hubungan Industrial Ambon adalah Johanis Latuhamalo selaku mualim II dan Christian Mailoa yang pernah menjadi mualim I di atas KM. Sabuk Nusantara 33 dan mereka didampingi Yapi Sahupala selaku penasihat hukum.
Johanes Latuhamalo menuntut pembayaran pesangon sebesar Rp61 juta, sedangkan Christian menuntut pembayaran pesangon sebesar Rpp67,1 juta namun dengan majelis hakim PHI yang berbeda.
Dalam persidangan terpisah dipimpin ketua majelis hakim PHI, Pasti Tarigan, Christian Mailoa mengaku bekerja selama 1,9 tahun namun BPJS Ketenagakerjaan mereka hanya dibayar lima bulan oleh PT. Pelni.
Menurut dia, mereka hanya disuruh menandatangani perjanjian kerja laut (PKL) saat mulai bekerja dengan masa uji coba selama tiga bulan, dan mereka hanya mendapat gaji tanpa ada tunjangan lain dan cuti, padahal dalam PKL sudah ada aturannya. (MP-4)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar