Buletinnusa
Ambon, Malukupost.com - Anggota DPR RI Mercy Chriesty Barends memperjuangkan penyelesaian masalah kelistrikan di sejumlah wilayah Provinsi Maluku yang termasuk wilayah perbatasan dengan Australia dan Timor Leste.
"Saya menyampaikan sejumlah masalah kelistrikan yang terjadi wilayah perbatasan Provinsi Maluku saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi VII DPR-RI dengan Menteri ESDM Ignasius Jonan, di Jakarta 23 Juli 2018," kata Mercy, Senin (23/7).
Dalam pertemuan tersebut Anggota Komisi VII Dapil Maluku itu menyampaikan hasil temuan lapangan saat melakukan reses di Maluku, di antaranya, program kelistrikan dalam bentuk kerja sama operasi (KSO) dengan pemerintah kabupaten perlu dievaluasi secara komprehensif mengingat di beberapa daerah terjadi kemacetan dan belum berjalan sesuai rencana.
Mercy mencontohkan program listrik KSO tahun 2017 di Kabupaten Kepulauan Aru, khususnya pembelian mesin genset dan pembangunan rumah mesin di Desa Benjina, Taberfanai dan Marlasi didanai melalui APBD pemkab Kepulauan Aru, sedangkan seluruh jaringan dan gardu lingkar pulau dari desa ke desa disediakan pemerintah melalui PT. PLN (Persero).
"Hingga saat ini program tersebut masih terkendala serah terima dengan PT PLN karena mesinnya tidak sesuai standar spesifikasi yang ditetapkan PT PLN," katanya.
Begitu juga Pemkab Kepulauan Aru sebagai pelaksana tender dengan kontraktor pemenang tender sudah diminta untuk menuntaskan masalah tersebut, tetapi hingga saat ini persoalan tersebut belum tuntas, sehingga merugikan masyarakat yang seharusnya sudah menikmati listrik sejak 2017 lalu.
"Anehnya, belum dilakukan serah terima mesin pembangkit, tetapi pihak kontraktor sudah mengeluarkan surat edaran kepada masyarakat Benjina untuk memungut biaya pasang baru bervariasi hingga diatas Rp2 juta per kepala keluarga (KK). Karena itu saya minta perhatian pak Menteri Jonan untuk memperhatikan masalah ini mengingat keterbatasan pendapatan masyarakat kecil di kabupaten Kepulauan Aru," katanya.
Dia juga membeberkan laporan yang diterima dari masyarakat Aru bahwa mereka harus berhutang untuk membayar biaya pasang baru listrik.
"Tidak tertutup kemungkinan hal ini juga terjadi di wilayah lain di provinsi Maluku seperti Maluku Tenggara Barat (MTB), Maluku Barat Daya (MBD), Maluku Tenggara, Pulau Buru, Seram Bagian Barat (SBB) serta Seram Bagian Timur (SBT) maupun di daerah Tertingal, Terdepan dan Terluar (3T) lainnya di Indonesia," tandasnya.
Dia menegaskan, masalah subsidi listrik telah menjadi perhatian serius Fraksi PDI Perjuangan sejak tahun 2016 untuk diprioritaskan, terutama menyangkut jumlah pasti data penerima subsidi pelanggan rumah tangga golongan 450 VA dan 900 VA, karena datanya setiap tahun selalu berbeda antara pihak PLN dan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K).
Mercy juga meminta klarifikasi Menteri Jonan terkait subsidi listrik setiap tahun apakah sudah termasuk biaya sambung jaringan bagi pelanggan baru atau tidak, mengingat pada tahun 2018 subsidi listrik diusulkan Rp52 triliun melalui komisi Komisi VII DPR RI dan ditetapkan sebesar Rp47 triliun untuk dialokasikan dalam APBN 2018, sedangkan sisanya Rp5 triliun ditopang (carry over) pada tahun 2019.
"Seharusnya dengan subsidi listrik sebesar ini sudah bisa untuk mensubsidi biaya sambung baru," tambahnya.
Menanggapi persoalan tersebut, kata Mercy, Menteri ESDM Ignasius Jonan menegaskan, subsidi listrik yang disetujui dalam PBN tahun 2018 belum termasuk biaya sambung baru.
Menteri mencontohkan 265.000 masyarakat di Kabupaten Gunung Kidul Provinsi DIY, tidak bisa melakukan sambung baru dikarenakan tingginya biaya pasang baru, padahal gardu maupun tiang listrik dekat dengan pemukiman mereka.
Menteri memperkirakan, jika subsidi Rp1 juta bagi pelanggan baru golongan rumah tangga (R1) 450 VA dan R1 900 VA non Rumah Tangga Mampu (RTM) maka dibutuhkan Rp265 miliar untuk menyelesaikan masalah di Kabupaten Gunung Kidul.
Sedangkan perhitungan secara nasional rumah tangga miskin tidak lebih dari 2 juta pelanggan untuk sambung baru, maka jika subsidi listrik disahkan sampai dengan Rp60 triliun pada tahun 2019 maka sekitar Rp2 triliun dapat dialokasikan untuk subsidi biaya sambung baru bagi non-RTM.
Tanggapan serius Menteri Jonan disambut positif pimpinan dan anggota Komisi VII serta secara aklamasi disetujui dalam kesimpulan RPDU untuk dikawal dalam pembahasan APBN 2019. (MP-3)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar