Buletinnusa
Ambon, Malukupost.com - Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Masyarakat Desa (DP3MD) Ambon, Provinsi Maluku, telah menangani sebanyak 44 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di tahun 2019.
"Hingga Maret 2019 kami telah menangani 44 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak dari 60 laporan yang telah kami terima," kata Kepala DP3MD Ambon, Rulien Purmiasa, di Ambon, Kamis (14/3).
Ia mengatakan, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kota Ambon mengalami peningkatan signifikan dibandingkan tahun 208 yang mencapai 172 kasus.
"Koordinasi dengan Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Ambon dan Pulau-Pulau Lease, terjadi peningkatan jumlah kasus ini dibandingkan periode yang sama di tahun 2018," katanya.
Rulien menyatakan, tingginya kasus kekerasan menjadi perhatian pihaknya mengingat terjadinya kasus tersebut dilatarbelakangi berbagai faktor, di antaranya masalah keluarga, lingkungan sosial, dan peresaran minuman keras.
Langkah antisipasi telah dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, agar lebih peka dengan setiap kejadian yang terjadi di lingkungan tempat tinggal.
Bantuan mobil perlindungan keliling dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak (PPPA) akan dioperasionalkan untuk menangani korban secara proaktif dengan melakukan penjangkauan, tidak hanya menunggu laporan masyarakat.
"Mobil perlindungan keliling dilengkapi dengan laptop, layar LED dan proyektor, serta komisi penyuluhan yang akan dioprasionalkan untuk penyuluhan di lapangan," ujarnya.
Pihaknya, kata Rulien, akan berkoordinasi dengan lurah, raja, Babinsa dan Bhabinkamtibmas untuk melakukan penyuluhan terkait dengan Undang-Undang KDRT, perlindungan anak, juga terkait program untuk menciptakan generasi muda yang berkualitas.
"Kita berharap dengan sarana ini, kita bisa tingkatkan pelayanan baik terhadap penanganan kasus maupun pencegahan, terutama kasus perempaun dan anak," katanya.
Ia menambahkan, berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat agar bisa bertindak sebagai pelopor maupun pelapor, karena kejahatan itu terjadi di tengah-tengah masyarakat.
"Pemerintah tidak bisa memantau terjadi kasus yang terjadi, terkecuali masyarakat itu sendiri peduli dengan tumbuh kembang anak untuk turut waspada, peka terhadap kemungkinan kasus-kasus yang terjadi di lingkungan," katanya. (MP-2)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar