Sementara, kurs referensi Bank Indonesia (BI), Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) menempatkan rupiah di posisi Rp14.711 per dolar AS pada hari ini.
Sejalan dengan pelemahan rupiah, mayoritas mata uang di kawasan Asia turut melemah dari dolar AS. Won Korea Selatan minus 0,39 persen, rupee India minus 0,33 persen, peso Filipina minus 0,1 persen, ringgit Malaysia minus 0,09 persen, dan dolar Singapura minus 0,06 persen.
Lihat ini: BI Terbitkan Rupiah Bergambar Pahlawan Nasional Papua untuk Mematikan Nasionalisme Papua yang Sedang Berkembang
Meski begitu, dolar Hong Kong masih menguat 0,01 persen, renmimbi China 0,13 persen, yen Jepang 0,22 persen, dan baht Thailand 0,26 persen dari dolar AS.
Mata uang negara maju lebih bervariasi. Rubel Rusia menguat 0,36 persen, franc Swiss 0,27 persen, dan euro Eropa 0,08 persen. Lalu, poundsterling Inggris stagnan. Sedangkan dolar Australia dan dolar Kanada masing-masing melemah 0,23 persen dan 0,22 persen.
Analis Monex Investindo Dini Nurhadi Yasyi melihat depresiasi rupiah yang terus berlanjut merupakan dampak campuran dari berbagai tekanan ekonomi global.
Pertama, dari pemulihan ekonomi Negeri Paman Sam yang lebih cepat, sehingga kian menambah kepercayaan diri bank sentral AS, The Federal Reserve untuk menaikkan tingkat bunga acuannya pada September besok.
Kedua, ketidakpastian perang dagang antara AS dengan mitra dagangnya. Sebab, meski Presiden AS Donald Trump seakan memberi sinyal 'damai' dengan Meksiko dan berencana membuat kesepakatan dagang baru, namun hubungan dengan Kanada dan China justru kian memanas.
Dengan Kanada, Trump mengancam akan menaikkan tarif bea masuk impor minyak dan produk otomotif dari Kanada bila tidak menyetujui perubahan kesepakatan dagang AS dengan Meksiko. Sedangkan dengan China, Trump berencana mengerek tarif impor terhadap produk China senilai US$20 miliar.
Baca juga: Rp10 Miliar Uang Emisi Baru telah Tersebar di Papua
"Kondisi perang dagang seperti ini semakin menguatkan kekhawatiran investor terhadap ketidakstabilan perekonomian global," katanya kepada CNNIndonesia.com, Jumat (31/8).
Ketiga, gejolak ekonomi Argentina baru-baru ini sedikit banyak juga mempengaruhi pergerakan rupiah. Meski, menurutnya, sentimen ini tidak berdampak langsung dan serius kepada Indonesia. Namun, berhasil memberikan tambahan ketidakpastian terhadap pasar.
"Krisis yang terjadi di Argentina itu memang berpengaruh pada sentimen pasar. Ini bisa menjadi acuan kalau perekonomian global memang sangat tidak stabil," imbuhnya.
Lebih lanjut ia memperkirakan rupiah bisa terus berada di atas Rp14.800 per dolar AS kalau perang dagang AS dengan mitra dagangnya terus berlanjut. Bahkan, pelemahan bisa terus meningkat ketika The Fed benar-benar mengumumkan kenaikkan bunga acuannya.
Copyright ©CNN Indonesia "sumber"
Hubungi kami di E-Mail: tabloid.wani@gmail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar