Aksi damai rakyat West Papua menuntut Hak Penentuan Nasib Sendiri di Papua. |
Honiara -- Pemerintah Indonesia telah menggunakan "kedaulatan" sebagai alasan untuk menekan tuntutan rakyat West Papua saat hendak menentukan nasib sendiri, melakukan pelanggaran hak asasi manusia, membunuh ratusan ribu penduduk asli Papua, mengusir mereka dari tanah mereka sendiri dan menghalangi diskusi internasional tentang masalah ini sejak tahun 1969, kata seorang akademisi Solomon Island.
Professor Tarcisius Kabutaulaka dari Associate Pusat Studi Kepulauan Pasifik di East West Center, Hawaii, mengatakan proses ini ditandai dengan intimidasi dan kurangnya representasi yang sah.
Dia mengatakan, lebih buruk lagi, proses penipuan ini difasilitasi oleh PBB dan didukung oleh negara-negara kuat seperti Amerika Serikat, Britania Raya (Inggris), Perancis dan Australia. Negara-negara yang saat ini memamerkan narasi (cerita) moral yang tinggi dalam diskusi tentang isu-isu internasional.
Kabutaulaka mengatakan, Pemerintah Indonesia sejak itu telah menggunakan Act of Free Choice (Tindakan Pilihan Bebas - Pepera) dan ketidakpedulian internasional sebagai "senjata" terhadap perbedaan pendapat dan untuk memperkuat kontrol atas West Papua, merestui kekejaman hak asasi manusianya (impunitas), dan mencekik diskusi internasional.
Ini dia sebut sebagai "persenjataan dari sebuah proses penipuan"
Kabutaulaka menambahkan, Jakarta menolak tuntutan orang pribumi Papua untuk penentuan nasib sendiri, dan itu mengacu pada "gerakan separatis". Ini adalah penyebaran bahasa untuk menyiratkan bahwa Papua selalu menjadi bagian dari Indonesia dan penyatuan alami.
Kabutaulaka menambahkan, juga kisah pokok untuk West Papua adalah ekstraksi (penggalian) sumber daya alam untuk membiayai ekonomi Indonesia dimana operasi pertambangan terbesar, tambang Grasberg dimiliki oleh Freeport-McMoran Copper and Gold Inc., sebuah perusahaan Amerika.
(Baca ini: RI Akhirnya Kuasai 51% Saham Freeport Indonesia)
Pada bulan Juli 2018, pemegang saham lainnya, Rio Tinto, menjual sahamnya kepada PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), sebuah perusahaan milik negara Indonesia, sebesar 3,5 miliar dolar AS.
Papua sangat penting bagi negara Indonesia, yang menjelaskan mengapa Jakarta gugup setiap kali isu hak asasi manusia dan penentuan nasib sendiri dibahas di arena internasional.
Copyright ©WPNCL (fb) | SIBC online "sumber"
Hubungi kami di E-Mail: tabloid.wani@gmail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar