Senin, 04 Maret 2019

ASN dan Kepala Ohoi Di Malra Diingatkan Tidak Berpolitik Praktis

Buletinnusa
Langgur, Malukupost.com - Wakil Bupati Maluku Tenggara, Petrus Beruatwarin, mengatakan dalam konteks Pemilihan Umum (Pemilu), tentu tidak dapat dipisahkan dari proses politik, karena Pemilu merupakan alat kekuasaan untuk mencapai tujuan bersama. Pesta demokrasi yang berlangsung di Indonesia mulai dari pemilihan kepala daerah (pilkada), pemilihan legislatif (pileg), pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung merupakan gambaran dari berjalannya sistem demokrasi. “Proses demokrasi selama ini belum sepenuhnya menggambarkan masyarakat paham akan arti demokrasi. Masyarakat desa yang rata-rata masih berpendidikan rendah memahami politik hanya sebatas pesta rakyat lima tahunan,” ujarnya saat membuka kegiatan Rapat Koordinasi Pengawasan Partisipatif Bersama Latupati di Kabupaten Maluku Tenggara (Malra), yang digagas oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Maluku, di Gedung Katolik Center, Langgur, Senin (4/3).
Langgur, Malukupost.com - Wakil Bupati Maluku Tenggara, Petrus Beruatwarin, mengatakan dalam konteks Pemilihan Umum (Pemilu), tentu tidak dapat dipisahkan dari proses politik, karena Pemilu merupakan alat kekuasaan untuk mencapai tujuan bersama. Pesta demokrasi yang berlangsung di Indonesia mulai dari pemilihan kepala daerah (pilkada), pemilihan legislatif (pileg), pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung merupakan gambaran dari berjalannya sistem demokrasi.

“Proses demokrasi selama ini belum sepenuhnya menggambarkan masyarakat paham akan arti demokrasi. Masyarakat desa yang rata-rata masih berpendidikan rendah memahami politik hanya sebatas pesta rakyat lima tahunan,” ujarnya saat membuka kegiatan Rapat Koordinasi Pengawasan Partisipatif Bersama Latupati di Kabupaten Maluku Tenggara (Malra), yang digagas oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Maluku, di Gedung Katolik Center, Langgur, Senin (4/3).

Menurut Beruatwarin, tidak sedikit partisipasi politik yang dilakukan masyarakat masih dipengaruhi oleh adanya gerakan-gerakan dari pihak-pihak yang berkuasa termasuk kepala desa. Untuk itu, netralitas aparatur pemerintah desa menjadi mutlak untuk dilaksanakan, karena ada konsekuensi hukum bagi aparatur pemerintahan baik itu camat, kepala ohoi (desa) yang terlibat dalam pemilu dan pilkada.

“Saya ingatkan, bukan saja kepada aparatur pemerintah desa (kepala-kepala ohoi), tetapi juga bagi seluruh aparatur sipil negara (ASN) serta pejabat negara lainnya di Malra, untuk wajib hukumnya menjaga netralitas,” tegasnya

Dijelaskan Beruatwarin, para camat dan kepala ohoi agar fokus terhadap pekerjaan untuk menerjemahkan visi, misi dan program strategis yang merupakan program prioritas pemerintah daerah, serta dapat merangkul semua elemen masyarakat untuk tetap menjalankan hak konstitusionalnya sebagai warga negara yang baik, dengan memberikan hak pilih pada pemilu serentak tanggal 17 April 2019 mendatang.

“Jadi, kalau target nasional itu partisipasi harus 77,5%, maka untuk Malra target kita harus diatas itu, karena kemarin waktu pilkada itu partisipasi 76 sekian persen, jadi saya harapkan partisipasi masyarakat untuk memberikan hak suaranya perlu ditingkatkan,”ungkapnya.

Beruatwarin menambahkan, bagi para kepala ohoi harus menerima semua para calon legislatif dan tim kampanye yang melakukan sosialisasi di ohoi-ohoi, tetapi harus sesuai dengan prosedur dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

“Kepada seluruh ASN dan aparatur pemerintah ohoi yang tidak mematuhi penegasan ini maka terhadapnya akan dikenakan sanksi sebagaimana ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” pungkasnya.

Sementara itu, Kepala Sekretariat Bawaslu Provinsi Maluku, Nurbandi Latarisa, mengungkapkan kegiatan tersebut dilaksanakan dengan satu tujuan untuk memprotek para penyelenggara negara, khususnya para camat dan kepala desa untuk tidak melaksanakan larangan-larangan yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017

“Dalam tahap pencegahan, Bawaslu memiliki kewajiban untuk memberitahukan secara gamblang tentang larangan-larangan dalam pemilu yang pada umumnya menyulitkan penyelenggara negara,” katanya.

Diungkapkan Latarisa, ASN atau tokoh-tokoh masyarakat memiliki hak politik, namun dalam penggunaan hak politik tersebut harus berhati-hati, karena pelanggaran netralitas di dalam Undang-Undang tersebut masuk dalam rana pidana,” tandasnya.

“Untuk itu Bawaslu ingin memperingatkan bahwa ada wilayah-wilayah yang tidak boleh dimasuki oleh aparat pemerintah,” imbuhnya sembari menyampaikan terima kasih dan apresiasi kepada pemerintah daerah Malra, yang selama pelaksanaan pilkada Malra 2018 hingga pileg dan pilpres 2019 ini selalu bekerjasama dengan Bawaslu Malra. (MP-15)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar