Lingkungan yang rusak akibat limbah buangan PT Freeport Indonesia. |
Komisi VII DPR menginginkan sebelum transaksi yang dilakukan Freeport harus diiringi penuntasan permasalahan lingkungan yang menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Ketua Komisi VII DPR Gus Irawan Pasaribu mengatakan, Inalum akan menanggung kerugian negara atas kerusakan lingkungan yang dilakukan Freeport Indonesia. Ini akan terjadi jika transaksi pembelian saham 41,64 persen untuk menggenapi kepemilikan menjadi 51 persen, dilakukan sebelum permasalahan lingkungan tersebut selesai.
“Pemerintah mau akuisisi saham 51 persen dalam rangka divestasi, kan kalau beli perusahaan kita beli seluruh kita akan menikmati aset dan menanggung kewajiban,” kata Gus Irawan, di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (10/10/2018).
Dia menyebutkan, dalam temuan BPK terhadap Freeport Indonesia adalah kerusakan lingkungan akibat pembuangan limbah pertambangan (tailing) langsung ke sungai, atas pencemaran lingkungan tersebut negara dirugikan Rp 185 triliun.
Pada temuan BPK lain Freeport menggunakan lahan kawasan hutan lindung seluas 4.500 hektar selama 8 tahun. Terkait penggunaan aset negara tersebut seharusnya Freeport membaya Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp 270 triliun.
(Baca ini: RI Akhirnya Kuasai 51% Saham Freeport Indonesia)
Menurutnya, pembayaran kewajiban tersebut tidak sebanding denan harga 41,64 persen saham PT Freeport Indonesia sebesar USD 3,85 miliar atau setara dengan Rp 56 triliun, sebab itu pembayaran saham seharusnya dilakukan sesudah permasalahan lingkungan tersebut diselesaikan.
“Ini kan kewajiban kalau USD 3,85 miliar setara Rp 56 triliun kita beli 51 persen. Kalau saya hitung value tambah kewajiban kita beli kewajiban. Kan nanti Freeport seharusnya tanggung jawab itu costnya Kalau tidak punya uang kan minta pemegang saham,” tandasnya.
Copyright ©Harian Papua "sumber"
Hubungi kami di E-Mail: tabloid.wani@gmail.com
Menurutnya, pembayaran kewajiban tersebut tidak sebanding denan harga 41,64 persen saham PT Freeport Indonesia sebesar USD 3,85 miliar atau setara dengan Rp 56 triliun, sebab itu pembayaran saham seharusnya dilakukan sesudah permasalahan lingkungan tersebut diselesaikan.
“Ini kan kewajiban kalau USD 3,85 miliar setara Rp 56 triliun kita beli 51 persen. Kalau saya hitung value tambah kewajiban kita beli kewajiban. Kan nanti Freeport seharusnya tanggung jawab itu costnya Kalau tidak punya uang kan minta pemegang saham,” tandasnya.
Copyright ©Harian Papua "sumber"
Hubungi kami di E-Mail: tabloid.wani@gmail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar