Buletinnusa
Ambon, Malukupost.com - Sejumlah guru honorer di Kota Ambon kembali mendatangi gedung DPRD Maluku mempertanyakan nasib mereka yang sudah 13 tahun berstatus guru kontrak namun tidak pernah diangkat menjadi aparatur sipil negara (ASN).
"Sudah 13 tahun kami mengabdi pada SMK di Kota Ambon dan keberadaan kami di sini tidak menyudutkan atau menyalahkan pihak manapun, tetapi hanya ingin mempertanyakan keberadaan kami karena belum belum ada perhatian," kata perwakilan guru-guru SMK, Roberto Tutuarima di Ambon, Rabu (25/7).
Penjelasan Roberto disampaikan dalam rapat gabungan Komisi A dan Komisi D dipimpin Wakil ketua DPRD Maluku, Syaid Mudzakir Assagaf bersama Kepala BKD dan Kadis Pendidikan dan Kebidayaan Provinsi Maluku.
Roberto Tutuarima yang selama ini mengabdi sebagai guru kontrak d SMK Negeri 4 Ambon, sedangkan rekannya La Ode Astono dari SMK Negeri 3 Ambon, dan Yulius Pea SMK Negeri 4 Ambon yang mendatangi gedung DPRD Maluku.
"Kami adalah mahasiswa tugas belajar tamatan SMK daerah bergolak yang dibiayai APBN dan APBD tahun anggaran 2001 hingga 2007," katanya.
Berdasarkan joint program D3 guru kejuruan (Dikmenjur) bekerja sama dengan pemerintah daerah dan pelaksanaannya selama lima angkatan, yaitu pada tahun 2001 sampai 2007 pada beberapa pusat pengembangan penataran guru teknologi dan seni diantaranya Medan, Bandung, Malang, Cianjur, dan Yogjakarta.
Mengingat Provinsi Maluku saat itu mengalami konflik sosial pada tahun 1999 maka sebagian besar guru kejuruan eksodus ke daerah lain lalu Dikmenjur mengeluarkan surat tentang beasiswa SMK daerah yang bergolak.
Selanjutnya mengacu pada surat Kadis Pendidikan Provinsi Maluku tentang Usulan Beasiswa, sehingga pemprov mengeluarkan surat perintah tugas melaksanakan perkuliahan yang namanya dinyatakan lulus seleksi.
Proses perkuliahan selama tiga tahun dibiayai pemda dan pemerintah pusat dengan tujuan menjawab kekurangan tenaga kejuruan.
"Setelah menyelesaikan perkuliahan pada PPGT dan seni selama tiga tahun, kami kembali ke daerah untuk melaksanakan tugas mengajar di SMK masing-masing dengan status sebagai guru tidak tetap," beber Roberto.
Tahun 2005, sesuai surat tugas yang diberikan Disdikpora Kota Ambon, maka sekolah mengeluarkan SK mengajar dan dibiayai sekolah masing-masing sesuai kebijakan sekolah dan upah yang diberikan sebesar Rp100 ribu per bulan dari tahun 2005 hingga tahun 2006.
Kemudian, tahun 2007 upah mereka berubah menjadi Rp50 ribu per bulan sampai ada kebijakan dari pemerintah pusat bahwa UU yang mengatur upah guru honorer Rp7.500 per jam.
Tahun 2008, Pemprov Maluku melalui dinas pendidikan dan kebudayaan melaksanakan seleksi untuk diangkat sebagai guru hoor provinsi yang dibiayai APBD dan sebagian dari mereka yang lulus seleksi lalu dibekali dengan SK Kadis.
Sedangkan yang tidak lulus seleksi tetap dibiayai sekolah masing-masing dan tahun 2012 pemkot mengangkat kami sebagai guru kontrak dan dibiayai melalui APBD Kota Ambon dengan upah Rp650 ribu hingga Rp750 ribu per bulan sampai tahun 2016.
Pada Desember 2016 terjadilah pengalihan status guru SMA/SMK dari kabupaten dan kota ke provinsi, sehingga terhitung Januari 2017 sampai April 2018 mereka dikembalikan ke sekolah dan dibiayai dengan dana BOS sesuai jumlah jam mengajar.
Tahun 2014 pemerintah mengangkat guru-guru honor K2 sebagai CPNS namun kami tidak teraftar sebagai guru hoor K2 karena itu kami menyampaikan keresahan hati ini kepada DPD RI dan ditindaklanjuti.
Dari hasil rapat kerja gabungan komite I dan panitia khusus guru DPD RI dengan Menpan RB serta kepala BKN pada tanggal 28 November 2013 sehingga keluarlah surat DPD RI.
Surat ini perihal mohon diproses pengangkatan guru honorer atau tenaga kontrak provinsi Maluku dan kota Ambon sesuai kesepakatan bersama dengan Menpan RB dan kepala BKN tanggal 12 Desember 2013 yang ditujukan kepada Gubernur Maluku dan Wali Kota Ambon. (MP-3)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar