Kris Dogopia dan anggotanya setelah jumpa pers - Foto: David Sobolim. |
Koordinator lapangan, Kris Dogopia kepada wartawan mengatakan melalui Pepera, pemerintah Indonesia telah memaksa Papua bergabung dengan NKRI .
Pepera sendiri digelar pada 14 Juli -2 Agustus 1969 oleh pemerintah indoenesia di 8 kabupaten. Yakni Merauke ( 14 Juli 1969), Jayawijaya (16 Juli 1969), Nabire (19 Juli 1969), Fakfak (23 Juli 1969), Sorong (26 Juli 1969), Manokwari (28 Juli 1969), Biak (31 Juli 1969), Jayapura (2 Agustus 1969). Pepera diwakili 1.025 orang Papua. Padahal jumlah populasi saat itu 800.000 jiwa.
“Berarti tidak memenuhi standar hukum internasional, karena hukum internasional itu satu orang satu satu suara,” katanya.
Lebih jauh dia menjelaskan, rakyat Papua secara resmi mencabut hasil Pepera 1969 lewat petisi rakyat dengan jumlah 1.804.421 (1.800.000) atau 70,08 persen. Hasil petisi sudah diserahkan kepada komite Dekolonisasi PBB pada 2017 lalu.
Mulai 2 Agustus 2018, menuntut pemerintah Indonesia, Amerika Serikat, Belanda dan PBB untuk meninjau kembali hasil Pepera 1969. Serta memberikan kebebasan kepada rakyat Papua untuk melakukan referendum.
Menurutnya Indonesia harus belajar dari Perancis dan PNG yang sudah memberikan kebebasan kepada wilayah otonom untuk melakukan referendum.
Pihaknya mendesak pemerintah Indonesia, memberi kesempatan kepada rakyat papua untuk melakukan referendum pada tahun 2020.
Secara terpisah saat dikornfirmasi terkait kegiatan ini, sekretaris Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Ones Suhuniap menjelaskan dirinya masih sibuk dengan kegiatan internal organisasinya.(*)
Copyright ©Tabloid JUBI "sumber"
Hubungi kami di E-Mail: tabloid.wani@gmail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar