Rabu, 03 Oktober 2018

Diplomasi Indonesia Berbasis Kebohongan, Uang, Marah-Marah dan Diplomasi West Papua Berbasis Fakta-Fakta Kebenaran, Kejujuran, Keadilan dan Bermartabat di MSG, PIF dan PBB

Buletinnusa
Diplomasi Indonesia Berbasis Kebohongan, Uang, Marah-Marah dan Diplomasi West Papua Berbasis Fakta-Fakta Kebenaran, Kejujuran, Keadilan dan Bermartabat di MSG, PIF dan PBB
Oleh Dr. Socratez S.Yoman

1. Pendahuluan

Penulis merasa perlu dan penting untuk menulis artikel dengan judul ini. Menurut penulis, artikel dengan judul ini untuk mendidik rakyat West Papua dan rakyat Indonesia yang ada di West Papua, tentu saja termasuk penguasa Indonesia yang sedang menduduki dan menjajah bangsa West Papua yang sudah berlangsung 57 tahun sejak 1961 sampai sekarang 2018. Rakyat Indonesia dan rakyat West Papua berhak memperoleh informasi yang benar dan jujur tentang apa yang dilakukan oleh para pemimpin mereka di forum kawasan regional Pasifik dan juga internasional di level PBB. Seperti raja Daud bermazmur: "Kebenaran meninggikan derajat bangsa, tetapi dosa adalah noda bangsa" (Amsal 14:34).

2. Reputasi Indonesia

Para politisi di kawasan regional Pasifik dan Internasional menilai bahwa diplomasi Indonesia menebarkan diplomasi berbasis kebohongan, uang dan ditambah marah-marah. Selalu berlindung dibalik istilah kedaulatan negara "sovereign state". Persoalan West Papua membuat reputasi Indonesia di level internasional yang paling terburuk dalam sejarah. Indonesia dalam berdiplomasi selalu menghindar dan menyingkirkan fakta-fakta dan hanya beretorika dan menipu komunitas Internasional dan rakyatnya sendiri. Diplomasinya tunjuk-tunjuk jari. Menampilkan wajah-wajah yang marah dan emosi.

Contoh, di forum PBB pada 2017 dan Februari 2017 dalam pertemuan PIF di Port Moresby, PNG, dalam pidato para diplomat Indonesia, melampiaskan kemarahan di mimbar terhormat dan di depan para pemimpin Negara-Negara Kepulauan Pasifik yang terhormat.

Kegalauan diplomat Indonesia bukan pada tempatnya. Tapi harus diakui jujur, kemarahan Indonesia tentu saja banyak alasan. Indonesia memang punya watak dan moral hipokresi (hypocrisy).

2.1. ULMWP diterima Observer di MSG

Masuknya ULMWP dalam forum MSG sebagai Obsever merupakan kekalahan awal dari diplomat Indonesia. Walaupun demikian, Indonesia telah menghibur diri/senang karena ULMWP digagalkan menjadi anggota penuh MSG. Waktu penulis dengan seorang pendeta ada makan siang di Jakarta, telepon seorang teman berdering dan dibalik telpon itu seorang ibu dari West Papua adalah diplomat Indonesia yang berada di Honiara, Solomon Islands dengan bangga mengatakan: "kami sudah gagalkan ULMWP menjadi anggota MSG." Ini bagi diplomat Indonesia. Tapi bangsa West Papua melihatnya dari perspektif yang berbeda.

Bagi ULMWP ialah ia tidak berjuang untuk menjadi anggota MSG, West Papua bukan tamu di MSG, ia adalah Tuan Rumah, Tuan Tanah dalam Rumah MSG. ULMWP diakui sebagai Observer secara formalitas oleh keluarga besar MSG supaya ada legalitas hukum untuk menuju forum lebih tinggi. Di MSG hanya sebagai kaki atau tangga untuk meraih cita-cita dan tujuan utama.

2.2. Benny Wenda dipanggil Presiden

Pada pertemuan para pemimpin di Pacific Islands Forum (PIF) di Port Moresby, PNG pada Februari 2017 terjadi 3 peristiwa penting dan bersejarah bagi ULMWP dan bangsa West Papua.

Pertama, Benny Wenda yang ditolak pemerintah PNG hampir 5 kali supaya tidak masuk PNG diterima dan masuk PNG.

Kedua, delegasi ULMWP diterima resmi dan terhormat secara protokoler kenegaraan dan dikawal ketat sebagai tamu negara dan hal yang sama juga Indonesia diperlakukan kepada dan Negara anggota PIF.

Ketiga, dalam sambutan resmi Perdana Menteri PNG, Peter O'Neil menyambut Benny Wenda dengan sebutan Presiden.

Dalam pidato Benny Wenda di hadapan para penimpin terhormat PIF sebagai pejuang sejati telah menunjukkan iman dan keyakinan politik yang ia perjuangkan sebagai bangsa terhormat, bermartabat, dan bermoral.

Akhir dari pidato Benny, Peter O'Neil berdiri dan menyalami Benny Wenda. Karena, pidato Wenda telah menunjukkan ciri khas bangsa Melanesia yang berbudaya santun dan damai.

2.3. ULMWP di Forum PIF

Menariknya, para pemimpin PIF tidak mempertanyakan dan mempersoalkan keanggotaan ULMWP dalam MSG, apakah ia resmi atau hanya sebagai Obaerver. Karena para pemimpin PiF dan juga MSG sangat menyadari bahwa keluarganya yang telah hilang lama dan diperbudak Firaun Moderen Indonesia sudah kembali ke dalam kehidupan Kelurga Besar Melanesia dan Pasifik.

Iman dan keyakinan politik seperti ini juga diatasnya ULMWP berdiri dan memandang ke depan untuk memperjuangkan West Papua Merdeka dari genggaman kolonial Indonesia. Bangsa bersama melalui wadah resmi politik ULMWP tidak buang-buang waktu dengan urusan Rumah Tangga di MSG. Yang terpenting ialah Bangsa West Papua sudah bersama-sama dalam Keluarga Besar MSG dan PIF.

3. Vanuatu di Mimbar PBB

Vanuatu adalah sebuah Negara kecil di kawasan Pasifik yang memiliki reputasi yang tidak diragukan di PBB secara internasional. Vanuatu adalah negara yang selalu berdiri pada prinsip dan keyakinan politiknya dalam menyuarakan dan mendukung setiap negara-negara yang berjuang untuk merdeka. Contohnya: Vanuatu berdiri bersama Western Sahara, Timor Leste, Kaledonia-Kanaki, dan West Papua.
Diplomasi Indonesia Berbasis Kebohongan, Uang, Marah-Marah dan Diplomasi West Papua Berbasis Fakta-Fakta Kebenaran, Kejujuran, Keadilan dan Bermartabat di MSG, PIF dan PBB
Delegasi Indonesia Albert Joku dan Nicholas Messet (kiri) yang memperjuangan Otonomi Papua dan delegasi dari United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) yang memperjuangkan kemerdekaan West Papua (kanan). Kini mereka bersama-sama sedang menghadiri sidang umum PBB (UNGA73) di New York, Amerika Serikat.
Vanuatu mempunyai integritas, moral politik dan memiliki nilai-nilai kemanusiaan, kesetaraan untuk sesamanya manusia. Ia juga berdiri pada pesan pendiri Negara Vanuatu: "Kalau West Papua belum merdeka berarti Vanuatu juga belum merdeka." Roh ini menjadi kekuatan dan pilar penting rakyat dan bangsa Vanuatu untuk berdiri bersama-sama rakyat West Papua melalui ULMWP.

(Lihat ini: Otonomi vs Papua Merdeka di PBB)

Melalui Negara Vanuatu dan Negara-Negara anggota MSG dan PIF, persoalan kemanusiaan, ketidakadilan, kejahatan, kekerasan dan kekejaman pemerintah Indonesia ditelanjangi di forum PBB. Rakyat dan bangsa West Papua mempunyai teman, kawan, sahabat dan solidaritas di kawasan Pasifik dan di seluruh dunia. Karena, persoalan kemanusiaan, keadilan & kedamaian ialah nilai-nilai universal yang melampaui batasan-batasan kedaulatan dan hukum. Kemanusiaan adalah panglima.

4. Diplomasi Hipokresi

Sejak dulu, Indonesia memiliki watak hipokresi. Dalam diplomasi selalu tampil dengan informasi-informasi yang berbasis kebohongan, berwatak/ berbudaya militeristik, diplomasi pendekatan uang dan juga diplomasi marah-marah dan tunjuk-tunjuk jari.

Indonesia tidak pernah perbaiki atau mengubah wataknya ini. Contoh terbaru pada September 2018 di forum terhormat di PBB di hadapan para pemimpin terhormat dunia, pemerintah Indonesia hadir dengan penuh kebohongan. Haji Muhammad Jusuf Kalla, wakil Presiden Republik Indonesia tidak mau mengakui kejahatan pemerintah dan negaranya yang menembak mati 4 siswa di Paniai pada 8 Desember 2014. Wakil Presiden Republik Indonesia menunjukkan bangsa Indonesia ialah bangsa yang tidak punya moral dan kumpulan para pembohong, perampok, pembunuh rakyat dan bangsa West Papua. Seperti senjata makan tuannya.

Frof. Dr. Franz Magnis-Suseno membenarkan kekejaman & kejahatan pemerintah Indonesia terhadap rakyat & bangsa West Papua.

"Situasi di Papua adalah buruk, tidak normal, tidak berdab, dan memalukan, karena itu tertutup bagi media asing. Papua adalah luka membusuk di tubuh bangsa Indonesia." (hal.255). ...kita akan ditelanjangi di depan dunia beradab sebagai bangsa BIADAB, bangsa PEMBUNUH orang-orang Papua walau tidak dipakai senjata tajam" (hal.257, Sumber: Kebangsaan, Demokrasi, Pluralisme, 2015).

Nubuatan seorang rohaniawan pada 3 tahun lalu, hari ini menjadi kenyataan di depan masyarakat dunia yang beradab, Vanuatu si Daud Kecil tampil mempermalukan Goliat si angkuh dan sombong yang penuh kebohongan dan kejahatannya.

5. Solusinya

Pemerintah RI-ULMWP duduk setara dalam meja perundingan damai untuk menemukan jalan WIN WIN Solution. Karena persoalan bangsa West Papua tidak berada di level NGO/LSM tapi sudah berada pada level G to G (Government to Government).

Doa dan harapan penulis, artikel ini berguna untuk para pembaca.

Ita Wakhu Purom, 3 Oktober 2018; 09:41AM

Posted by: Admin
Copyright ©Dr. Socratez S.Yoman "sumber"
Hubungi kami di E-Mail: tabloid.wani@gmail.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar