Kamis, 06 Desember 2018

Komnas HAM Sebut Pelanggaran HAM, TPNPB: Ini Kontak Senjata, Bukan Eksekusi

Buletinnusa
Komnas HAM Sebut Pelanggaran HAM, TPNPB: Ini Kontak Senjata, Bukan Eksekusi
Evakuasi korban penembakan dari lokasi kejadian saat di evakuasi ke RSUD Wamena - Foto: Islami.
Wamena -- Kepala kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) perwakilan Papua, Frits Ramandey mengungkapkan jika kasus penembakan terjadap karyawan PT. Istaka Karya di Disrik Yal dan Yigi, 2 Desember 2018 oleh kelompok bersenjata, merupakan suatu pelanggaran HAM serius.

Pasalnya, aksi itu memenuhi unsur pelanggaran HAM, di mana terdapat dua pelanggaran. Pertama telah menghilangkan nyawa seseorang memenuhi unsur devinisi pelanggaran HAM, kedua tindakan mereka ini mengakibatkan terhambatnya pemenuhan pelayanan publik terhadap masyarakat yang ada di sekitaran distrik Yal, Yigi dan sekitarnya.

“Karena jalan tidak bisa baik, warga di sana butuh makan, butuh layanan kesehatan, pendidikan dan lain sebagainya sehingga ada dua unsur serius yang dilanggar,” kata Frits kepada wartawan di Wamena, Kamis (6/12/2018).

Selain itu kata dia, tindakan ini mengesahkan tindakan kepolisian dan tindakan penegakan hukum, sehingga polisi dan TNI tak perlu lagi mendapat dukungan karena perbuatan ini mengesahkan tindakan Kepolisian dan TNI untuk kepentingan hukum.

(Baca ini: Pelanggaran HAM Serius, Pelaku Harus Bertanggung Jawab)

Namun ia pun menjelaskan setelah mendengar kesaksian korban selamat memang cukup sadis, namun sedikit aneh karena acara pada tanggal 1 Desember 2018, antara lokasi camp karyawan dengan kegiatan peringatan kelompok bersenjata ini cukup dekat kurang lebih 300 meter.

Bahkan yang sangat aneh lagi, kata Ramandey, mereka mengundang perwakilan dari karyawan untuk mengikuti peringatan itu dengan bakar batu. Lalu sekitar pukul tiga sore mereka lakukan penyerangan dengan cara yang cukup sadis, yaitu mengikat 25 orang karyawan, lalu dari jam 3 sore itu menempuh jalan sepanjang sore hingga pagi di Gunung Kabo, lalu kemudian semua orang diikat dan perintah dari pimpinan mereka, dan diberondong dengan senjata secara sadis.

“Saya pikir ini tindakan yang tidak manusiawi dan tidak ada orang yang tidak punya alasan untuk tidak memberi alamat kutuk terhadap mereka,” ujar dia.

Ia menyebutkan, jika tuduhan kelompok bersenjata ini jika seluruh karyawan tersebut adalah TNI, padahal jika mendengar testimoni dari karyawan yang selamat, dua minggu sebelum kejadian maupun beberapa kali melintas, mereka (kelompok bersenjata) pun tahu siapa-siapa yang tentara dan siapa yang sipil baik di Mbua maupun di Yigi.

(Baca ini: Tak sentuh soal HAM Papua, kepercayaan Papua pada Jokowi berkurang)

Pertanyaan selanjutnya adalah, mengapa mereka bisa sadis melakukan ini dengan cara mengikat korban yang tidak berdaya, menyita seluruh barang korban lalu menembak dengan menggunakan tiga senjata laras panjang, tiga senjata laras pendek ditambah parang dan panah.

“Kalau saya pikir jika ini yang digunakan untuk tujuan sesuatu, saya pikir tidak akan mendapat simpatik apa-apa, saya harus ingatkan dimana-mana kekerasan yang digunakan untuk sesuatu tujuan, tentu tidak akan mendapat simpati apa-apa,” ucapnya.

Untuk itu Komnas HAM meminta kepada orang-orang yang bertanggungjawab jika ini pelakunya di bawah struktur OPM, maka harus dihentikan, karena ia memberi jaminan tidak akan memberikan simpatik apapun.

“Apalagi membunuh karyawan sipil yang sudah tidak berdaya, sehingga kita bisa kategorikan sebagai pembantaian yang tidak manusiawi, bisa dikategorikan sebagai tragedi kemanusiaan,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional XVIII Jayapura, Osman Marbun memastikan jika seluruh karyawan di PT. Istaka Karya maupun lainya merupakan warga sipil dan bukan anggota TNI.

“Dalam pekerjaan ini, semua pekerja murni karyawan dari perusahan tidak ada keterlebitan aparat dari manapun, mereka warga sipil,” kata Osman Marbun.

Ia pun memastikan jika seluruh karyawan yang menjadi korban penembakan baik dari PT. Istaka Karya telah sesuai dengan ketentuan dari Kementerian Tenaga Kerja, dimana ada jaminan asuransi yang ditanggung oleh Istaka Karya sendiri, sehingga dipastikan korban akan mendapat santunan.

(Baca ini: ULMWP: Lainnya Pembantaian Membayangi Ketika Militer Indonesia Memilih Warga Desa Sebagai Target Utama Operasi Hukumannya di wilayah Nduga, West Papua)

Sebelumnya, Tentara Nasional Pembebasan Papua Barat TPN-PB mengaku sebaga pihak yang bertanggungjawab atas penembakan beberapa orang yang disebut sebagai karyawan PT. Istaka Karya yang tengah membangun jalan Trans Papua.

“Kami yang bertanggungjawab. Ada kontak senjata. Itu serangan bersenjata, bukan eksekusi seperti yang disampaikan aparat keamanan Indonesia,” ungkap juru bicara TPNPB, Sebby Sambom kepada Jubi melalui sambungan telepon, Rabu (5/12/2018), yang juga membantah keterangan aparat keamanan Indonesia yang menyebutkan para pekerja dibunuh dengan cara eksekusi.

Hal ini diungkapkan akibat sebelumnya Kapendam Cenderawasih, Kolonel Muhamad Aidi mengatakan karyawan PT Istaka Karya dieksekusi di sebuah tempat bernama Puncak Kabo.

Panglima Daerah Tentara Pembebasan Nasional Papaua Barat (TPNPB) Makodap III Ndugama Egianus Kogeya, lanjut Sebby telah memerintahkan Pemne Kogoya untuk menyerang sejumlah orang di kali Aworak, Kali Yigi dan Pos TNI Distrik Mbua.

Menurutnya, TPNPB sudah cukup lama memantau para pekerja di kali Awarok dan Kali Yigi. (*)

Baca juga berikut ini:
  1. Benny Wenda Mengatakan, Tentara Pembebasan West Papua Bukan Kriminal
  2. Benny Wenda: Berita Pembunuhan di Nduga adalah Propaganda Indonesia
  3. Legislatif ULMWP: TPNPB dan TNI Jangan Melukai Rakyat

Copyright ©Tabloid JUBI "sumber"
Hubungi kami di E-Mail 📧: tabloid.wani@gmail.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar