Masyarakat suku pedalaman Mausu Ane |
"Relokasi bukan satu-satunya solusi untuk menangani masalah kekurangan pangan dialami warga suku pedalaman Pulau Seram ini, karena telah hidup turun temurun termasuk merawat dan menjaga kelestarian hutan di kawasan Gunung Morkele," kata Sekretaris PB AMGPM Youndry Paays, di Ambon, Kamis (26/7).
Kekurangan pangan dialami 45 Kepala Keluarga (KK) atau 170 jiwa warga yang mendiami petuanan Negeri Maneo Rendah, Kecamatan Seram Utara Timur Kobi, Kabupaten Maluku Tengah, mengakibatkan tiga warga meninggal dunia.
Dia mengatakan, rencana relokasi terhadap suku pedalaman dengan alasan agar mereka mudah dijangkau dan mendapatkan pelayanan telah diwacanakan Pemkab Maluku Tengah sejak Kecamatan Seram utara dilanda kebakaran hutan tahun 2015.
"Bahkan rencana relokasi tersebut akan dilakukan terhadap seluruh masyarakat yang mendiami pegunungan dan hutan di Seram Utara yang terkena imbas kebakaran, tetapi masyarakat dengan tegas menolak dipindahkan dari petuanan mereka," katanya.
Menurutnya, petuanan Seram Utara adalah rumah bersama bagi masyarakat yang menetap divsana dan hidup divatas tanah petuanan adat masing-masing sebagai warisan leluhur yang harus dijaga dan dikelola untuk masa depan mereka.
Dia menandaskan, masyarakat Suku Mausu Ane adalah masyarakat suku pedalaman yang telah turun temurun hidup dan menyatu dengan hutan di sekitar wilayah petuanan mereka serta tidak bisa dipisahkan dari hutan tempat mereka hidup dan menjadi rumah masa depan mereka.
"Pengalaman relokasi yang dilakukan Pemkab Maluku Tengah terhadap masyarakat suku terasing Huaulu di Pulau Seram telah menjadi masalah dan membuktikan bahwa mereka tidak akan bertahan hidup di rumah dan wilayah baru seperti transmigrasi, karena hidupnya adalah di hutan dan menyatu dengan alam," tegasnya.
Relokasi terhadap suku Huaulu, ujarnya merupakan salah satu cara untuk menguasai sumber daya alam milik masyarakat adat oleh kelompok kepentingan tertentu.
Ditambahkannya, kebakaran hutan di Pulau Seram tahun 2015 menghanguskan tanaman kayu dan bambu di hutan sekitar pemukiman suku pedalaman Mausu Ane, padahal kayu dan bambu dibutuhkan warga suku pedalaman untuk membuat pagar melindungi kebun mereka dari hama babi dan tikus.
Tetapi saat ini bahannya sulit diperoleh sehingga warga suku pedalaman hanya menggunakan kayu-kayu kecil sebagai pagar kebun, dan kondisinya tidak mampu melindungi tanaman mereka dari serangan hama, sehingga berdampak terjadi kekurangan pangan.
Menurutnya, jika masalah kekurangan makanan menjadi prioritas penanganan masalah, maka harus dilakukan saat ini yakni tanggap darurat kebencanaan dengan menyediakan dan mendistribusikan bantuan bahan makanan agar mereka keluar dari masalah tersebut.
Sejauh ini tangap darurat sudah dilakukan sejumlah pihak untuk mengatasi masalah kekurangan pangan yang dialami warga suku pedalaman, di antaranya jemaat GPM Rumah Tiga, Kota Ambon yang merupakan mitra jemaat Siahari dan Badan Penangulangan Bencana Daerah (BPBD) Maluku Tengah, TNI dan Polri sejak 20 Juli, termasuk memberikan pengobatan.
Karena itu, menurutnya, jika masalah kekurangan makanan menjadi prioritas penanganan masalah, maka harus dilakukan saat ini yakni tanggap darurat kebencanaan dengan menyediakan dan mendistribusikan bantuan bahan makanan agar mereka keluar dari masalah tersebut.
Sedangkan menyangkut masalah hama babi dan tikus yang merusak tanaman perkebunan warga pedalaman, maka yang harus dilakukan saat ini yakni memberikan bantuan pengendalian hama dengan cara yang tepat berupa pendampingan, pelatihan dan pemanfaatan teknologi sederhana tepat guna.
"Diperlukan koordinasi lintas sektor dan instansi terkait dengan melibatkan Pemerintah Pusat, Pemprov Maluku maupun Kabupaten Maluku Tengah untuk bersinergi dan melakukan pengkajian guna menemukan solusi jangka panjang dalam penanganan masalah yang dialami masyarakat suku pedalaman Pulau Seram ini," ujarnya. (MP-2)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar