Ilustrasi demo pemuda dan mahasiswa di halaman gedung DPR Papua, Kamis (19/7/2018), terkait kejadian Nduga - Foto: Arjuna Pademme. |
Ia mengatakan, informasi yang dihimpun dari berbagai sumber di Nduga, puluhan KK itu meninggalkan kampung mereka saat operasi keamanan terjadi.
"Kondisi mereka ini harus dipastikan. Selama ini kan yang naik di media, hanya berdasarkan informasi. Media tidak langsung ke lapangan. Hingga kini masyarakat di sana masih ketakutan," kata Arim Tabuni saat berkunjung ke kantor Redaksi Jubi, Jumat (20/7/2018) petang.
Ia berharap, pihak terkait membuka akses untuk pekerja HAM (kemanusiaan) dan media ke Nduga guna melakukan peliputan dengan melihat langsung kondisi di wilayah itu, serta meminta keterangan dari kelompok berseberangan, agar diketahui apa keinginan mereka.
(Baca ini: Simion Surabut: Perundingan Bagi West Papua atau Indonesia?)
"Masyarakat yang mengungsi juga harus dimintai keterangan. Media juga jangan seakan memojokkan satu pihak saja. Jangan terkesan ada yang ditutupi. Jadi Kapolda buka akses media ke Alguru karena hingga kini kita tidak tahu bagaimana kondisi masyarakat di sana. Kalau ruang (akses) tak dibuka, berarti mereka (Indonesia) salah," katanya.
Ia juga mendesak DPR Papua segera membentuk tim independen ke Nduga dengan melibatkan pihak gereja, LSM dan pekerja HAM. Katanya, jangan sampai kejadian Nduga dilupakan begitu saja tanpa ada penyelesaian seperti kasus penembakan di Paniai, 8 Desember 2014.
Pada Jumat (20/7/2018) siang, para aktivis pemuda, mahasiswa, LSM, dan gereja yang tergabung dalam solidaritas HAM untuk Nduga bertemu Komisi I DPR Papua bidang politik, hukum dan HAM.
(Baca ini: ULMWP : TPN-PB dan Aparat Keamanan Indonesia Tak Boleh Korbankan Warga Sipi)
Ada tiga pernyataan sikap solidaritas yang disampaikan kepada komisi itu yakni, prihatin terhadap kondisi masyarakat Kenyam, Kabupaten Nduga pasca operasi gabungan, 11 Juli 2018.
Mendesak dibukanya akses untuk kemanusiaan, jurnalis dan media ke Nduga, serta mendorong pembentukan tim pencari fakta gabungan untuk mengumpulkan bukti dan fakta, serta dampak dari operasi gabungan, 11 Juli 2018.
Anggota Komisi I DPR Papua, Laurenzus Kadepa mengatakan, pihaknya akan menyampaikan aspirasi solidaritas tersebut kepada ketua komisi dan ketua DPR Papua.
"Tapi secara pribadi saya juga mau agar dibentuk tim pencari fakta gabungan," kata Kadepa. (*)
(Simak ini: Operasi Militer di Nduga, Pemuda dan Mahasiswa: Kami Ingin Hidup Tanpa Teror)
Copyright ©Tabloid JUBI "sumber"
Hubungi kami di E-Mail: tabloid.wani@gmail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar