John NR Gobai |
Menurut pandangan legislator Papua ini, konflik adalah kepentingan. Dan konflik ini seperti tawuran di Jakarta .
"Jadi bukan perang suku karena kalau perang suku dalam adat, ada aturan dan larangan untu anak kecil, perempuan dan pihak yang tidak tekait tidak boleh menjadi sasaran, "kata John Gobai dalam pesan singkatnya kepada Pasific Pos, Minggu (14/10/18) semalam.
Selaim itu, ia menyebut konflik fisik ini bukan perang suku seperti dalam adat tetapi ini adalah konflik kepentingan.
Bahkan, John Gobai menduga, konflik kepentingan ini, digerakan oleh oknum- oknum tertentu.
"Yang mengherankan lagi, orang-orang yang berkonflik tidak susah makan minum, karena hal ini terlihat dengan adanya oknum yang membantu menyediakan dan membiayai untuk pengadaan makan dan minum," bebernya.
Bahkan ungkap John Gobai, konflik ini menjadi lahan bisnis. Ia pun menyebut konflik ini adalah konflik kepentingan juga.
"Sebab pada beberapa situasi seperti; konflik Freeport selalu saja ada terjadi konflik fisik. Oleh karena itu kami dapat sebut ini sebagai konflik kepentingan bukan perang suku," jelasnya.
(Lihat ini: Polda Papua Kirim Brimob ke Dekai Amankan Pertikaian Antarwarga)
Namun disisi lain kata Gobai, dalam masyarakat khususnya suku-suku Pegunungan mereka hidup dalam ketakutan karena terlihat sedang terjadi, Operasi Diam (Silent Operation).
"Kami hanya dikagetkan dengan adanya korban yang terbunuh dan diletakan dijalan, contohnya, Dolu Kiwak, umur 12 tahun, ditemukan tewas, dijalan poros irigasi pada 4 Maret lalu," ungkapnya.
Sementara konflik Sosial, jelas Gobai, disebut konflik perseteruan atau benturan fisik dengan kekerasan antara dua kelompok masyarakat atau lebih yang berlangsung dalam waktu tertentu dan berdampak luas yang mengakibatkan ketidakamanan dan disintegrasi sosial sehingga mengganggu stabilitas nasional dan menghambat pembangunan nasional.
(Simak ini: Bupati Yahukimo: Pertikaian di Dekai Bukan Pelanggaran HAM)
Sedangkan Penanganan Konflik adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan terencana dalam situasi dan peristiwa baik sebelum, pada saat, maupun sesudah terjadi Konflik yang mencakup pencegahan konflik, penghentian konflik, dan pemulihan pascakonflik.
"Contohnya di Mimika, dalam konflik- konflik sebelumnya, belum ditemukan sebuah upaya yang permanen oleh Pemda Mimika dan DPRD Mimika untuk mendorong regulasi dan badan yang independen untuk penyelesaian konflik serta aturan yang mengikat dan mengatur masyarakat sebagai tanda kehadiran negara ditengah rakyat, " imbuhnya.
(Lihat: Bentrok Antar Warga Kembali Terjadi Di Tolikara)
Namun menurut John Gobai, jika rencana pembentukan emergency renspose akan baik, jika di kuatkan dengan adanya perda Propinsi Papua tentang penanganan konflik sosial sesuai dengan UU No 7 tahun 2012 tentang penanganan konflik sosial.
Copyright ©Pasific Pos "sumber"
Hubungi kami di E-Mail: tabloid.wani@gmail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar