Jumat, 11 Desember 2020

Kelompok Individu Tolak ULMWP, Ini Pernyataan Sikap “West Papua Army” Komando TPN/OPM (TPN.PB)

Buletinnusa
Pernyataan Sikap “West Papua Army” Komando TPN/OPM (TPN.PB)

No. 1 PAPUA Merdeka News
| Portal 

PORT NUMBAY,  Pasca Keputusan Sidang III Komite Legislatif, diumumkannya Undang-Undang Dasar Sementara pada tanggal 20 Oktober 2020 di Camwolker - Port Numbay (Jayapura) - West Papua dan diputuskannya tentang Pemerintah Sementara West Papua (Provisional Government) oleh United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) yang diumumkan pada tanggal dan 1 Desember 2020 setelah ditetapkan melalui Koferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa, telah muncul sikap penolakan dari beberapa individu kelompok meskipun mayoritas bangsa Papua telah menyatakan mendukung.

Sikap penolakan beberapa individu kelompok tersebut diantaranya sebut saja Sebby Sambom, Terianus Sato dan Jeffry Pagawak yang mengatasnamakan TPN-PB/OPM dan juga dari KNPB oleh Warius Wetipo (Warpo), serta Octovianus Mote mantan wakil ketua ULMWP yang diwawancarai IndoProgress.

Menyikapi sikap individu kelompok yang mengatasnamakan TPNPB/OPM tersebut, “West Papua Army” dari Komando TPN/OPM (TPN.PB) menyatakan bahwa “kelompok tersebut hanya mengatasnamakan organisasi militer TPN/OPM (TPN.PB) tanpa mengkonfirmasi kepada komando di hutan, termasuk tanpa mengetahui Panglima Tinggi TPN/OPM, Gen. Goliath Tabuni”.

Dalam keterangan lisan yang diterima redaksi tabloid-wani.com, Gen. Goliath Tabuni sangat marah terhadap Sebby Sambom yang selalu mengatasnamakan TPN/OPM (TPN.PB) merusak nama baik organisasi militer. Dalam bahasa kiasan nya, Gen. Goliath menyebut Sebby Sambom diibaratkan seperti benalu yang merusak nama organisasi militer TPN/OPM (TPN.PB).

Hal tersebut diketahui setelah Kepala Departemen Pertahanan dan Keamanan ULMWP, Kebe Tabuni melakukan konfirmasi langsung kepada komando di hutan, termasuk Gen. Goliath Tabuni. Pernyataan sikap resmi TPN/OPM (TPN.PB) tertanggal 7 Desember 2020 diterima tabloid-wani.com, Senin (8/12/2020).

Baca juga:
Pada prinsipnya, West Papua Army dari Komando TPN/OPM (TPN.PB)  menyatakan mendukung Ketetapan yang diputuskan pada Sidang dan Konferensi United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) belum lama ini, dan sikap yang dibuat oleh Sebby Sambom tersebut hanyalah sikap pribadi Sebby Sambom, bukan sikap TPN/OPM (TPN.PB).

Berikut ini adalah pernyataan sikap resmi TPN/OPM (TPN.PB) terhadap diumumkannya Pemerintah Sementara West Papua atau Provisional Governtment of the United Liberation Movement for West Papua oleh Presiden Sementara, Benny Wenda pada tanggal 1 Desember 2020.  (file PDF disini)

Kelompok Individu Tolak ULMWP, Ini Pernyataan Sikap “West Papua Army” Komando TPN/OPM (TPN.PB)

Pernyataan Sikap
Dukungan TPN/OPM


“Keputusan Sidang Tahunan Ke-III Legislatif ULMWP, dan Ketetapan Konferensi Tingkat Tinggi Luar Biasa (KTT-LB) ULMWP Ke-II, tentang Amandemen Konstitusi ULMWP Menjadi Undang-Undang Dasar Sementara, dan Peningkatan Status Hukum dan Politik ULMWP Menjadi Pemerintah Sementara (Konstitusi Provisional Government ULMWP)


Bahwa dengan mempertimbangkan perjuangan untuk mewujudkan cita-cita luhur bangsa West Papua selama 59 tahun (1961 – 2020), telah membayar harga yang mahal dengan mempertaruhkan berjuta pengorbanan harta benda dan jiwa ragah bangsa West Papua. 

Bahwa Sejarah mencatat proses rekonsiliasi atau konsolidasi organisasi perjuangan gerakan sipil dan militer sejak Pembentukan Papoea Vrijwillingers Korps (PVK)/Pasukan Sukarela Papua pada 21 Februari 1961 di Holandia, Deklarasi Komite Nasional Papua 1 Desember 1961, Persatuan Organisasi Papua Merdeka (OPM), dan Pembentukan Pasukan Batalyon Kasuari – Mambruk, 19 April 1963 di Manokwari. Deklarasi Pemerintahan Sementara (Provisional Government) West Papua, 1 Juli 1971 di Waris. Deklarasi TPN/OPM, 26 Maret 1973 di Markas Viktoria. Persatuan Pemimpin OPM Pemka, Tuan Yacob Pray dan Pemimpin OPM, Marvik Tuan Zeth Rumkorem pada 1985, di Vanuatu. Persatuan TPN/OPM antara PEMKA dan MARVIK 1998, di Scotiau. Kongres 

TPN/OPM 2005 di Ilaga. Deklarasi Persatuan West Papua National Coalition for Liberation (WPNCL), 1 Desember 2005,di Lei/PNG, Kongres TPN/OPM, 1 Juli, 2006, di Tingginambut. Kongres TPN/OPM 2006 di Border. Deklarasi Dewan Militer TPN.PB antara Pemka dan Marvik 2006 di Skotiau. Kongres TPN/OPM 2007, di Bring Genyem, Deklarasi Komite Nasional Papua Barat (KNPB) 2008, di Sentani, Deklarasi Negara Federal Republik Papua Barat (NFRPB), 19 Oktober 2011, di Port Numbay, Deklarasi Parlemen Nasional Papua Barat (PNPB), 2012, di Port Numbay, sampai dengan Deklarasi United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), 6 Desember 2014, di Saralana, Negara Republik Vanuatu dan Deklarasi West Papua Army (WPA), 1 Mei 2019, di Yako, Sundown Provinsi. 

Bahwa Proses rekonsiliasi dan konsolidasi sayab militer dan politik merupakan tonggak sejarah penting yang dapat dijadikan sebagai dasar pertimbangan strategis dalam upayah membangun dan mempertahankan eksistensi perjuangan bangsa Papua. 

Bahwa Gerakan Rekonsiliasi dan Konsolidasi dari sorong – merauke tersebut diatas dilatar belakangi oleh kesadaran intelektual papua karena adanya situasi dan kondisi perpecahan didalam setiap tubuh organisasi perjuangan yang selama ini telah dimanfaatkan oleh pihak lawan atau kolonial Indonesia untuk mengadu-domba, menghancurkan dan menggagalkan perjuangan kemerdekaan bangsa West Papua. 

Bahwa dengan memperhatikan keinginan luhur dari setiap organisasi sipil, politik dan militer untuk bersatu dan berjuang melalui satu Payung Representase Politik bangsa West Papua yaitu United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), harus dikawal dan dipertahankan. 

Bahwa Persatuan Perjuangan sayap militer dibawah komando Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB), Tentara Revolusi West Papua (TRWP), dan Tentara Nasional Papua Barat (TNPB), yang telah menyatakan ber-Satu dalam Komando West Papua Army (WPA), wajib konsisten, solid dan eksis mempertahankan perjuangan rakyat. 

Bahwa adanya upaya untuk perpecahan dan menggagalkan kemajuan persatuan perjuangan bangsa West Papua secara sistematis dan masif yang sedang dilakukan oleh kolonial indonesia beserta oknum-oknum kepentingan tertentu yang selalu mengatas namakan diri sebagai anggota organisasi perjuanagn politik seperti ULMWP (Oktovianus Motte), OPM (Jefry Bomanak Pagawak), NRFPB (Forkorus Yabuisembut), TPNPB, (Sebby Sambon dan Terianus Sato) KNPB (Warius Wetipo/alias Warpo), harus di waspadai dan di tertibkan. 

Bahwa perkembangan kemajuan perjuangan rakyat West Papua melalu sayap diplomasi politik ULMWP, ditingkat nasional, subregional (MSG), regional, (PIF) interregional (ACP), dan internasional (PBB) merupakan keberhasilan yang patut diapresiasi, didukung dan dipertahankan. 

Bahwa Keputusan Sidang Tahunan ke-III, Legislatif ULMWP, 14 – 16 Oktobetr 2020, dan Ketetapan Konferensi Tingkat Tinggi Luar Baisa (KTT.LB), ULMWP, 28 November 2020, di Port Numbay, West Papua, tentang Peningkatan Status Hukum dan Politik ULMWP, menjadi Undang-Undang Dasar Pemerintahan Sementara (Konstitusi ULMWP Provisional Government), merupakan kebutuhan dasar bagi tiga tahapan perjuangan dan untuk kemajuan langkah politik bangsa West Papua kemasa depan. 

Oleh sebab itu berdasarkan perkembangan sejarah, dan Kebutuhan kemajuan perjuangan politik saat ini, Maka kami Panglima Tinggi Komando Daerah Militer (KODAM), sebagai Mandataris Tuan Alm. Zet Rumkorem, dan juga Panglima Tinggi Komando Daerah Pertahanan (KODAP), sebagai Mandataris Tuan. Yakob Pray, beserta Dewan Militer dan seluruh Panglima Daerah, sebagai Pendiri, Pelaku dan Pelaksana Tugas Organisasi Papua Merdeka (OPM), yang bergabung dalam Deklarasi OPM, 19 Februari 1963 di Manokwari, dan Proklamasi 1 juli 1971 di Waris, serta seluruh pimpinan TPN/OPM yang berdiaspora telah bersepakat dan mengambil waktu singkat untuk secara tegas menyatakan; 
  1. Mendukung Penuh Konsistensi Persatuan perjuangan United Liberation Movement for West Papua. 
  2. Mendukung penuh Eksistensi Persatuan TPN/OPM, TRWP dan TNPB didalam Satu Komando West Papua Army (WPA). 
  3. Menyetujui, Mendukung dan Mengawal peningkatan status hukum dan politik United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), tentang pembentukan Undang Undang Dasar Pemerintahan Sementara (Konstitusi ULMWP Provisional Govenment). 
Demikian pernyataan ini disampaikan kepada seluruh rakyat West Papua untuk dapat di pahami dan di mahlumi.


Posted by: Admin
Copyright ©Departemen Pertahanan dan Keamanan ULMWP "sumber" 
Hubungi kami di E-Mail ✉: tabloid.wani@gmail.com

Senin, 30 November 2020

Buchtar Tabuni: ULMWP Siap Berlakukan UUDS Negera Republik West Papua

Buletinnusa
Buchtar Tabuni: ULMWP Siap Berlakukan UUDS Ngera Republik West Papua
FOTO: Sidang III Komite Legislatif United Liberation Movement for West Papua pada 14 - 17 Oktober 2020 di Jayapura/Port Numbay, West Papua (doc. ULMWP)
No. 1 PAPUA Merdeka News | Portal 

PORT NUMBAY, -- Ketua II Legislatif United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) melalui akun halaman resminya @Buchtar Tabuni mengatakan, Undang-Undang Dasar Sementara Negara Republik West Papua siap untuk diberlakukan di atas teritorial West Papua (Sorong - Merauke). Hal ini dikatakan Buchtar pada Minggu, (29/11/2020).

"Pengumuman kepada seluruh penduduk Bangsa dan Negara Republik West Papua di pulau West Niew Guinea.ULMWP telah berlakukan UUDS Negara Republik West Papua." papar Buchtar di dinding akun facebook resminya (29/11).

Lanjut Tabuni, "Hal-hal menggenai kekuasaan dan peralihan administrasi akan di umumkan dalam waktu tempo yang se-singkat-singkatnya."

Sebelumnya (31/11), Buchtar menyeruhkan kepada seluruh lapisan bangsa Papua, juga pejuang Papua Merdeka secara individu maupun organisasi untuk dapat menyesuaikan diri bertanggung jawab atas diputuskan penetapan Undang-Undang Dasar Sementara untuk kemajuan Papua Merdeka (red).



Posted by: Admin
Copyright ©FB (Buchtar Tabuni) "sumber" 
Hubungi kami di E-Mail ✉: tabloid.wani@gmail.com

Kantor HAM PBB: Jelang Berakhirnya UU OTSUS Papua dan 1 Desember 2020, Situasi Papua Semakin Memburuk

Buletinnusa
Kantor HAM PBB: Jelang Berakhirnya UU OTSUS Papua dan 1 Desember 2020, Situasi Papua Semakin Memburuk
FOTO: Screenshot video komentar pernyataan Juru Bicara Kantor HAM PBB regional Asia Tenggara di Bangkok, Mrs. Ravina Shamdasani, Senin (30/11/2020). (https://ift.tt/3mo51l5)

No. 1 PAPUA Merdeka News
| Portal 

Inggris bersama 81 Negara lain setelah tegas menyatakan keprihatinannya atas situasi West Papua, yang sebelumnya melui Komunike PIF dan resolusi ACP yang mendesak intervensi investigasi masalah Papua oleh Komisi Tinggi HAM PBB, pada hari ini, Senin 30 November 2020 Juru Bicara Kantor HAM PBB regional Asia Tenggara di Bangkok, Mrs. Ravina Shamdasani mengeluarkan pernyataan tegas atas situasi ini.

Simak berikut pernyataan resminya -

Pernyataan Media: Komentar Juru Bicara Kantor Hak Asasi Manusia PBB Ravina Shamdasani tentang Papua dan Papua Barat, Indonesia

BANGKOK / JENEWA (30 November 2020) - Kami terusik dengan meningkatnya kekerasan selama beberapa minggu dan bulan terakhir ini yang terjadi di provinsi Papua dan Papua Barat, serta meningkatnya risiko ketegangan dan kekerasan baru.

Dalam satu insiden pada 22 November, seorang remaja berusia 17 tahun ditembak mati dan seorang remaja berusia 17 tahun lainnya terluka ditembak oleh Polisi, dengan mayat ditemukan di Gunung Limbaga, Distrik Gome di West Papua.

Sebelumnya, pada September dan Oktober 2020 ada rangkaian pembunuhan yang meresahkan setidaknya ada enam individu, termasuk aktivis dan pekerja gereja, serta warga non-pribumi. Sedikitnya dua anggota pasukan keamanan juga tewas dalam bentrokan.

Penyelidikan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menemukan seorang pekerja gereja, Pdt. Yerimia Zanambani, seorang pendeta dari Gereja Injili Protestan, telah dibunuh oleh anggota pasukan keamanan [Indonesia], dan bahwa pembunuhannya hanyalah salah satu “dari serangkaian kekerasan yang terjadi di seluruh kabupaten sepanjang tahun ini.”

Kami juga menerima banyak laporan tentang penangkapan. Setidaknya 84 orang, termasuk Wensislaus Fatuban, seorang pembela hak asasi manusia terkenal dan penasihat hak asasi manusia untuk Majelis Rakyat Papua (MRP) dan tujuh anggota staf MRP, ditangkap dan ditahan pada 17 November oleh pasukan keamanan [Indonesia] di Kabupaten Merauke Provinsi Papua.

Penangkapan mereka terjadi menjelang konsultasi publik yang diselenggarakan oleh MRP tentang implementasi Undang-Undang Otonomi Khusus di provinsi Papua dan Papua Barat. Fatuban dan yang lainnya dibebaskan pada 18 November.

Pakar hak asasi manusia PBB juga telah berulang kali menyatakan keprihatinan yang serius mengenai intimidasi, pelecehan, pengawasan dan kriminalisasi terhadap pembela hak asasi manusia untuk menjalankan kebebasan fundamental mereka.

Kekerasan dan penangkapan baru-baru ini adalah bagian dari tren yang kami amati sejak Desember 2018, menyusul terbunuhnya 19 orang yang bekerja di Jalan Tol Trans-Papua di Kabupaten Nduga oleh oknum bersenjata Papua.

Peningkatan lebih lanjut terjadi pada Agustus 2019, ketika protes anti-rasisme dan kekerasan yang meluas meletus di Papua dan di tempat lain setelah penahanan dan perlakuan diskriminatif terhadap siswa Papua di Jawa.

Pasukan militer dan keamanan telah diperkuat di wilayah tersebut dan telah ada laporan berulang tentang pembunuhan di luar hukum, penggunaan kekuatan yang berlebihan, penangkapan dan pelecehan dan intimidasi terus menerus terhadap pengunjuk rasa dan pembela hak asasi manusia.

Kami prihatin dengan laporan bahwa elemen bersenjata dan milisi nasionalis terlibat aktif dalam kekerasan.

Kami mendesak Pemerintah Indonesia untuk menegakkan hak-hak masyarakat atas kebebasan berekspresi, berkumpul dan berserikat secara damai sejalan dengan kewajiban internasionalnya, terutama menjelang 1 Desember, ketika sering terjadi protes, ketegangan dan penangkapan.

Kami juga meminta pihak berwenang untuk melakukan penyelidikan menyeluruh, independen dan tidak memihak terhadap semua tindakan kekerasan, khususnya pembunuhan, dan untuk semua pelaku - terlepas dari afiliasi mereka - untuk dimintai pertanggungjawaban.

Pada saat pembahasan yang sedang berlangsung terkait UU Otsus, kami mendesak semua pihak untuk bekerja mencegah kekerasan lebih lanjut. Ada kebutuhan mendesak akan sebuah platform untuk dialog yang bermakna dan inklusif dengan masyarakat Papua dan Papua Barat, untuk menangani keluhan ekonomi, sosial dan politik yang berkepanjangan. Ada juga kebutuhan yang jelas untuk memastikan akuntabilitas atas pelanggaran dan pelanggaran hak asasi manusia di masa lalu dan baru-baru ini.


END - 


Simak video pernyataan komentar juru bicara Kantor HAM PBB regional Asia Tenggara Mrs. Ravina Shamdasani berikut ini -


#1Desember #OHRHR #OHRCHR_Bangkok #HumanRight #WestPapua #FreeWestPapua #Referendum #ReferendumWestPapua #PapuaMerdeka


Posted by: Admin
Hubungi kami di E-Mail ✉: tabloid.wani@gmail.com

Minggu, 01 November 2020

Buchtar Tabuni: West Papua Sudah Punya UUDS, Masing-masing Sesuaikan Diri

Buletinnusa
Buchtar Tabuni: West Papua Sudah Punya UUDS, Masing-masing Sesuaikan Diri
FOTO: ULMWP (United Liberation Movement for West Papua) mengumumkan hasil Sidang III Komite Legislatis ULMWP Tahun 2020 pada tanggal 20 Oktober 2020 di Camwolker, Waena, Jayapura - West Papua. (doc. ULMWP)
No. 1 PAPUA Merdeka News | Portal 

PORT NUMBAY | Pasca terlaksananya Sidang Komite Legislatif ULMWP (United Liberation Movement for West Papua) pada tanggal 14 - 17 Oktober 2020 di Port Numbay, Tabi - West Papua dan diumumkannya hasil sidang pada tanggal 20 Oktober 2020 di Camwolker, West Papua, Buchtar Tabuni Ketua II Legislatif ULMWP menyeruhkan kepada seluruh lapisan bangsa Papua, juga pejuang Papua Merdeka secara individu maupun organisasi untuk dapat menyesuaikan diri bertanggung jawab atas diputuskan penetapan Undang-Undang Dasar Sementara untuk kemajuan Papua Merdeka, Sabtu (31/10/2020).

"Kepada terkasih sahabat pejuang Papua merdeka secara individu maupun organisasi dimana saja Anda berada. Sesuaikankanlah dirimu sesuai tugas dan tanggung jawab Anda masing-masing di dalam UUDS karena UUDS akan bergerak maju sesuai kebutuhan perlawanan hari ini." papa Buchtar Tabuni melalui akun pribadinya, @Yineri Tabuni (31/10).

Ia melanjutkan juga, kepada setiap pihak untuk hindari pikiran-pikiran negatif atau berprasangka buruk atas setiap gagasan atau pandangan yang ada, demi terwujudnya cita-cita luhur kita bersama, yaitu keselamatan seluruh makhluk pernghuni West Papua dari ancaman internal maupun eksternal. | Baca juga: (Sidang Legislatif ULMWP: Undang-Undang Dasar Sementara Disahkan!)

Dilansir dari Radio New Zealand (22/10), Dewan Legislatif ULMWP telah mengadakan sidang tahunan ketiga di Jayapura dan memutuskan mengadopsi Undang-Undang Dasar Sementara untuk Negara demokratis, dimana anggaran rumah tangga Gerakan harus ditingkatkan ke status konstitusional sementara, sebagai bagian dari perjalanan untuk mencapai kemerdekaan. Selanjutnya Konstitusi Sementara [UUDS] akan membentuk pemerintahan yang berpedoman pada aturan dan norma demokrasi, hak asasi manusia, dan penentuan nasib sendiri. UUDS dirancang untuk melindungi budaya dan cara hidup West Papua, khususnya hak-hak orang asli Papua, kepemilikan tanah adat dan kesetaraan gender, konstitusi juga membela hak-hak para migran Indonesia di West Papua.

Dalam kutikan, Ketua ULMWP mengatakan penetapan UUDS juga dalam rangka perlindungan lingkungan, semua agama dan setiap makhluk hidup yang ada.

Pemimpin [ULMWP] United Liberation Movement for West Papua Benny Wenda menyambut baik terbentuknya suatu Undang-undang Dasar (UUDS) Sementara yang akan menjadi konstitusi negara merdeka yang diperjuangkan, dikutip Tempo (27/10).

Baca juga:

Posted by: Admin
Copyright ©BT (Yineri) "sumber" 
Hubungi kami di E-Mail ✉: tabloid.wani@gmail.com

Rabu, 21 Oktober 2020

Saatnya ULMWP Harus Merespon Tangisan Rakyat West Papua

Buletinnusa
Saatnya ULMWP Harus Merespon Tangisan Rakyat West Papua
FOTO: Selasa, (20/10), Port Numbay - West Papua, Komite Legislatif (ULMWP) United Liberation Movement for West Papua secara resmi terbuka mengumkan hasil Sidang Tahunan ke-III 2020 yang berlangsung (14-17 Oktober 2020).
No. 1 PAPUA Merdeka News | Portal 

SAATNYA ULMWP BERMETAMORFOSIS

Apa yang terjadi di ULMWP itu bukan keinginan orang perongan, itu bukan sebuah ide gila, tetapi itu langkah strategis sesuai undang-undang tata negara. Kawan-kawan yang tidak setuju dengan ide pembentukan pemerintahan transisi itu bisa disebabkan karena beberapa faktor, misalnya mngkin mereka belum pahami pra syarat berdirinya sebuah negara menurut Undang-undang tata negara. Ataukah mungkin mereka sudah paham tapi tidak suka dengan orang-orang yang ada di dalam ULMWP.

Diplomasi kita telah mengalami pertumbuhan menujuh penyempurnaan, karena itu ULMWP harus bermetamorfosis.

Kita tidak boleh mempertahankan ide kita bahwa ULMWP tidak boleh bikin pemerintahan transisi dan harus tetap sebagai wadah koordinatif. Jadi begini, ULMWP adalah memang wadah koordinatif sejak dideklarasi tanggal 6 Desember 2014, dan oleh leaders / pemimpin MSG melihat ULMWP sebagai lembaga KONSULTATIF STATUS artinya Lembaga yang memiliki legitimasi politik Papua. Karena itu ULMWP telah diterima menjdi OBSERVER di MSG.

Kalo hanya sebagai badan koordinasi saja maka tidak mungkin ULMWP bisa menjadi observer di MSG, tidak mungkin hak menentukan nasib sendiri untuk West Papua bisa masuk dalam keputusan 18 negara PIF bulan Agustus 2019, dan tidak mungkin pula hak menentukan nasib sendiri untuk West Papua bisa menjadi keputusan dalam resolusi 79 negara ACP pada bulan Desember 2019.
Saatnya ULMWP Harus Merespon Tangisan Rakyat West Papua
FOTO: Selasa, (20/10), Port Numbay - West Papua, Komite Legislatif (ULMWP) United Liberation Movement for West Papua secara resmi terbuka mengumkan hasil Sidang Tahunan ke-III 2020 yang berlangsung (14-17 Oktober 2020).
Perjuangan kita telah jauh mengalami lonjakan diplomasi yang sangat siknifikan. Diplomasi ULMWP telah menembus sekat Yuridiksi Bilateral, Yuridiksi Sub regioanal, yuridiksi Regional dan internasional.

Kita tidak boleh berjalan ke belakang lagi, perjuangan kita hrs maju memenuhi intrumen internasional guna mempersiapkan perangkat negara kita menjelang keputusan internasional.

Jadi apa yg terjdi di ULMWP saat ini bukanlah keinginan Buchtar Tabuni atau Benny Wenda atau Edison Waromi atau Jacob Rumbiak, Rex Rumakiek, Paula Makabori atau Juga Oridek Ap --- Tetapi itu adalah pra syarat internasional guna persiapan mendirikan Negara Republik West Papua.

Kita harus mempersiapkan segala hal yang berkaitan dengan standing posisi Bangsa Papua dalam satu lembaga setingkat negara guna menghadapi sebuah pemilu demokratis pertama kali di dalam sistem negara Papua dibawah kontrol Perserikatan Bangsa bangsa (PBB).
____
Oleh: Jack Wanggai, juru bicara Departemen Politik ULMWP


Posted by: Admin
Copyright ©Jack Wanggai "sumber" 
Hubungi kami di E-Mail ✉: tabloid.wani@gmail.com

Minggu, 18 Oktober 2020

Sidang Legislatif ULMWP: Undang-Undang Dasar Sementara Disahkan!

Buletinnusa
Sidang Legislatif ULMWP: Undang-Undang Dasar Sementara Disahkan!
FOTO: Pimpinan Dewan Legislatif ULMWP (ist)
No. 1 PAPUA Merdeka News | Portal 

PORT NUMBAY - Bocoran informasi dari lingkaran dalam United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) yang mengkampanyekan West Papua merdeka di Port Numbay, ibu kota Negara Republik West Papua menyebutkan, Legislatif atau West Papua Council telah resmi mengesahkan Konstitusi Sementara Pemerintah Republik West Papua (Provisional Constitution of West Papua) dan ditandatangani oleh Dewan, dalam sidang yang berlangsung tanggal 14 - 17 Oktober 2020, di Port Numbay (Jayapura), Papua. 

Konstitusi Sementara akan diserahkan ke negara-negara Melanesia dan khususnya Forum Kepulauan Pasifik, Afrika-Pasifik-Karibia (ACP) dan khususnya ke MSG (Melanesian Spearhead Group) untuk mendapatkan keanggotaan penuh di MSG.

UUD Sementara memiliki perintah konstitusional dan mandat kepada Legislatif ULMWP untuk membentuk pemerintahan dan mengumumkannya kepada dunia. 

Lingkaran dalam di sayap militer (West Papua Army - WPA) mengatakan pengesahan konstitusi sementara ini telah memungkinkan orang Melanesia di West Papua untuk mengatur dan menjalankan urusan kita sesuai dengan hukum, bukan di luar hukum, tidak tanpa hukum, dan tidak bertentangan dengan hukum.

Mulai saat ini terlihat jelas bahwa West Papua sebagai wilayah saat ini memiliki landasan hukum untuk mengatur dan menjalankan kehidupan sehari-hari. 

Orang-orang di tanah dan di hutan merayakan peristiwa bersejarah ini. Orang-orang di kota juga akan merayakannya di minggu yang akan datang, dalam doa, perayaan adat dan upacara resmi.


Posted by: Admin
Copyright ©Papua-press.com "sumber" 
Hubungi kami di E-Mail ✉: tabloid.wani@gmail.com

Tiga Racun dalam Papua Merdeka (1)

Buletinnusa
Tiga Racun dalam Papua Merdeka (1)
Gambar ilustrasi
No. 1 PAPUA Merdeka News | Portal 

Jenderal WPRA Amunggut Tabi dalam salah satu pengarahan kepada pasukannya di Markas Pusat Tentara Revolusi West Papua (WPRA) di Yako, Papua Nugini bahwa ada tiga racun yang telah menghancurkan kampanye kita untuk kemerdekaan West Papua yaitu egoisme, bergosip, dan ketakutan.

Yang pertama adalah Racun yang disebut "An-An" atau "Saya-Saya"

Dalam bahasa Lani di West Papua disebut “An-an“, artinya hanya saya, tidak ada orang lain. Mari kita ingat dua cerita dalam Alkitab. Satu adalah jatuhnya Lucifer sebagai Pemimpin dari semua Pujian dan Penyembahan di hadapan Tuhan. Dan yang kedua adalah jatuhnya umat manusia ke dalam dosa.

Lucifer adalah Malaikat terdekat dengan Tuhan dari semua malaikat. Ia berkata, “An Ala nda’ndak arikit !,” mbaregerak, yang artinya ia memilih sendiri, untuk menjadi sama dengan Tuhan. Dia berkata, "Saya ingin menjadi sama dengan Tuhan!" Ini yang disebut dengan pernyataan "an-an" atau egosentris, ambisi egosentris.

Kisah kedua tentang keracunan yang dicatat dalam Alkitab dapat ditemukan dalam Kejadian Pasal 3. Di Taman Eden, ketika Lucifer mendatangi wanita pertama yaitu Hawa dan berkata.

ayat 5 “Karena Tuhan tahu bahwa pada hari kamu memakannya, matamu akan terbuka dan kamu akan menjadi seperti Tuhan, mengetahui yang baik dan yang jahat.”…

Lucifer menanamkan penyakit egosentris yang sama, yaitu "menjadi sama seperti Tuhan" dari dirinya sendiri ke ras manusia. Dan racun ini membuat Hawa jatuh ke dalam dosa dan dia memakan buahnya. Cerita berlanjut, Adam juga ingin menjadi "Tuhan" dan itu sebabnya dia juga memakan buahnya.

Racun "ingin menjadi Tuhan" ada bersama kita semua umat manusia. Secara psikologis, ini disebut “ego”. Inilah mengapa banyak buku telah ditulis tentang bagaimana mengontrol, bagaimana menyikapi dan bahkan bagaimana mengalahkan ego diri sebelum mengalahkan musuh di luar. Ego dipandang sebagai musuh diri.

Jenderal Tabi mengatakan, para pemimpin egosentris akan memikirkan hal-hal berikut:

  1. Tidak ada orang lain yang bisa melakukan yang terbaik untuk kemerdekaan West Papua. Hanya diriku yang bisa memerdekakan West Papua.
  2. Saya tidak mempercayai orang lain, mereka tidak mampu memerdekakan West Papua. Saya curiga orang lain itu dibayar dan digunakan oleh Indonesia. Saya hanya percaya diri saya sendiri, oleh karena itu, saya satu-satunya orang terbaik untuk memerdekakan West Papua.
  3. Ini adalah usaha saya, pekerjaan saya, ide saya sendiri, konsep saya, milik saya, oleh karena itu, saya harus menjadi pemimpin, komandan, ketua, presiden, tidak ada orang lain yang mengambil posisi ini, karena saya yang membawa perjuangan ini ke tingkat pencapaian ini. '
  4. Saya satu-satunya orang di atau dari West Papua yang mampu melakukan hal-hal yang saya lakukan. Tidak ada yang akan terjadi seperti ini tanpa saya.
Dengan pola pikir tersebut, mereka akan berkata seperti ini di depan umum

  1. Saya Panglima Tertinggi, dan saya satu-satunya, tidak ada orang lain, yang akan memerdekakan West Papua;
  2. Saya adalah pemimpin ULMWP, dan saya satu-satunya, tidak ada orang lain, yang akan memerdekakan West Papua; kalau kamu menggantikan saya, kamu tidak akan merdeka dari penjajahan, jadi ajukan argumen apapun yang membuatku berada di posisi ini.
  3. Kami satu-satunya organisasi yang mampu memerdekakan West Papua, oleh karena itu setiap organisasi atau kelompok yang mengkampanyekan kemerdekaan West Papua harus bergabung. Jika mereka yang tidak bergabung dengan kami maka harus dimusnahkan.
Ego adalah: Sebuah Racun

Dengar, saya tidak mengatakan ini virus. Dan saya juga tidak mengatakan ini sebagai penyakit. Tapi saya katakan, ini racun. Tahukah Anda apa itu racun?

Inilah yang dikatakan Wikipedia, tentang racun:

Istilah "racun" sering digunakan dalam bahasa sehari-hari untuk menjelaskan zat berbahaya apa pun — terutama zat korosif, karsinogen, mutagen, teratogen, dan polutan berbahaya, dan untuk melebih-lebihkan bahaya bahan kimia. …

Demikian juga definisi dari Britanica.com tentang racun berikut

Racun, dalam biokimia, suatu zat, alami atau sintetis, yang menyebabkan kerusakan pada jaringan hidup dan memiliki efek yang merugikan atau fatal pada tubuh, baik itu tertelan, terhirup, atau diserap atau disuntikkan melalui kulit.

Egosentris adalah substansi berbahaya dalam perjuangan kolektif untuk tujuan kolektif seperti Kampanye Papua Merdeka. Ketika semua orang di dalam perjuangan sangat terikat pada perjuangan, maka perjuangan itu menjadi begitu pribadi, egosentris, dan dengan demikian begitu merusak.

Ini adalah “bio” dan “kimia”, itu ada dalam makhluk hidup, (bio) dan bersifat kimiawi. Ini menyebabkan kerusakan jaringan hidup. Individu egosentris, pemimpin egosentris beracun. Mereka menghancurkan jaringan hidup dalam suatu perjuangan.

Ego yang kuat penting untuk kepercayaan diri dan kepemimpinan yang kuat, tetapi terlalu banyak egoisme adalah racun.

Sekarang, lihat dan perhatikan dalam dirimu

Lihatlah para panglima militer di West Papua, lihat ketua para pemimpin dalam Kampanye Papua Merdeka seperti
  1. Pimpinan Parlemen,
  2. Pemimpin Eksekutif ULMWP,
  3. Pemimpin OPM,
  4. Presiden / Perdana Menteri NRFPB,
  5. Ketua / Pimpinan KNPB, dan lainnya.
Jika Anda salah satu dari mereka yang tidak ingin mengikuti konstitusi organisasi Anda dan ingin memperpanjang masa kepemimpinan Anda, maka Anda harus mengakui bahwa Anda adalah pemimpin yang egosentris.

Lanjut Jenderal Tabi,
Jika Anda adalah salah satu dari mereka yang tidak pernah mengubah posisi Anda dan selalu berada di sana selama lebih dari 10 tahun, maka Anda adalah racun

Berlanjut....


Posted by: Admin
Copyright ©wpa_blognews "sumber" 
Hubungi kami di E-Mail ✉: tabloid.wani@gmail.com

Selasa, 13 Oktober 2020

Ini Waktunya Elit Papua Hubungi ULMWP dan Tentukan Sikap atau Kita akan Menyesal Seumur Hidup

Buletinnusa

No. 1 PAPUA Merdeka News
|
Portal

Oleh: Jack Wanggai)*

Ini Saatnya Elit Birokrasi Papua Hubungi ULMWP – Tentukan Sikap Sekarang Atau Kita akan Menyesal Seumur Hidup

Tahun 2021 Sudah di Ambang Pintu

Mumpung masih ada kesempatan untuk kita menentukan nasib anak cucu kita, jangan korbankan generasi Papua yang akan datang, mari kita kembalikan Undang-Undang Otonomi Khusus dan menentukan nasib bangsa Papua.

Ini saatnya semua birokrasi Papua yang ada di pusat dan daerah bergabung dengan ULMWP untuk menyatakan bahwa masa integrasi Papua di Indonesia sudah selesai dan saatnya Indonesia dan ULMWP berunding di bawah kontrol Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Elit birokrasi Papua segera bangun komunikasi intens dengan para toko Gereja Papua untuk menyamakan presepsi dengan ULMWP. Elit birokrasi Papua jangan alergi dengan anak-anak adat Papua yang ada di ULMWP.

Ketahuilah bahwa ULMWP adalah corong dan alat yang dipakai oleh Tuhan untuk menjadi Musa dan Harun untuk menghadap Firaun di Istana kerajaan Indonesia.

Elit Birokrasi Papua Jangan keraskan hatimu, mohon segera kirim orang kepercayaan kamu untuk bertemu dengan pengurus ULMWP yang telah ada di seluruh tujuh Wilayah Adat Papua.

Elit Birokrasi Papua jangan berkolaborasi dengan Raja FIRAUN masa kini di Indonesia untuk memperpanjang penderitaan rakyat bangsamu Papua.

Ingatlah bahwa suatu saat di akhir masa jabatanmu di resim kolonial indonesia ini nanti mereka akan mencari celah hukum untuk menghukum kalian, mantan Gubernur Papua Bpk Barnabas Suebu telah menjadi bukti hidup hari ini.

Baca juga: (ULMWP adalah Roh OPM - Dulu OPM, Sekarang Namanya ULMWP)

Pengabdian Barnabas Suebu kepada Pancasila dan UUD 1945 tetapi dia kemudian dihukum penjara dan akhirnya dia katakan bahwa : "saya sangat menyesal karena telah menjadi warga negara Indonesia ".

Menjelang berakhirnya 20 tahun implementasi Undang-Undang Otonomi Khusus Papua ini, mari kita insyaf dan sadar bahwa kita semua telah membawa rakyat Papua kepada jurang kebinasaan di dalam sistem negara Indonesia.

Inilah saatnya, inilah waktunya, inilah momentumnya, jangan salah kaprah, jangan lagi duduk makan bersama Kolonial Indonesia di istana negaranya.

Jika anda terlambat ambil keputusan dan setuju melanjutkan Undang-Undang Otsus maka barisan nasionalis Papua akan mempersiapkan skenario terburuk untuk setiap kita yang bekerja sama dengan kolonial.

Ingatlah anak-anak dan cucu-cucu serta cecet yang akan datang tidak memiliki masa depan di dalam sistem negara Indonesia.

Saya berkeyakinan bahwa Nubuatan Rasul Ishak Samuel Kijne tentang Papua bahwa: Sekalipun Bangsa-Bangsa memiliki Ilmu pengetahuan tinggi, marifat dan budi pekerti, tetapi mereka tidak akan mampu membangun bangsa Papua, kecuali bangsa Papua ini bangkit untuk memimpin bangsanya sendiri. | Baca ini: (ULMWP Otoritas Bangsa Papua Menuju Negara West Papua)

Nubuatan itu pasti akan terjadi sesuai KAIROS [waktu] TUHAN.

Saat nya elit birokrasi Papua segera menghubungi dan membangun komunikasi intens dengan pengurus ULMWP yang ada di tujuh wilayah adat Papua.

ULMWP sedang menunggu sebelum pintu bahtera Nuh akan ditutup.
_______

)*Penulis adalah pejuang kemerdekaan Papua.


Posted by: Admin
Copyright ©Jack Wanggai "sumber"
Hubungi kami di E-Mail ✉: tabloid.wani@gmail.com

Sabtu, 26 September 2020

WARNING Keras⚠️ — Kepada MRP, DPRD, DPD, Bupati, Gubernur serta Elit Politik Jakarta-Papua Lainnya

Buletinnusa
WARNING Keras⚠️ — Kepada MRP, DPRD, DPD, Bupati, Gubernur serta Elit Politik Jakarta-Papua Lainnya
No. 1 PAPUA Merdeka News | Portal 

Oleh: Orang Tua Akar Rumput

JAYAPURA | Fakta 2020, 1.8 juta rakyat West Papua dari (Sorong — Merauke) secara Nyata sedang menyatakan tolak Otsus dan gelar Referendum Kemerdekaan West Papua.

Oleh karena itu, M A K A kami ingatkan. . . .

Jangan ada satu/dua kutu busuk pun orang atau lembaga elit birokrasi kolonial di Papua yang yang muncul kesiangan sebagai malaikat penyelamat dan mengatasnamakan rakyat West Papua untuk bicara tentang penolakan Otonomi Khusus! Hati-hati kau!

Ini tegas!

Ko mau MRP ka... DPRP ka... DPD ka... Gubernur ka... Bupati ka... Walikota ka... kalian semua hati-hati...!!! Jika ada orang elit kolonial atau lembaga kolonial yang muncul dan bicara tentang penolakan Otsus, rakyat akan cari dari rumah-ke-rumah!!!

Sudah lama rakyat dijajah habis-habisan oleh kalian yang menjadi benalu pengisap darah bangsa!!!

Kalian semua hati-hati...
Biarkan suara tunggal penolakan Otsus itu dinyatakan oleh rakyat West Papua melalui lembaga politik Papua Merdeka yang resmi dan legal, yaitu ULMWP... TITIK..!!!

ULMWP satu-satunya lembaga Papua Merdeka yang akan menyatakan sikap untuk penolakan Otonomi Khusus...!!!

Tunggu sikap ULMWP!!!

Warning ini ditunjukan kepada elit KOLONIAL LOKAL di Papua dan Jakarta yang selama ini menjadi Aktor Pengisap Darah bangsa Papua, TITIK!!!

Baca juga:
__________

TOLAK Otsus,
Dukung ULMWP dan Gelar Referendum!!!



Posted by: Admin
Copyright ©Orang Tua Akar Rumput 
"sumber"
Hubungi kami di E-Mail ✉: tabloid.wani@gmail.com

Kamis, 24 September 2020

West Papua Army (WPA) Dibentuk atas Kehendak Tiga Komando

Buletinnusa
FOTO: Tiga (3) komando militer Papua antara lain TRWP [Tenatar Revolusi West Papua], TNPB [Tentara Nasional Papua Barat] dan TNPB [Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat] bersatu dalam The West Papua Army (WPA) atau Tentara West Papua. (Image: doc. ULMWP)
No. 1 PAPUA Merdeka News | Portal 

PORT NUMBAY | West Papua Army (WPA) terdiri dari penyatuan tiga komando sayap militer West Papua yaitu; TPNPB (Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat), TNPB (Tentara Nasional Papua Barat) dan TRWP (Tentara Revolusi West Papua) yang masing-masing memiliki Markas Komando dan Disiplin Militernya dari Sorong – Merauke.

WPA (West Papua Army) dibentuk atas kehendak dari Tiga Komando tersebut yang disampaikan dan direkomendasikan melalui KTT ULMWP tahun 2017, di Vanuatu.

West Papua Army dibentuk berdasarkan Prinsip Rekonsiliasi dan Konsolidasi Internal Militer atas Kehendak Luhur dari Tiga Komando yang memiliki Sejarah Gerilya Sejak 1964 - Batalyon Kasuari dan Mambruk dan juga 1973 – TPN.PMK dan TAPENAL.

Komando TPNPB, TNPB dan TRWP mereka telah memutuskan dan melahirkan sebua Nama Persatuan Militer yaitu WPA (West Papua Army), namun belum dileburkan dalam satu Struktur Komando dengan alasan yang sangat mendasar, tapi dikemudian hari akan dipertimbangkan Format dan Bentuk Struktur yang Efektif dan bisa disepakati bersama.

Format Persatuan sementara yang disepakati yaitu WPA mendukung penuh dan berkoordinasi dengan ULMWP, sebagai Komando Politik.
_________
Penulis adalah Kepala Departemen Pertahanan dan Keamanan ULMWP (United Liberation Movement for West Papua).


Posted by: Admin
Copyright ©ULMWP "sumber" 
Hubungi kami di E-Mail ✉: tabloid.wani@gmail.com

Kamis, 17 September 2020

TNI-Polri Merupakan Akar/Jantung Persoalan Kekerasan dan Kejahatan Kemanusiaan di Papua Sejak 1 Mei 1963

Buletinnusa
TNI-Polri Merupakan Akar/Jantung Persoalan Kekerasan dan Kejahatan Kemanusiaan di Papua Sejak 1 Mei 1963
Tentara Indonesia (TNI) menyelimuti warga ketika melakukan aksi protes atas peristiwa rasisme Papua di Mimika, Papua, Rabu (21/8/2019). Antara - Sevianto Pakiding

No. 1 PAPUA Merdeka News | Portal 

#Fakta/Realita

Oleh Gembala Dr. Socratez S.Yoman, MA

A. PENDAHULUAN

"...Tentara yang telah diutus merupakan kelompok yang cukup mengerikan. Seolah-olah di Jakarta mereka begitu saja dipungut dari pinggir jalan. Mungkin benar-benar demikian." (Pastor Frans Leishout, OFM).

“Ada kesan bahwa orang-orang Papua mendapat perlakuan seakan-akan mereka belum diakui sebagai manusia. Kita teringat pembunuhan keji terhadap Theys Eluay dalam mobil yang ditawarkan kepadanya unuk pulang dari sebuah resepsi Kopassus.”

“Situasi di Papua adalah buruk, tidak normal, tidak beradab, dan memalukan, karena itu tertutup bagi media asing. Papua adalah luka membusuk di tubuh bangsa Indonesia.” (hal.255).

“…kita akan ditelanjangi di depan dunia beradab, sebagai bangsa yang biadab, bangsa pembunuh orang-orang Papua, meski tidak dipakai senjata tajam.” (hal.257). (Sumber: Franz: Kebangsaan, Demokrasi, Pluralisme Bunga Rampai Etika Politik Aktual, 2015).

Pastor Frans Lieshout memberikan kesaksian tentang pengalaman hidupnya sebagai berikut:

"Pada tanggal 1 Mei 1963 datanglah orang Indonesia. Mereka menimbulkan kesan segerombolan perampok. Tentara yang telah diutus merupakan kelompok yang cukup mengerikan. Seolah-olah di Jakarta mereka begitu saja dipungut dari pinggir jalan. Mungkin benar-benar demikian."
( Sumber: Pastor Frans Lieshout OFM: Gembala dan Guru Bagi Papua, 2020, hal. 593).

Pastor Frans Leishout,OFM melayani di Papua selama 56 tahun sejak tiba di Papua pada 18 April 1969 dan kembali ke Belanda pada 28 Oktober 2019. Pastor Frans dalam surat kabar Belanda De Volkskrant ( Koran Rakyat) diterbitkan pada 10 Januari 2020, menyampaikan pengalamannya di Tanah Papua.

" Saya sempat ikut salah satu penerbangan KLM yang terakhir ke Hollandia, dan pada tanggal 1 Mei 1963 datanglah orang Indonesia. Mereka menimbulkan kesan segerombolan perampok. Tentara yang telah diutus merupakan kelompok yang cukup mengerikan. Seolah-olah di Jakarta mereka begitu saja dipungut dari pinggir jalan. Mungkin benar-benar demikian."

"Saat itu saya sendiri melihat amukan mereka. Menjarah barang-barang bukan hanya di toko-toko, tetapi juga di rumah-rumah sakit. Macam-macam barang diambil dan dikirim dengan kapal itu ke Jakarta. Di mana-mana ada kayu api unggun: buku-buku dan dokumen-dokumen arsip Belanda di bakar." (2020: hal. 593).

Pastor Frans menggambarkan tentang siapa sebenarnya Indonesia. "Wajah Indonesia dari semula wajah sebuah kuasa militer." (hal. 594).

Amirudin al Rahab membenarkan dan memperkuat, "...orang-orang Papua secara perlahan, baik elite maupun jelata juga mulai mengenal Indonesia dalam arti sesungguhnya. Singkatnya dalam pandangan orang Papua, ABRI adalah Indonesia, Indonesia adalah ABRI." (Sumber: Heboh Papua, 2010, hal.43.

Dalam laporan bulanan Dewan Gereja Papua (WPCC) pada 5 Juli 2020 yang berjudul: "OTSUS PEMBAMGUNAN INDONESIA UNTUK KESEJAHTERAAN RAKYAT PAPUA SUDAH MATI", diuraikan perilaku dan wajah penguasa Indonesia.

"Begitu mendapat tempat di Papua setelah UNTEA tanggal 1 Mei 1963, para elit yang menampakkan kekuatannya dan membakar semua buku, dokumen-dokumen, jurnal dan semua tulisan tentang Sejarah, etnografi, penduduk, pemerintahan, semua dibakar di depan orang banyak di halaman Kantor DPRP sekarang di Jayapura" (Lihat, Acub Zainal dalam memoarnya: I Love the Army).

Brigadir Jend. Acub Zaenal (PANGDAM 17 TRIKORA kala itu, dan Gubernur Irian Barat ) dalam Testimoninya : " Betapa malunya saya semua rumah di Jayapura dan Biak, para pendatang itu menjarah kursi, lemari,kulkas es, tempat tidur, kain Gordyn, karpet. Dan yang lebih memalukan adalah mereka mencongkel grandle pintu ikut dicuri."

"Pada awal Juni 1963 banyak putra dan putri Irian Barat yang Pegawai Negeri dihentikan dan digeser dan digantikan oleh petinggi Indonesia yang baru datang. Di Jayapura dan Biak perampokan yang dilakukan para pendatang yang masuk ke rumah-rumah pegawai dan menjarah barang-barang berupa: pesawat radio, radio, tempat tidur dan lemari es, pakaian bahkan hasil-hasil kebun mereka ambil dan bawa pergi. Ini terjadi beberapa kota di Papua sejak Mei sampai Juni 1963." (Sumber: Resolusi Partai Nasional Indonesia (PNI) Daerah Irian Barat, 6 Juni 1963, No.2/PN-II/1973).

"Mereka mendatangi ke rumah-rumah yang baru ditinggalkan petinggi pemerintah Belanda dan kantor-kantor pemerintah, mengambil/merampok semua barang-barang dari rumah-rumah dan kantor-kantor peninggalan Belanda, kemudian dinaikkan ke mobil/truk yang sudah diparkir untuk dibawa keluar Papua. Setelah merampok barang-barang dari rumah dan kantor pemerintah Belanda, kloter/rombongan lain masuk lagi ke rumah-rumah para pegawai orang Papua: di kota Biak, Kotabaru (Jayapura) para elit Indonesia ambil barang-barang dan mereka bawa unruk dikirim keluar Papua. Belakangan Presiden Soekarno sendiri menyampaikan teguran lewat pidato Dwwan Pengurus Partai Nasional." 
(Sumber: Resolusi Partai Nasional Indonesia (PNI) Dalam Rapat Dewan Daerah ke I tanggal 9 Djuni 1963).

Peristiwa lain, "pada bulan April 1963, Adolof Henesby Kepala Sekolah salah satu Sekolah Kristen di Jayapura ditangkap oleh pasukan tentara Indonesia. Sekolahnya digebrek dan cari simbol-simbol nasional Papua, bendera-bendera, buku-buku, kartu-kartu, sesuatu yang berhubungan dengan budaya orang-orang Papua diambil. Adolof Henesby dibawa ke asrama tentara Indonesia dan diinterogasi tentang mengapa dia masih memelihara dan menimpan lambang-lambang Papua" (TAPOL, Buletin No.53, September 1982).

"Pembakaran besar-besaran tentang semua buku-buku teks dari sekolah, sejarah dan semua simbol-simbol nasionalisme Papua di Taman Imbi yang dilakukan ABRI (sekarang:TNI) dipimpin oleh Menteri Kebudayaan Indonesia, Mrs.Rusilah Sardjono."

Presiden Republik Indonesia, Ir. Sukarno mengeluarkan Surat Larangan pada Mei Nomor 8 Tahun 1963.

"Melarang/menghalangi atas bangkitnya cabang-cabang Partai Baru di Irian Barat. Di daerah Irian Barat dilarang kegiatan politik dalam bentuk rapat umum, demonstrasi-demonstrasi, percetakan, publikasi, pengumuman-pengumulan, penyebaran, perdagangan atau artikel, pemeran umum, gambaran-gambaran atau foto-foto tanpa ijin pertama dari gubernur atau pejabat resmi yang ditunjuk oleh Presiden."

Perampokan dan penjarahan yang dilakukan militer Indonesia digambarkan Djopari sebagai berikut.

"...Belanda waktu berangkat meninggalkan Irian Barat, meninggalkan segala sesuatu yang merupakan sarana umum dan milik pribadi kepada pemerintah setempat serta kenalan atau bawahannya. Dalam hal ini adalah berbagai perlengkapan militer di asrama-asrama militer, perlengkapan di kantor-kantor pemerintah, sarana-sarana di lapangan terbang dan pelabuhan, perlengkapan rumah dinas lengkap dan rumah-rumah pribadi lengkap. Setelah tanggal 1 Mei 1963 masyarakat di kota-kota Jayapura, Biak Manokwari dan Sorong menyaksikan berbagai fasilitas untuk digunakan di Irian Jaya itu diangkut ke daerah Indonesia lain menggunakan transportasi yang ada apakah itu tempat tidur, kasur, mesin cuci, kaca nako, wash tafel, oven, sepeda, vesva, kipas angin, tangga pesawat terbang di lapangan terbang internasional Mokmer Biak, dan dok apung di Manokwari." (Djopari, 1993, hal.83, baca: Yoman, Pintu Menuju Papua Merdeka: 2001, hal.49).

Filep Karma dalam bukunya: "Seakan Kitorang Setengah Manusia" mengatakan:

"...Mereka (baca: Indonesia) memandang, menganggap dan memperlakukan orang Papua sebagai setengah manusia, tidak diakui sebagai manusia pada umumnya."

"Kemudian terjadi perampasan hak-hak orang Papua, antara lain tanah, posisi di pemerintahan, atau pun perusahaan-perusahaan swasta, yang dimiliki orang Papua. Perusahaan-perusahaan itu kadang-kadang diambil alih."

"Contoh, dulu di Papua, ada perusahaan Nieuwnhuijs, yang dimiliki keluarga saya, Rumpaisum itu diambil alih oleh orang asal Manado. Sekarang perusahaan itu milik mereka, bergerak dalam ekspedisi muatan kapal laut."

Kesakasian anak kandung Rumpaisum pada 15 Agustus 2020 kepada penulis sebagai berikut.

"Cerita tentang Ekspedisi Niewenhuijz atau Varuna pura itu benar yang memimpin Direktur Utama adalah papa kandung saya, yaitu Max Fredinand Rumpaisun tinggal di Jl Percetakan No 2 Jayapura, yg sekarang Bank Indonesia. Saya pun merasakan ketidakadilan Indonesia. Rumah kami di rampas oleh Swaja dengan memutar balik fakta akte tanah, di tahun 1979. Saat itu saya kelas 2 SD dan papa saya ada di Jakarta persiapan ke Belanda. Dan tanah papa saya juga yang sekarang kompleks PLN di dekat bandara Sentani pun dirampas sekitar 2,5 hektar.
Walaupun saat itu saya baru berusia 8 tahun lebih. Tetapi terasa kekejaman militer saat kami dipaksa keluar dari rumah di jl percetakan. Akhir cerita papa saya terpaksa pulang dari Jakarta padahal 3 hari lagi beliau sudah berangkat ke Belanda, dengan harapan dua perkara ini selesai tetapi ternyata papa kalah. Bayangkan saya terbiasa hidup mewah lama kelamaan hidup susah.Tetapi, papa selalu menanamkan bahwa itu hanya harta dunia. Carilah kerajaan Allah maka segalanya akan didapatkannya. Amin. Dengan campur tangan Allah Bapak di sorga saat ini saya sudah menjadi seorang anak terdidik."

"Contoh lain, di Jayapura, di Jalan Irian-kalangan pejuang sebut Jalan Merdeka-hampir semua toko yang dimiliki orang Papua pada tahun 1960-an, sekarang bukan orang Papua lagi. Toko-toko tersebut sudah berpindah tangan kepada non-Papua. Diambil alih dengan cara kasar. Kadang dengan menuduh orang Papua tersebut OPM, maka saat itu ditangkap, semua asetnya berpindah tangan ke non-Papua."

"Contoh lain lagi. Sebuah pompa bensin Samudera Maya di Dok V Bawah, Jayapura, milik seorang Belanda. Ketika Belanda pulang, sekitar tahun 1961 dan 1962, pemiliknya menyerahkan pompa bensin kepada Herman Wayoi, lengkap dengan semua surat-surat hak kepemilikan dan izin usaha. Sewaktu masuk tentara Indonesia, pomba bensin tersebut diambil paksa dari Herman Wayoi. Dia dituduh OPM, ditahan oleh militer, lalu tanpa sidang, beliau dipenjara dalam penjara militer beberapa tahun. Perusahaan tersebut tetap jadi milik Angkatan Darat." (Karma, 2015, hal.7-8, baca: Melawan Rasisme Dan Stigma di Tanah Papua, 2020, hal.220)

Lazarus Sawias menggambarkan kehidupan orang Asli Papua sebelum Indonesia menduduki dan menjajah Papua.

"Kita pernah punya perusahaan pengadaan kayu di Manokwari untuk mensupplay kebutuhan kayu buat rumah-rumah di Papua. Di sini juga ada galangan atau doking kapal terbesar di Pasifik Selatan. Di sini, di New Guinea, sekarang West Papua, tepatnya di Hamadi ada sekolah Zeevaart (Sekolah Pelayaran) pemuda-pemudi dari Pasifik Selatan menimba ilmu di sekolah ini. Kita juga punya Rumah Sakit di Dok 2 Hollandia (Jayapura) termewah dan terlengkap di Pasifik Selatan, pasien-pasien dari Pasifik Selatan dapat dirujuk di Rumah Sakit ini. Semuanya hancur setelah Indonesia menduduki dan menjajah Papua." (Yoman:2020,hal.221).

Pada tahun 1965-1968 di Saosapor, Werur, Kwoor dan Fev, Tambrauw, pasukan ABRI memotong leher orang dan membawa kepala itu keliling seluruh kampung untuk teror dan intimidasi orang asli Papua supaya dalam Pepera 1969 memilih Indonesia. Bahkan di Sorong ABRI menembak mati Otniel Safkaur, Abner Asmuruf, Yohanes Kareth, Kristian Kareth, Saul Kareth, Kalep Jepse, Kosmos Nauw, Adam Kambuaya, Elia Kambuaya, Musa Keba, Adam Korain, Howard Jitmau dan Sehu Jitmau dan masih banyak lagi di seluruh Tanah Papua.

B. ABRI MENGHANCURKAN MASA DEPAN ORANG ASLI PAPUA DALAM PEPERA 1969

Pelaksanaan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) pada 14 Juli - 2 Agustus 1969, rakyat dan bangsa West Papua tidak ikut terlibat memilih menjadi bagian dari Indonesia. Karena dari jumlah penduduk orang asli Papua 809.337 orang pada saat Pepera 1969. Dari jumlah penduduk ini ABRI (kini:TNI) memilih dan menyeleksi 1 025 orang.

Berarti orang asli Papua yang tidak pernah ikut berpartisipasi dan memilih untuk tinggal dengan Indonesia sebanyak 808.332 orang dalam proses Pepera pada 14 Juli-2 Agustus 1969. Perlu ditegaskan bahwa 1.025 orang adalah pilihan ABRI bukan pilihan orang asli Papua. Peserta Dewan Musyawarah Pepera (DMP) berada dibawah teror, intimidasi dan tekanan moncong senjata ABRI.

Dalam proses dimasukkannya Papua ke dalam wilayah Indonesia, militer Indonesia memainkan peran sangat besar dalam proses pelaksanaan dan sesudah Pepera 1969.  Berbagai dokumen militer telah menunjukkan hal ini.  Salah satunya adalah Surat Telegram Resmi Kol. Inf. Soepomo, Komando Daerah Militer XVII Tjenderawasih Nomor: TR-20/PS/PSAD/196, tertanggal 20-2-1967, berdasarkan Radio Gram MEN/PANGAD No.: TR-228/1967 TBT tertanggal 7-2-1967, perihal: menghadapi referendum di IRBA tahun 1969.

Dikatakan di sana,   “Mempergiatkan segala aktivitas di masing-masing bidang dengan mempergunakan semua kekuatan material dan personil yang organik maupun  yang B/P-kan baik dari Angkatan darat maupun dari lain angkatan. Berpegang teguh pada pedoman. Referendum di IRBA tahun 1969 harus dimenangkan, harus dimenangkan. Bahan-bahan strategis vital yang ada harus diamankan. Memperkecil kekalahan pasukan kita dengan mengurangi pos-pos yang statis. Surat ini sebagai perintah OPS untuk dilaksanakan. Masing-masing koordinasi sebaik-baiknya. Pangdam 17/PANG OPSADAR”.

Surat Rahasia Kolonel Infateri Soemarto yang diterbitkan Surat Kabar Nasional Belanda, NRC Handdelsblad, 4 Maret 2000. “Pada tahun 1969 Pemerintah Indonesia memanipulasi Pepera (Act of Free Choice) tentang status resmi Dutch New Guinea (Irian Jaya). Dengan seluruhnya berarti, wajar atau tidak wajar, Jakarta menginginkan untuk menghalangi orang-orang asli Papua dalam pemilihan melawan bergabung dengan Indonesia. Ini tampak dari yang disebut dengan “perintah rahasia” dalam bulan Mei 1969 yang diberikan oleh Soemarto, Komandan orang Indonesia di Merauke, bupati daerah itu…”(Sumber: Dutch National Newspaper: NRC Handdelsbald, March 4, 2000).

Laporan Hugh Lunn, wartawan Australia, menyatakan,  “Di Manokwari, sementara dewan memberikan suara, pemuda-pemuda Papua dari luar ruang pertemuan bernyanyi lagu gereja “sendiri, sendiri”. Untuk menangani ini tentara orang-orang Indonesia menangkap dan melemparkan mereka dalam mobil dan membawa mereka pergi pada satu bak mobil. Hugh Lunn, wartawan asing yang hadir, diancam dengan senjata oleh orang Indonesia sementara di mengambil foto demonstrasi orang Papua” (Dr. John Saltford: Irian Jaya: United Nations Involment With The Act of Self-Determination In West Papua (Indonesia West New Guinea) 1968-1969 mengutip laporan Hugh Lunn, seorang wartawan Australia, August 21, 1999).

Menurut Amiruddin al Rahab: "Papua berintegrasi dengan Indonesia dengan punggungnya pemerintahan militer." (Sumber: Heboh Papua Perang Rahasia, Trauma Dan Separatisme, 2010: hal. 42).

Apa yang disampaikan Amiruddin tidak berlebihan, ada fakta sejarah militer terlibat langsung dan berperan utama dalam pelaksanaan PEPERA 1969. Duta Besar Gabon pada saat Sidang Umum PBB pada 1989 mempertanyakan pada pertanyaan nomor 6: "Mengapa tidak ada perwakilan rahasia, tetapi musyawarah terbuka yang dihadiri pemerintah dan militer?"

(Sumber: United Nations Official Records: 1812th Plenary Meeting of the UN GA, agenda item 108, 20 November 1969, paragraf 11, hal.2).

"Pada 14 Juli 1969, PEPERA dimulai dengan 175 Anggota Dewan Musyawarah untuk Merauke. Dalam kesempatan itu kelompok besar tentara Indonesia hadir..." (Sumber: Laporan Resmi PBB Annex 1, paragraf 189-200).

Hak politik rakyat dan bangsa West Papua benar-benar dikhianati. Hak dasar dan hati nurani rakyat West Papua dihancurkan dengan moncong senjata militer Indonesia, walaupun fakta bahwa pada bulan Juni 1969, Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia mengakui kepada anggota Tim PBB, Ortiz Sanz, secara tertutup (rahasia):  “bahwa 95% orang-orang Papua mendukung gerakan kemerdekaan Papua” (Sumber:  Summarey of Jack W. Lydman’s report, July 18, 1969, in NAA, Extracts given to author by Anthony Bamain).

Duta Besar RI, Sudjarwo Tjondronegoro mengakui: "Banyak orang Papua kemungkinan tidak setuju tinggal dengan Indonesia." (Sumber: UNGA Official Records MM.ex 1, paragraf 126).

Dr. Fernando Ortiz Sanz melaporkan kepada Sidang Umum PBB pada 1969:
"Mayoritas orang Papua menunjukkan berkeinginan untuk berpisah dengan Indonesia dan mendukung pikiran mendirikan Negara Papua Merdeka." (Sumber: UN Doc. Annex I, A/7723, paragraph 243, p.47).

Keterlibatan Militer Indonesia juga diakui oleh Sintong Panjaitan dalam bukunya: Perjalanan Seorang Prajurit Peran Komando:

"Seandainya kami (TNI) tidak melakukan operasi Tempur, Teritorial, Wibawa sebelum Pepera 1969, pelaksanaan Pepera di Irian Barat dapat dimenangkan oleh kelompok Papua Merdeka." (2009:hal.169).

Dari fakta-fakta kekejaman dan kejahatan ini, Amiruddin menggambarkan ini dengan sangat tepat dan indah, sebagai berikut:

"Kehadiran dan sepak terjang ABRI yang kerap melakukan kekerasan di Papua kemudian melahirkan satu sikap yang khas di Papua, yaitu Indonesia diasosiasikan dengan kekerasan. Untuk keluar dari kekerasan, orang-orang Papua mulai membangun identitas Papua sebagai reaksi untuk menentang kekerasan yang dilakukan oleh para anggota ABRI yang menjadi repesentasi Indonesia bertahun-tahun di Papua. ...Orang-orang Papua secara perlahan, baik elit maupun jelata juga mulai mengenal Indonesia dalam arti sesungguhnya. Singkatnya, ABRI adalah Indonesia, Indonesia adalah ABRI." (hal. 43).

Dr. Fernando Ortiz Sanz melaporkan: “…pandangan dan keinginan politik orang-orang Papua telah disampaikan melalui berbagai saluran media: pernyataan-pernyataan dan komunikasi lain disampaikan kepada saya secara tertulis atau lisan, demonstrasi-demonstrasi damai, dan dalam beberapa masalah menyatakan kegelisahan atau ketidakamanan, termasuk peristiwa-perstiwa sepanjang perrbatasan antara Irian Barat dan wilayah Papua New Guinea yang diurus oleh Australia” (Sumber resmi: UNGA, Annex I A/7723, 6 November 1969, paragraph 138, p. 45).

“Pernyataan-pernyataan (petisi-petisi) tentang pencaplokan Indonesia, peristiwa-peristiwa ketegangan di Manokwari, Enarotali, dan Waghete, perjuangan-perjuangan rakyat bagian pedalaman yang dikuasasi oleh pemerintah Australia, dan keberadaan tahanan politik, lebih dari 300 orang yang dibebaskan atas permintaan saya, menunjukkan bahwa tanpa ragu-ragu unsur-unsur penduduk Irian Barat memegang teguh berkeinginan merdeka. Namun demikian, jawaban yang diberikan oleh anggota dewan musyawarah atas pertanyaan yang disampaikan kepada mereka adalah sepakat tinggal dengan Indonesia” ( Sumber resmi: UNGA Annex IA/7723, paragraph 250, hal. 70).

Baca juga:

  1. Artikel Sejarah: Pepera 1969 di Papua Dimenangkan oleh ABRI (sekarang; TNI-Polri)
  2. Artikel 1 Mei 1969: Indonesia Menduduki dan Menjajah West Papua - Pepera 1969 yang Cacat Hukum Internasional

Berhubungan dengan pelaksanaan Pepera 1969 yang penuh pembohongan itu, Dr. Fenando Ortiz Sanz, perwakilan PBB, yang mengawasi pelaksanaan Pepera 1969 melaporkan sebagai berikut.

“Saya harus menyatakan pada permulaan laporan ini, ketika saya tiba di Irian Barat pada bulan Agustus 1968, saya diperhadapkan dengan masalah-masalah yang tidak memenuhi ketentuan-ketentuan dalam Perjanjian New York Pasal XVI. Lebih dulu ahli-ahli PBB yang ada tinggal di Irian Barat pada saat peralihan tanggungjawab administrasi secara penuh kepada Indonesia ditiadakan, mereka tidak mengenal keadaan secara baik, mempersingkat tugas-tugas mereka.

Akibatnya, fungsi-fungsi dasar mereka untuk menasihati dan membantu dalam persiapan untuk mengadakan ketentuan-ketentuan Penentuan Nasib Sendiri tidak didukung selama masa 1 Mei 1963-23 Agustus 1968. Atas kehadiran saya di Irian Barat, untuk tujuan misi saya, saya telah memulai dengan mengumpulkan, mencoba untuk memenuhi dalam beberapa bulan dengan staf yang terbatas tidak seimbang dengan wilayah yang luas, fungsi-fungsi penting dan kompleks di bawah Perjanjian New York XVI hendaknya dilaksanakan selama 5 (lima) tahun dengan sejumlah ahli” (Sumber resmi: UN Doc. Annex I A/7723, paragraph 23, p.4)

  “Saya dengan menyesal harus menyatakan pengamatan-pengamatan saya tentang pelaksanaan Pasal XXII (22) Perjanjian New York, yang berhubungan dengan hak-hak termasuk hak-hak kebebasan berbicara, kebebasan bergerak, kebebasan berkumpul, penduduk asli. Dalam melakukan usaha-usaha yang tetap, syarat-syarat yang penting ini tidak sepenuhnya dilaksanakan dan pelaksanaan administrasi dalam setiap kesempatan diadakan pengawasan politik yang ketat terhadap penduduk pribumi.”  ( Sumber: Laporan Resmi Hasil Pepera 1969 Dalam Sidang Umum PBB, Paragraf 164, 260).

Dr. Fernando Ortiz Sanz dalam laporan resminya dalam Sidang Umum PBB tahun 1969 menyatakan: “ Mayoritas orang Papua menunjukkan berkeinginan untuk berpisah dengan Indonesia dan mendukung pikiran mendirikan Negara Papua Merdeka” (Sumber:  UN Doc. Annex I, A/7723, paragraph, 243, p.47).

Piter Sirandan saksi sejarah yang dikirim oleh Pemerintah Indonesia untuk memenangkan Pepera 1969, pada awal Desember 2009, setelah membaca buku penulis: "Pemusnahan Etnis Melanesia: Memecah Kebisuan Sejarah Kekerasan di Papua Barat (2007), memberikan kesaksian:

"Pak Yoman, setelah saya membaca buku-buku pak Yoman, saya sangat menyesal. Saya dulu telah menjadi Yudas karena saya ditugaskan oleh Negara untuk mengawasi orang-orang Asli Papua. Saya menangis dan mencucurkan air mata karena saya mengkhianati orang-orang Asli Papua. Saya ditugaskan oleh negara untuk memenangkan Pepera 1969 dan mempertahankan Irian Barat."

"Saya tiba di Jayapura, 1 Desember 1964. Saya menyaksikan ABRI menembak mati Elly Uyok di Bioskop Rex (sekarang: Kantor Pos Jayapura). Saya ikut angkat mayat itu dan darahnya tampias ke baju saya."

"Kami mengetahui bahwa pada waktu pelaksanaan Pepera 1969 itu, orang-orang Papua benar-benar mau merdeka. Saya mengetahui bahwa 100% orang Papua mau merdeka. Impian dan harapan mereka, benar-benar kami hancurkan."

"Saya yang memegang uang banyak waktu itu dan membayar kepada orang-orang yang mencabut tulisan: "One Man One Vote" yang akan dilewati Ortiz Sanz dan digantikan dengan tanam "Bendera Merah Putih."

"Pada waktu itu, saya mendapat hadiah uang sebesar Rp 7.000.000; ( tujuh juta) dari pemerintah Indonesia karena saya dianggap berhasil menipu orang Papua dan memenangkan Pepera 1969. Karena itu, sekarang saya sangat mendukung perjuangan orang Papua untuk merdeka." 
(Sumber: Yoman, Integrasi Belum Selesai, 2010, hal. 91-92).

C. WAJAH MILITER DAN KEPOLISIAN DALAM ERA OTONOMI KHUSUS

Kekejaman penguasa Indonesia terbukti dengan operasi militer Indonesia di Nduga-Papua atas perintah Negara. Presiden Republik Indonesia, Ir. Joko Widodo memberikan perintah untuk TNI melaksanakan operasi Desember 2018- 2020.

Presiden Indonesia perintahkan: "Tangkap seluruh pelaku penembakan di Papua. Tumpas hingga akar” (Sumber: DetikNews/5/12/2028).

Presiden juga didukung oleh Wakil Presiden H.Jusuf Kalla dan ia memerintahkan: “Kasus ini ya polisi dan TNI operasi besar-besaran, karena ini jelas mereka, kelompok bersenjata yang menembak.” (Sumber: Tribunnews.com/6/12/2018).

Perintah operasi militer dari Presiden Republik Indonesia didukung oleh Ketua DPR RI Bambang Soesatyo: “…DPR usul pemerintah tetapkan Operasi Militer selain perang di Papua.” (Sumber: Kompas.com/13/12/2018).

Perintah operasi militer diperkuat oleh 
Menkopolhukam, H. Dr. Wiranto:
“Soal KKB di Nduga Papua, kita habisi mereka.” (Kompas.com/13/12/2018).

Dalam Otonomi Khusus ada pembangunan Kodim dan Koramil baru di seluruh Tanah Papua. Contoh: Kodim 1714 Puncak Jaya, Kodim 1715 Yahukimo, Batalyon 756 Jayawijaya, Koramil 1715 Kenyam, Nduga dan masih banyak lagi di Tanah Papua dari Sorong-Merauke.

Ada pembangunan beberapa Polres, seperti: Polres Puncak Jaya, Polres Lanny Jaya, Polres Tolikara, Polres Intan Jaya, Polres Yahukimo, Polres dan masih banyak lagi dari Sorong-Merauke.

Polres Puncak yang menelan biaya 13M lebih. Ini sesuai pengakuan Kapolda Papua, Jenderal Pol. Paulus Waterpauw, yang masuk di HP penulis:

"Yth.bp Kapolri, ijin melaporkan saat ini kami bersama Pangdam di Kab Puncak Ilaga dlm rangka laksanakan peresmian Polres Kab Puncak Ilaga yang dibantu anggaran pemda Puncak 13 M lebih sejak tahun 2016, kemarin kami juga telah ikuti peletakkan batu pertama Kodim Puncak Ilaga di Distrik Gome Kab Puncak, dump perkembangan akan dilapkan ksp pertama Kapolda Papua." (Sumber: WashApp Kapolda Papua, 21 Juli 2020).

Pertanyaannya ialah sumber dana dari mana Kodim dan Polres dibangun di setiap kabupaten baru dalam era Otonomi Khisus? Apakah rakyat Papua membutuhkan pembangunan Kodim dan Polres di setiap kabupaten?

Apakah dana 13 M lebih dari pemda Puncak ini berasal dari dana Otonomi Khusus 2001 atau dana APBD atau APDN?

Baca juga:

  1. Tirani Penguasa Indonesia Menyebabkan Tragedi Kemanusian Selama 59 Tahun, Referendum Papua Diawasi PBB Solusi!
  2. Papua adalah Luka Membusuk di Tubuh Indonesia

Operasi militer di Kabupaten Nduga pada Desember 2018 sampai 2020, operasi militer terus berlangsung. Akibatnya 205 orang tewas karena ditembak TNI dan mati di tempat pengungsian karena kelaparan. Hampir 37.000 penduduk asli Nduga tinggalkan kampung halaman dan menyelamatkan diri ke Lanny Jaya, Timika, Ilaga dan Jayawijaya.

Pada 20 September 2020 Tentara Nasional Indonesia (TNI) menembak mati Elias Karunggu (40) dan Selu Karunggu (20) di pinggir sungai Kenyem, di kampung Meganggorak, Nduga. Alasannya ayah dan anaknya diduga oleh TNI sebagai anggota Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPN-PB).

Pada 19 Desember 2018, TNI menembak mati Pendeta Geyimin Nigiri (83) Tokoh Gereja dan Perintis Gereja Kemah Injil di Kabupaten Nduga. TNI menembak mati dan dibakar jenazah Geyimin dengan menyiram minyak tanah dibelakang halaman rumahnya.

Ada kisah seorang ibu hamil yang sangat menyedihkan dan menyentuh hati nurani kita semua akibat Operasi Indonesia Militer di Nduga.

“Saya melahirkan anak di tengah hutan pada 4 Desember 2018. Banyak orang berpikir anak saya sudah meninggal. Ternyata anak saya masih bernafas. Anak saya sakit, susah bernafas dan batuk berdahak. Suhu di hutan sangat dingin, jadi waktu kami berjalan lagi, saya merasa anak bayi saya sudah tidak bergerak. Kami pikir dia sudah meninggal. Keluarga sudah menyerah. Ada keluarga minta saya buang anak saya karena dikira dia sudah mati.

Tetapi saya tetap mengasihi dan membawa anak saya. Ya, kalau benar meninggal, saya harus kuburkan anak saya dengan baik walaupun di hutan. Karena saya terus membawa bayi saya, saudara laki-laki saya membuat api dan memanaskan daun pohon, dan daun yang dipanaskan itu dia tempelkan pada seluruh tubuh bayi saya. Setelah saudara laki-laki tempelkan daun yang dipanaskan di api itu, bayi saya bernafas dan minum susu.

Kami ketakutan karena TNI terus menembak ke tempat persembunyian kami. Kami terus berjalan di hutan dan kami mencari gua yang bisa untuk kami bersembunyi. Jadi, saya baru tiba dari Kuyawagi, Kabupaten Lanny Jaya. Kami berada di Kuyawagi sejak awal bulan Desember 2018. Sebelum di Kuyawagi, kami tinggal di hutan tanpa makan makanan yang cukup selama beberapa minggu. Kami sangat susah dan menderita di atas tanah kami sendiri.” (Sumber: Suara Papua, 8 Juni 2019).

Dalam operasi militer di Nduga, TNI menembak mati 5 orang sipil pada 20 September 2019 di Gua Gunung Kenbobo, Distrik Inye dan mayat mereka dikuburkan dalam satu kuburan. Nama-nama korban tewas: (1) Yuliana Dorongi (35/Perempuan), (2) Yulince Bugi (25/ Perempuan; (3) Masen Kusumburue (26/ Perempuan; (4) Tolop Bugi (13/ Perempuan; (5) Hardius Bugi (15/L). (Sumber resmi: Theo Hesegem, Yayasan Keadilan dan Perdamaian Keutuhan Manusia Papua).

Baca juga:

  1. Papua dalam Stigma Dunia
  2. Dr. Peyon: Otsus Gagal, Waktunya Rakyat Papua Tentukan

Kasus Tolikara, Jumat, 17 Juli 2015 sebanyak 11 orang ditembak aparat keamanan Indonesia dan 10 orang luka-luka 1 orang bernama Endi Wanimbo tewas di tangan aparat keamanan Indonesia.

Dalam kasus ini terbukti rasisme, ketidakadilan dan pelanggaran berat HAM. Rasisme dan ketidakadilan terlihat Panglima TNI, Kapolri, Menteri Sosial datang ke kabupaten Tolikara hanya mengurus orang-orang pendatang di Tolikara, urus kayu-kayu dan senk kios yang terbakar. Karena kios itu digunakan sebagai tempat ibadah (Musolah). Musolah itu terbakar, bukan dibakar. Panglima TNI, Kapolri dan Menteri Sosial Republik Indonesia tidak mempersoalkan 10 orang yang luka-luka akibat ditembak aparat keamanan Indonesia dan 1 orang Endi Wanimbo yang tewas.

D. EMPAT AKAR MASALAH PAPUA

Luka membusuk di tubuh bangsa Indonesia adalah 4 pokok akar masalah Papua. Pemerintah dan TNI-Polri berusaha keras dengan berbagai bentuk untuk menghilangkan 4 akar persoalan Papua yang dirumuskan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang tertuang dalam buku Papua Road Map: Negociating the Past, Improving the Present and Securing the Future (2008), yaitu:

  1. Sejarah dan status politik integrasi Papua ke Indonesia;
  2. Kekerasan Negara dan pelanggaran berat HAM sejak 1965 yang belum ada penyelesaian;
  3. Diskriminasi dan marjinalisasi orang asli Papua di Tanah sendiri;
  4. Kegagalan pembangunan meliputi pendidikan, kesehatan, dan ekonomi rakyat Papua.

Kekejaman dan kejahatan Negara Indonesia terhadap OAP selama ini telah melahirkan sikap rakyat Papua dengan lima posisi sebagai berikut:

  1. AWARENESS (Kesadaran) dari seluruh rakyat dan bangsa West Papua, bahwa penguasa kolonial moderen Indonesia menduduki dan menjajah serta memusnahkan bangsa West Papua;
  2. DISTRUST (Ketidakpercayaan) terhadap Indonesia;
  3. DISOBEDIENCE ( Ketidakpatuhan), terhadap Indonesia;
  4. REJECTION (Penolakan) terhadap Indonesia; danRESISTANCE (Perlawanan) terhadap penguasa Indonesia dari rakyat dan bangsa West Papua.

E. JALAN PENYELESAIAN

Indonesia dan ULMWP duduk setara di meja perundingan damai yang dimediasi pihak ketiga yang netral seperti contoh GAM Aceh dengan Indonesia Helsinki pada 15 Agustus 2005.

Ita Wakhu Purom, 28 Agustus 2020

Penulis: 
1. Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua. 
2. Anggota: Dewan Gereja Papua (WPCC).
3. Anggota Baptist World Alliance (BWA).

__________


Posted by: Admin
Copyright © "sumber" 
Hubungi kami di E-Mail ✉: tabloid.wani@gmail.com