Sabtu, 26 September 2020

WARNING Keras⚠️ — Kepada MRP, DPRD, DPD, Bupati, Gubernur serta Elit Politik Jakarta-Papua Lainnya

Buletinnusa
WARNING Keras⚠️ — Kepada MRP, DPRD, DPD, Bupati, Gubernur serta Elit Politik Jakarta-Papua Lainnya
No. 1 PAPUA Merdeka News | Portal 

Oleh: Orang Tua Akar Rumput

JAYAPURA | Fakta 2020, 1.8 juta rakyat West Papua dari (Sorong — Merauke) secara Nyata sedang menyatakan tolak Otsus dan gelar Referendum Kemerdekaan West Papua.

Oleh karena itu, M A K A kami ingatkan. . . .

Jangan ada satu/dua kutu busuk pun orang atau lembaga elit birokrasi kolonial di Papua yang yang muncul kesiangan sebagai malaikat penyelamat dan mengatasnamakan rakyat West Papua untuk bicara tentang penolakan Otonomi Khusus! Hati-hati kau!

Ini tegas!

Ko mau MRP ka... DPRP ka... DPD ka... Gubernur ka... Bupati ka... Walikota ka... kalian semua hati-hati...!!! Jika ada orang elit kolonial atau lembaga kolonial yang muncul dan bicara tentang penolakan Otsus, rakyat akan cari dari rumah-ke-rumah!!!

Sudah lama rakyat dijajah habis-habisan oleh kalian yang menjadi benalu pengisap darah bangsa!!!

Kalian semua hati-hati...
Biarkan suara tunggal penolakan Otsus itu dinyatakan oleh rakyat West Papua melalui lembaga politik Papua Merdeka yang resmi dan legal, yaitu ULMWP... TITIK..!!!

ULMWP satu-satunya lembaga Papua Merdeka yang akan menyatakan sikap untuk penolakan Otonomi Khusus...!!!

Tunggu sikap ULMWP!!!

Warning ini ditunjukan kepada elit KOLONIAL LOKAL di Papua dan Jakarta yang selama ini menjadi Aktor Pengisap Darah bangsa Papua, TITIK!!!

Baca juga:
__________

TOLAK Otsus,
Dukung ULMWP dan Gelar Referendum!!!



Posted by: Admin
Copyright ©Orang Tua Akar Rumput 
"sumber"
Hubungi kami di E-Mail ✉: tabloid.wani@gmail.com

Kamis, 24 September 2020

West Papua Army (WPA) Dibentuk atas Kehendak Tiga Komando

Buletinnusa
FOTO: Tiga (3) komando militer Papua antara lain TRWP [Tenatar Revolusi West Papua], TNPB [Tentara Nasional Papua Barat] dan TNPB [Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat] bersatu dalam The West Papua Army (WPA) atau Tentara West Papua. (Image: doc. ULMWP)
No. 1 PAPUA Merdeka News | Portal 

PORT NUMBAY | West Papua Army (WPA) terdiri dari penyatuan tiga komando sayap militer West Papua yaitu; TPNPB (Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat), TNPB (Tentara Nasional Papua Barat) dan TRWP (Tentara Revolusi West Papua) yang masing-masing memiliki Markas Komando dan Disiplin Militernya dari Sorong – Merauke.

WPA (West Papua Army) dibentuk atas kehendak dari Tiga Komando tersebut yang disampaikan dan direkomendasikan melalui KTT ULMWP tahun 2017, di Vanuatu.

West Papua Army dibentuk berdasarkan Prinsip Rekonsiliasi dan Konsolidasi Internal Militer atas Kehendak Luhur dari Tiga Komando yang memiliki Sejarah Gerilya Sejak 1964 - Batalyon Kasuari dan Mambruk dan juga 1973 – TPN.PMK dan TAPENAL.

Komando TPNPB, TNPB dan TRWP mereka telah memutuskan dan melahirkan sebua Nama Persatuan Militer yaitu WPA (West Papua Army), namun belum dileburkan dalam satu Struktur Komando dengan alasan yang sangat mendasar, tapi dikemudian hari akan dipertimbangkan Format dan Bentuk Struktur yang Efektif dan bisa disepakati bersama.

Format Persatuan sementara yang disepakati yaitu WPA mendukung penuh dan berkoordinasi dengan ULMWP, sebagai Komando Politik.
_________
Penulis adalah Kepala Departemen Pertahanan dan Keamanan ULMWP (United Liberation Movement for West Papua).


Posted by: Admin
Copyright ©ULMWP "sumber" 
Hubungi kami di E-Mail ✉: tabloid.wani@gmail.com

Kamis, 17 September 2020

TNI-Polri Merupakan Akar/Jantung Persoalan Kekerasan dan Kejahatan Kemanusiaan di Papua Sejak 1 Mei 1963

Buletinnusa
TNI-Polri Merupakan Akar/Jantung Persoalan Kekerasan dan Kejahatan Kemanusiaan di Papua Sejak 1 Mei 1963
Tentara Indonesia (TNI) menyelimuti warga ketika melakukan aksi protes atas peristiwa rasisme Papua di Mimika, Papua, Rabu (21/8/2019). Antara - Sevianto Pakiding

No. 1 PAPUA Merdeka News | Portal 

#Fakta/Realita

Oleh Gembala Dr. Socratez S.Yoman, MA

A. PENDAHULUAN

"...Tentara yang telah diutus merupakan kelompok yang cukup mengerikan. Seolah-olah di Jakarta mereka begitu saja dipungut dari pinggir jalan. Mungkin benar-benar demikian." (Pastor Frans Leishout, OFM).

“Ada kesan bahwa orang-orang Papua mendapat perlakuan seakan-akan mereka belum diakui sebagai manusia. Kita teringat pembunuhan keji terhadap Theys Eluay dalam mobil yang ditawarkan kepadanya unuk pulang dari sebuah resepsi Kopassus.”

“Situasi di Papua adalah buruk, tidak normal, tidak beradab, dan memalukan, karena itu tertutup bagi media asing. Papua adalah luka membusuk di tubuh bangsa Indonesia.” (hal.255).

“…kita akan ditelanjangi di depan dunia beradab, sebagai bangsa yang biadab, bangsa pembunuh orang-orang Papua, meski tidak dipakai senjata tajam.” (hal.257). (Sumber: Franz: Kebangsaan, Demokrasi, Pluralisme Bunga Rampai Etika Politik Aktual, 2015).

Pastor Frans Lieshout memberikan kesaksian tentang pengalaman hidupnya sebagai berikut:

"Pada tanggal 1 Mei 1963 datanglah orang Indonesia. Mereka menimbulkan kesan segerombolan perampok. Tentara yang telah diutus merupakan kelompok yang cukup mengerikan. Seolah-olah di Jakarta mereka begitu saja dipungut dari pinggir jalan. Mungkin benar-benar demikian."
( Sumber: Pastor Frans Lieshout OFM: Gembala dan Guru Bagi Papua, 2020, hal. 593).

Pastor Frans Leishout,OFM melayani di Papua selama 56 tahun sejak tiba di Papua pada 18 April 1969 dan kembali ke Belanda pada 28 Oktober 2019. Pastor Frans dalam surat kabar Belanda De Volkskrant ( Koran Rakyat) diterbitkan pada 10 Januari 2020, menyampaikan pengalamannya di Tanah Papua.

" Saya sempat ikut salah satu penerbangan KLM yang terakhir ke Hollandia, dan pada tanggal 1 Mei 1963 datanglah orang Indonesia. Mereka menimbulkan kesan segerombolan perampok. Tentara yang telah diutus merupakan kelompok yang cukup mengerikan. Seolah-olah di Jakarta mereka begitu saja dipungut dari pinggir jalan. Mungkin benar-benar demikian."

"Saat itu saya sendiri melihat amukan mereka. Menjarah barang-barang bukan hanya di toko-toko, tetapi juga di rumah-rumah sakit. Macam-macam barang diambil dan dikirim dengan kapal itu ke Jakarta. Di mana-mana ada kayu api unggun: buku-buku dan dokumen-dokumen arsip Belanda di bakar." (2020: hal. 593).

Pastor Frans menggambarkan tentang siapa sebenarnya Indonesia. "Wajah Indonesia dari semula wajah sebuah kuasa militer." (hal. 594).

Amirudin al Rahab membenarkan dan memperkuat, "...orang-orang Papua secara perlahan, baik elite maupun jelata juga mulai mengenal Indonesia dalam arti sesungguhnya. Singkatnya dalam pandangan orang Papua, ABRI adalah Indonesia, Indonesia adalah ABRI." (Sumber: Heboh Papua, 2010, hal.43.

Dalam laporan bulanan Dewan Gereja Papua (WPCC) pada 5 Juli 2020 yang berjudul: "OTSUS PEMBAMGUNAN INDONESIA UNTUK KESEJAHTERAAN RAKYAT PAPUA SUDAH MATI", diuraikan perilaku dan wajah penguasa Indonesia.

"Begitu mendapat tempat di Papua setelah UNTEA tanggal 1 Mei 1963, para elit yang menampakkan kekuatannya dan membakar semua buku, dokumen-dokumen, jurnal dan semua tulisan tentang Sejarah, etnografi, penduduk, pemerintahan, semua dibakar di depan orang banyak di halaman Kantor DPRP sekarang di Jayapura" (Lihat, Acub Zainal dalam memoarnya: I Love the Army).

Brigadir Jend. Acub Zaenal (PANGDAM 17 TRIKORA kala itu, dan Gubernur Irian Barat ) dalam Testimoninya : " Betapa malunya saya semua rumah di Jayapura dan Biak, para pendatang itu menjarah kursi, lemari,kulkas es, tempat tidur, kain Gordyn, karpet. Dan yang lebih memalukan adalah mereka mencongkel grandle pintu ikut dicuri."

"Pada awal Juni 1963 banyak putra dan putri Irian Barat yang Pegawai Negeri dihentikan dan digeser dan digantikan oleh petinggi Indonesia yang baru datang. Di Jayapura dan Biak perampokan yang dilakukan para pendatang yang masuk ke rumah-rumah pegawai dan menjarah barang-barang berupa: pesawat radio, radio, tempat tidur dan lemari es, pakaian bahkan hasil-hasil kebun mereka ambil dan bawa pergi. Ini terjadi beberapa kota di Papua sejak Mei sampai Juni 1963." (Sumber: Resolusi Partai Nasional Indonesia (PNI) Daerah Irian Barat, 6 Juni 1963, No.2/PN-II/1973).

"Mereka mendatangi ke rumah-rumah yang baru ditinggalkan petinggi pemerintah Belanda dan kantor-kantor pemerintah, mengambil/merampok semua barang-barang dari rumah-rumah dan kantor-kantor peninggalan Belanda, kemudian dinaikkan ke mobil/truk yang sudah diparkir untuk dibawa keluar Papua. Setelah merampok barang-barang dari rumah dan kantor pemerintah Belanda, kloter/rombongan lain masuk lagi ke rumah-rumah para pegawai orang Papua: di kota Biak, Kotabaru (Jayapura) para elit Indonesia ambil barang-barang dan mereka bawa unruk dikirim keluar Papua. Belakangan Presiden Soekarno sendiri menyampaikan teguran lewat pidato Dwwan Pengurus Partai Nasional." 
(Sumber: Resolusi Partai Nasional Indonesia (PNI) Dalam Rapat Dewan Daerah ke I tanggal 9 Djuni 1963).

Peristiwa lain, "pada bulan April 1963, Adolof Henesby Kepala Sekolah salah satu Sekolah Kristen di Jayapura ditangkap oleh pasukan tentara Indonesia. Sekolahnya digebrek dan cari simbol-simbol nasional Papua, bendera-bendera, buku-buku, kartu-kartu, sesuatu yang berhubungan dengan budaya orang-orang Papua diambil. Adolof Henesby dibawa ke asrama tentara Indonesia dan diinterogasi tentang mengapa dia masih memelihara dan menimpan lambang-lambang Papua" (TAPOL, Buletin No.53, September 1982).

"Pembakaran besar-besaran tentang semua buku-buku teks dari sekolah, sejarah dan semua simbol-simbol nasionalisme Papua di Taman Imbi yang dilakukan ABRI (sekarang:TNI) dipimpin oleh Menteri Kebudayaan Indonesia, Mrs.Rusilah Sardjono."

Presiden Republik Indonesia, Ir. Sukarno mengeluarkan Surat Larangan pada Mei Nomor 8 Tahun 1963.

"Melarang/menghalangi atas bangkitnya cabang-cabang Partai Baru di Irian Barat. Di daerah Irian Barat dilarang kegiatan politik dalam bentuk rapat umum, demonstrasi-demonstrasi, percetakan, publikasi, pengumuman-pengumulan, penyebaran, perdagangan atau artikel, pemeran umum, gambaran-gambaran atau foto-foto tanpa ijin pertama dari gubernur atau pejabat resmi yang ditunjuk oleh Presiden."

Perampokan dan penjarahan yang dilakukan militer Indonesia digambarkan Djopari sebagai berikut.

"...Belanda waktu berangkat meninggalkan Irian Barat, meninggalkan segala sesuatu yang merupakan sarana umum dan milik pribadi kepada pemerintah setempat serta kenalan atau bawahannya. Dalam hal ini adalah berbagai perlengkapan militer di asrama-asrama militer, perlengkapan di kantor-kantor pemerintah, sarana-sarana di lapangan terbang dan pelabuhan, perlengkapan rumah dinas lengkap dan rumah-rumah pribadi lengkap. Setelah tanggal 1 Mei 1963 masyarakat di kota-kota Jayapura, Biak Manokwari dan Sorong menyaksikan berbagai fasilitas untuk digunakan di Irian Jaya itu diangkut ke daerah Indonesia lain menggunakan transportasi yang ada apakah itu tempat tidur, kasur, mesin cuci, kaca nako, wash tafel, oven, sepeda, vesva, kipas angin, tangga pesawat terbang di lapangan terbang internasional Mokmer Biak, dan dok apung di Manokwari." (Djopari, 1993, hal.83, baca: Yoman, Pintu Menuju Papua Merdeka: 2001, hal.49).

Filep Karma dalam bukunya: "Seakan Kitorang Setengah Manusia" mengatakan:

"...Mereka (baca: Indonesia) memandang, menganggap dan memperlakukan orang Papua sebagai setengah manusia, tidak diakui sebagai manusia pada umumnya."

"Kemudian terjadi perampasan hak-hak orang Papua, antara lain tanah, posisi di pemerintahan, atau pun perusahaan-perusahaan swasta, yang dimiliki orang Papua. Perusahaan-perusahaan itu kadang-kadang diambil alih."

"Contoh, dulu di Papua, ada perusahaan Nieuwnhuijs, yang dimiliki keluarga saya, Rumpaisum itu diambil alih oleh orang asal Manado. Sekarang perusahaan itu milik mereka, bergerak dalam ekspedisi muatan kapal laut."

Kesakasian anak kandung Rumpaisum pada 15 Agustus 2020 kepada penulis sebagai berikut.

"Cerita tentang Ekspedisi Niewenhuijz atau Varuna pura itu benar yang memimpin Direktur Utama adalah papa kandung saya, yaitu Max Fredinand Rumpaisun tinggal di Jl Percetakan No 2 Jayapura, yg sekarang Bank Indonesia. Saya pun merasakan ketidakadilan Indonesia. Rumah kami di rampas oleh Swaja dengan memutar balik fakta akte tanah, di tahun 1979. Saat itu saya kelas 2 SD dan papa saya ada di Jakarta persiapan ke Belanda. Dan tanah papa saya juga yang sekarang kompleks PLN di dekat bandara Sentani pun dirampas sekitar 2,5 hektar.
Walaupun saat itu saya baru berusia 8 tahun lebih. Tetapi terasa kekejaman militer saat kami dipaksa keluar dari rumah di jl percetakan. Akhir cerita papa saya terpaksa pulang dari Jakarta padahal 3 hari lagi beliau sudah berangkat ke Belanda, dengan harapan dua perkara ini selesai tetapi ternyata papa kalah. Bayangkan saya terbiasa hidup mewah lama kelamaan hidup susah.Tetapi, papa selalu menanamkan bahwa itu hanya harta dunia. Carilah kerajaan Allah maka segalanya akan didapatkannya. Amin. Dengan campur tangan Allah Bapak di sorga saat ini saya sudah menjadi seorang anak terdidik."

"Contoh lain, di Jayapura, di Jalan Irian-kalangan pejuang sebut Jalan Merdeka-hampir semua toko yang dimiliki orang Papua pada tahun 1960-an, sekarang bukan orang Papua lagi. Toko-toko tersebut sudah berpindah tangan kepada non-Papua. Diambil alih dengan cara kasar. Kadang dengan menuduh orang Papua tersebut OPM, maka saat itu ditangkap, semua asetnya berpindah tangan ke non-Papua."

"Contoh lain lagi. Sebuah pompa bensin Samudera Maya di Dok V Bawah, Jayapura, milik seorang Belanda. Ketika Belanda pulang, sekitar tahun 1961 dan 1962, pemiliknya menyerahkan pompa bensin kepada Herman Wayoi, lengkap dengan semua surat-surat hak kepemilikan dan izin usaha. Sewaktu masuk tentara Indonesia, pomba bensin tersebut diambil paksa dari Herman Wayoi. Dia dituduh OPM, ditahan oleh militer, lalu tanpa sidang, beliau dipenjara dalam penjara militer beberapa tahun. Perusahaan tersebut tetap jadi milik Angkatan Darat." (Karma, 2015, hal.7-8, baca: Melawan Rasisme Dan Stigma di Tanah Papua, 2020, hal.220)

Lazarus Sawias menggambarkan kehidupan orang Asli Papua sebelum Indonesia menduduki dan menjajah Papua.

"Kita pernah punya perusahaan pengadaan kayu di Manokwari untuk mensupplay kebutuhan kayu buat rumah-rumah di Papua. Di sini juga ada galangan atau doking kapal terbesar di Pasifik Selatan. Di sini, di New Guinea, sekarang West Papua, tepatnya di Hamadi ada sekolah Zeevaart (Sekolah Pelayaran) pemuda-pemudi dari Pasifik Selatan menimba ilmu di sekolah ini. Kita juga punya Rumah Sakit di Dok 2 Hollandia (Jayapura) termewah dan terlengkap di Pasifik Selatan, pasien-pasien dari Pasifik Selatan dapat dirujuk di Rumah Sakit ini. Semuanya hancur setelah Indonesia menduduki dan menjajah Papua." (Yoman:2020,hal.221).

Pada tahun 1965-1968 di Saosapor, Werur, Kwoor dan Fev, Tambrauw, pasukan ABRI memotong leher orang dan membawa kepala itu keliling seluruh kampung untuk teror dan intimidasi orang asli Papua supaya dalam Pepera 1969 memilih Indonesia. Bahkan di Sorong ABRI menembak mati Otniel Safkaur, Abner Asmuruf, Yohanes Kareth, Kristian Kareth, Saul Kareth, Kalep Jepse, Kosmos Nauw, Adam Kambuaya, Elia Kambuaya, Musa Keba, Adam Korain, Howard Jitmau dan Sehu Jitmau dan masih banyak lagi di seluruh Tanah Papua.

B. ABRI MENGHANCURKAN MASA DEPAN ORANG ASLI PAPUA DALAM PEPERA 1969

Pelaksanaan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) pada 14 Juli - 2 Agustus 1969, rakyat dan bangsa West Papua tidak ikut terlibat memilih menjadi bagian dari Indonesia. Karena dari jumlah penduduk orang asli Papua 809.337 orang pada saat Pepera 1969. Dari jumlah penduduk ini ABRI (kini:TNI) memilih dan menyeleksi 1 025 orang.

Berarti orang asli Papua yang tidak pernah ikut berpartisipasi dan memilih untuk tinggal dengan Indonesia sebanyak 808.332 orang dalam proses Pepera pada 14 Juli-2 Agustus 1969. Perlu ditegaskan bahwa 1.025 orang adalah pilihan ABRI bukan pilihan orang asli Papua. Peserta Dewan Musyawarah Pepera (DMP) berada dibawah teror, intimidasi dan tekanan moncong senjata ABRI.

Dalam proses dimasukkannya Papua ke dalam wilayah Indonesia, militer Indonesia memainkan peran sangat besar dalam proses pelaksanaan dan sesudah Pepera 1969.  Berbagai dokumen militer telah menunjukkan hal ini.  Salah satunya adalah Surat Telegram Resmi Kol. Inf. Soepomo, Komando Daerah Militer XVII Tjenderawasih Nomor: TR-20/PS/PSAD/196, tertanggal 20-2-1967, berdasarkan Radio Gram MEN/PANGAD No.: TR-228/1967 TBT tertanggal 7-2-1967, perihal: menghadapi referendum di IRBA tahun 1969.

Dikatakan di sana,   “Mempergiatkan segala aktivitas di masing-masing bidang dengan mempergunakan semua kekuatan material dan personil yang organik maupun  yang B/P-kan baik dari Angkatan darat maupun dari lain angkatan. Berpegang teguh pada pedoman. Referendum di IRBA tahun 1969 harus dimenangkan, harus dimenangkan. Bahan-bahan strategis vital yang ada harus diamankan. Memperkecil kekalahan pasukan kita dengan mengurangi pos-pos yang statis. Surat ini sebagai perintah OPS untuk dilaksanakan. Masing-masing koordinasi sebaik-baiknya. Pangdam 17/PANG OPSADAR”.

Surat Rahasia Kolonel Infateri Soemarto yang diterbitkan Surat Kabar Nasional Belanda, NRC Handdelsblad, 4 Maret 2000. “Pada tahun 1969 Pemerintah Indonesia memanipulasi Pepera (Act of Free Choice) tentang status resmi Dutch New Guinea (Irian Jaya). Dengan seluruhnya berarti, wajar atau tidak wajar, Jakarta menginginkan untuk menghalangi orang-orang asli Papua dalam pemilihan melawan bergabung dengan Indonesia. Ini tampak dari yang disebut dengan “perintah rahasia” dalam bulan Mei 1969 yang diberikan oleh Soemarto, Komandan orang Indonesia di Merauke, bupati daerah itu…”(Sumber: Dutch National Newspaper: NRC Handdelsbald, March 4, 2000).

Laporan Hugh Lunn, wartawan Australia, menyatakan,  “Di Manokwari, sementara dewan memberikan suara, pemuda-pemuda Papua dari luar ruang pertemuan bernyanyi lagu gereja “sendiri, sendiri”. Untuk menangani ini tentara orang-orang Indonesia menangkap dan melemparkan mereka dalam mobil dan membawa mereka pergi pada satu bak mobil. Hugh Lunn, wartawan asing yang hadir, diancam dengan senjata oleh orang Indonesia sementara di mengambil foto demonstrasi orang Papua” (Dr. John Saltford: Irian Jaya: United Nations Involment With The Act of Self-Determination In West Papua (Indonesia West New Guinea) 1968-1969 mengutip laporan Hugh Lunn, seorang wartawan Australia, August 21, 1999).

Menurut Amiruddin al Rahab: "Papua berintegrasi dengan Indonesia dengan punggungnya pemerintahan militer." (Sumber: Heboh Papua Perang Rahasia, Trauma Dan Separatisme, 2010: hal. 42).

Apa yang disampaikan Amiruddin tidak berlebihan, ada fakta sejarah militer terlibat langsung dan berperan utama dalam pelaksanaan PEPERA 1969. Duta Besar Gabon pada saat Sidang Umum PBB pada 1989 mempertanyakan pada pertanyaan nomor 6: "Mengapa tidak ada perwakilan rahasia, tetapi musyawarah terbuka yang dihadiri pemerintah dan militer?"

(Sumber: United Nations Official Records: 1812th Plenary Meeting of the UN GA, agenda item 108, 20 November 1969, paragraf 11, hal.2).

"Pada 14 Juli 1969, PEPERA dimulai dengan 175 Anggota Dewan Musyawarah untuk Merauke. Dalam kesempatan itu kelompok besar tentara Indonesia hadir..." (Sumber: Laporan Resmi PBB Annex 1, paragraf 189-200).

Hak politik rakyat dan bangsa West Papua benar-benar dikhianati. Hak dasar dan hati nurani rakyat West Papua dihancurkan dengan moncong senjata militer Indonesia, walaupun fakta bahwa pada bulan Juni 1969, Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia mengakui kepada anggota Tim PBB, Ortiz Sanz, secara tertutup (rahasia):  “bahwa 95% orang-orang Papua mendukung gerakan kemerdekaan Papua” (Sumber:  Summarey of Jack W. Lydman’s report, July 18, 1969, in NAA, Extracts given to author by Anthony Bamain).

Duta Besar RI, Sudjarwo Tjondronegoro mengakui: "Banyak orang Papua kemungkinan tidak setuju tinggal dengan Indonesia." (Sumber: UNGA Official Records MM.ex 1, paragraf 126).

Dr. Fernando Ortiz Sanz melaporkan kepada Sidang Umum PBB pada 1969:
"Mayoritas orang Papua menunjukkan berkeinginan untuk berpisah dengan Indonesia dan mendukung pikiran mendirikan Negara Papua Merdeka." (Sumber: UN Doc. Annex I, A/7723, paragraph 243, p.47).

Keterlibatan Militer Indonesia juga diakui oleh Sintong Panjaitan dalam bukunya: Perjalanan Seorang Prajurit Peran Komando:

"Seandainya kami (TNI) tidak melakukan operasi Tempur, Teritorial, Wibawa sebelum Pepera 1969, pelaksanaan Pepera di Irian Barat dapat dimenangkan oleh kelompok Papua Merdeka." (2009:hal.169).

Dari fakta-fakta kekejaman dan kejahatan ini, Amiruddin menggambarkan ini dengan sangat tepat dan indah, sebagai berikut:

"Kehadiran dan sepak terjang ABRI yang kerap melakukan kekerasan di Papua kemudian melahirkan satu sikap yang khas di Papua, yaitu Indonesia diasosiasikan dengan kekerasan. Untuk keluar dari kekerasan, orang-orang Papua mulai membangun identitas Papua sebagai reaksi untuk menentang kekerasan yang dilakukan oleh para anggota ABRI yang menjadi repesentasi Indonesia bertahun-tahun di Papua. ...Orang-orang Papua secara perlahan, baik elit maupun jelata juga mulai mengenal Indonesia dalam arti sesungguhnya. Singkatnya, ABRI adalah Indonesia, Indonesia adalah ABRI." (hal. 43).

Dr. Fernando Ortiz Sanz melaporkan: “…pandangan dan keinginan politik orang-orang Papua telah disampaikan melalui berbagai saluran media: pernyataan-pernyataan dan komunikasi lain disampaikan kepada saya secara tertulis atau lisan, demonstrasi-demonstrasi damai, dan dalam beberapa masalah menyatakan kegelisahan atau ketidakamanan, termasuk peristiwa-perstiwa sepanjang perrbatasan antara Irian Barat dan wilayah Papua New Guinea yang diurus oleh Australia” (Sumber resmi: UNGA, Annex I A/7723, 6 November 1969, paragraph 138, p. 45).

“Pernyataan-pernyataan (petisi-petisi) tentang pencaplokan Indonesia, peristiwa-peristiwa ketegangan di Manokwari, Enarotali, dan Waghete, perjuangan-perjuangan rakyat bagian pedalaman yang dikuasasi oleh pemerintah Australia, dan keberadaan tahanan politik, lebih dari 300 orang yang dibebaskan atas permintaan saya, menunjukkan bahwa tanpa ragu-ragu unsur-unsur penduduk Irian Barat memegang teguh berkeinginan merdeka. Namun demikian, jawaban yang diberikan oleh anggota dewan musyawarah atas pertanyaan yang disampaikan kepada mereka adalah sepakat tinggal dengan Indonesia” ( Sumber resmi: UNGA Annex IA/7723, paragraph 250, hal. 70).

Baca juga:

  1. Artikel Sejarah: Pepera 1969 di Papua Dimenangkan oleh ABRI (sekarang; TNI-Polri)
  2. Artikel 1 Mei 1969: Indonesia Menduduki dan Menjajah West Papua - Pepera 1969 yang Cacat Hukum Internasional

Berhubungan dengan pelaksanaan Pepera 1969 yang penuh pembohongan itu, Dr. Fenando Ortiz Sanz, perwakilan PBB, yang mengawasi pelaksanaan Pepera 1969 melaporkan sebagai berikut.

“Saya harus menyatakan pada permulaan laporan ini, ketika saya tiba di Irian Barat pada bulan Agustus 1968, saya diperhadapkan dengan masalah-masalah yang tidak memenuhi ketentuan-ketentuan dalam Perjanjian New York Pasal XVI. Lebih dulu ahli-ahli PBB yang ada tinggal di Irian Barat pada saat peralihan tanggungjawab administrasi secara penuh kepada Indonesia ditiadakan, mereka tidak mengenal keadaan secara baik, mempersingkat tugas-tugas mereka.

Akibatnya, fungsi-fungsi dasar mereka untuk menasihati dan membantu dalam persiapan untuk mengadakan ketentuan-ketentuan Penentuan Nasib Sendiri tidak didukung selama masa 1 Mei 1963-23 Agustus 1968. Atas kehadiran saya di Irian Barat, untuk tujuan misi saya, saya telah memulai dengan mengumpulkan, mencoba untuk memenuhi dalam beberapa bulan dengan staf yang terbatas tidak seimbang dengan wilayah yang luas, fungsi-fungsi penting dan kompleks di bawah Perjanjian New York XVI hendaknya dilaksanakan selama 5 (lima) tahun dengan sejumlah ahli” (Sumber resmi: UN Doc. Annex I A/7723, paragraph 23, p.4)

  “Saya dengan menyesal harus menyatakan pengamatan-pengamatan saya tentang pelaksanaan Pasal XXII (22) Perjanjian New York, yang berhubungan dengan hak-hak termasuk hak-hak kebebasan berbicara, kebebasan bergerak, kebebasan berkumpul, penduduk asli. Dalam melakukan usaha-usaha yang tetap, syarat-syarat yang penting ini tidak sepenuhnya dilaksanakan dan pelaksanaan administrasi dalam setiap kesempatan diadakan pengawasan politik yang ketat terhadap penduduk pribumi.”  ( Sumber: Laporan Resmi Hasil Pepera 1969 Dalam Sidang Umum PBB, Paragraf 164, 260).

Dr. Fernando Ortiz Sanz dalam laporan resminya dalam Sidang Umum PBB tahun 1969 menyatakan: “ Mayoritas orang Papua menunjukkan berkeinginan untuk berpisah dengan Indonesia dan mendukung pikiran mendirikan Negara Papua Merdeka” (Sumber:  UN Doc. Annex I, A/7723, paragraph, 243, p.47).

Piter Sirandan saksi sejarah yang dikirim oleh Pemerintah Indonesia untuk memenangkan Pepera 1969, pada awal Desember 2009, setelah membaca buku penulis: "Pemusnahan Etnis Melanesia: Memecah Kebisuan Sejarah Kekerasan di Papua Barat (2007), memberikan kesaksian:

"Pak Yoman, setelah saya membaca buku-buku pak Yoman, saya sangat menyesal. Saya dulu telah menjadi Yudas karena saya ditugaskan oleh Negara untuk mengawasi orang-orang Asli Papua. Saya menangis dan mencucurkan air mata karena saya mengkhianati orang-orang Asli Papua. Saya ditugaskan oleh negara untuk memenangkan Pepera 1969 dan mempertahankan Irian Barat."

"Saya tiba di Jayapura, 1 Desember 1964. Saya menyaksikan ABRI menembak mati Elly Uyok di Bioskop Rex (sekarang: Kantor Pos Jayapura). Saya ikut angkat mayat itu dan darahnya tampias ke baju saya."

"Kami mengetahui bahwa pada waktu pelaksanaan Pepera 1969 itu, orang-orang Papua benar-benar mau merdeka. Saya mengetahui bahwa 100% orang Papua mau merdeka. Impian dan harapan mereka, benar-benar kami hancurkan."

"Saya yang memegang uang banyak waktu itu dan membayar kepada orang-orang yang mencabut tulisan: "One Man One Vote" yang akan dilewati Ortiz Sanz dan digantikan dengan tanam "Bendera Merah Putih."

"Pada waktu itu, saya mendapat hadiah uang sebesar Rp 7.000.000; ( tujuh juta) dari pemerintah Indonesia karena saya dianggap berhasil menipu orang Papua dan memenangkan Pepera 1969. Karena itu, sekarang saya sangat mendukung perjuangan orang Papua untuk merdeka." 
(Sumber: Yoman, Integrasi Belum Selesai, 2010, hal. 91-92).

C. WAJAH MILITER DAN KEPOLISIAN DALAM ERA OTONOMI KHUSUS

Kekejaman penguasa Indonesia terbukti dengan operasi militer Indonesia di Nduga-Papua atas perintah Negara. Presiden Republik Indonesia, Ir. Joko Widodo memberikan perintah untuk TNI melaksanakan operasi Desember 2018- 2020.

Presiden Indonesia perintahkan: "Tangkap seluruh pelaku penembakan di Papua. Tumpas hingga akar” (Sumber: DetikNews/5/12/2028).

Presiden juga didukung oleh Wakil Presiden H.Jusuf Kalla dan ia memerintahkan: “Kasus ini ya polisi dan TNI operasi besar-besaran, karena ini jelas mereka, kelompok bersenjata yang menembak.” (Sumber: Tribunnews.com/6/12/2018).

Perintah operasi militer dari Presiden Republik Indonesia didukung oleh Ketua DPR RI Bambang Soesatyo: “…DPR usul pemerintah tetapkan Operasi Militer selain perang di Papua.” (Sumber: Kompas.com/13/12/2018).

Perintah operasi militer diperkuat oleh 
Menkopolhukam, H. Dr. Wiranto:
“Soal KKB di Nduga Papua, kita habisi mereka.” (Kompas.com/13/12/2018).

Dalam Otonomi Khusus ada pembangunan Kodim dan Koramil baru di seluruh Tanah Papua. Contoh: Kodim 1714 Puncak Jaya, Kodim 1715 Yahukimo, Batalyon 756 Jayawijaya, Koramil 1715 Kenyam, Nduga dan masih banyak lagi di Tanah Papua dari Sorong-Merauke.

Ada pembangunan beberapa Polres, seperti: Polres Puncak Jaya, Polres Lanny Jaya, Polres Tolikara, Polres Intan Jaya, Polres Yahukimo, Polres dan masih banyak lagi dari Sorong-Merauke.

Polres Puncak yang menelan biaya 13M lebih. Ini sesuai pengakuan Kapolda Papua, Jenderal Pol. Paulus Waterpauw, yang masuk di HP penulis:

"Yth.bp Kapolri, ijin melaporkan saat ini kami bersama Pangdam di Kab Puncak Ilaga dlm rangka laksanakan peresmian Polres Kab Puncak Ilaga yang dibantu anggaran pemda Puncak 13 M lebih sejak tahun 2016, kemarin kami juga telah ikuti peletakkan batu pertama Kodim Puncak Ilaga di Distrik Gome Kab Puncak, dump perkembangan akan dilapkan ksp pertama Kapolda Papua." (Sumber: WashApp Kapolda Papua, 21 Juli 2020).

Pertanyaannya ialah sumber dana dari mana Kodim dan Polres dibangun di setiap kabupaten baru dalam era Otonomi Khisus? Apakah rakyat Papua membutuhkan pembangunan Kodim dan Polres di setiap kabupaten?

Apakah dana 13 M lebih dari pemda Puncak ini berasal dari dana Otonomi Khusus 2001 atau dana APBD atau APDN?

Baca juga:

  1. Tirani Penguasa Indonesia Menyebabkan Tragedi Kemanusian Selama 59 Tahun, Referendum Papua Diawasi PBB Solusi!
  2. Papua adalah Luka Membusuk di Tubuh Indonesia

Operasi militer di Kabupaten Nduga pada Desember 2018 sampai 2020, operasi militer terus berlangsung. Akibatnya 205 orang tewas karena ditembak TNI dan mati di tempat pengungsian karena kelaparan. Hampir 37.000 penduduk asli Nduga tinggalkan kampung halaman dan menyelamatkan diri ke Lanny Jaya, Timika, Ilaga dan Jayawijaya.

Pada 20 September 2020 Tentara Nasional Indonesia (TNI) menembak mati Elias Karunggu (40) dan Selu Karunggu (20) di pinggir sungai Kenyem, di kampung Meganggorak, Nduga. Alasannya ayah dan anaknya diduga oleh TNI sebagai anggota Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPN-PB).

Pada 19 Desember 2018, TNI menembak mati Pendeta Geyimin Nigiri (83) Tokoh Gereja dan Perintis Gereja Kemah Injil di Kabupaten Nduga. TNI menembak mati dan dibakar jenazah Geyimin dengan menyiram minyak tanah dibelakang halaman rumahnya.

Ada kisah seorang ibu hamil yang sangat menyedihkan dan menyentuh hati nurani kita semua akibat Operasi Indonesia Militer di Nduga.

“Saya melahirkan anak di tengah hutan pada 4 Desember 2018. Banyak orang berpikir anak saya sudah meninggal. Ternyata anak saya masih bernafas. Anak saya sakit, susah bernafas dan batuk berdahak. Suhu di hutan sangat dingin, jadi waktu kami berjalan lagi, saya merasa anak bayi saya sudah tidak bergerak. Kami pikir dia sudah meninggal. Keluarga sudah menyerah. Ada keluarga minta saya buang anak saya karena dikira dia sudah mati.

Tetapi saya tetap mengasihi dan membawa anak saya. Ya, kalau benar meninggal, saya harus kuburkan anak saya dengan baik walaupun di hutan. Karena saya terus membawa bayi saya, saudara laki-laki saya membuat api dan memanaskan daun pohon, dan daun yang dipanaskan itu dia tempelkan pada seluruh tubuh bayi saya. Setelah saudara laki-laki tempelkan daun yang dipanaskan di api itu, bayi saya bernafas dan minum susu.

Kami ketakutan karena TNI terus menembak ke tempat persembunyian kami. Kami terus berjalan di hutan dan kami mencari gua yang bisa untuk kami bersembunyi. Jadi, saya baru tiba dari Kuyawagi, Kabupaten Lanny Jaya. Kami berada di Kuyawagi sejak awal bulan Desember 2018. Sebelum di Kuyawagi, kami tinggal di hutan tanpa makan makanan yang cukup selama beberapa minggu. Kami sangat susah dan menderita di atas tanah kami sendiri.” (Sumber: Suara Papua, 8 Juni 2019).

Dalam operasi militer di Nduga, TNI menembak mati 5 orang sipil pada 20 September 2019 di Gua Gunung Kenbobo, Distrik Inye dan mayat mereka dikuburkan dalam satu kuburan. Nama-nama korban tewas: (1) Yuliana Dorongi (35/Perempuan), (2) Yulince Bugi (25/ Perempuan; (3) Masen Kusumburue (26/ Perempuan; (4) Tolop Bugi (13/ Perempuan; (5) Hardius Bugi (15/L). (Sumber resmi: Theo Hesegem, Yayasan Keadilan dan Perdamaian Keutuhan Manusia Papua).

Baca juga:

  1. Papua dalam Stigma Dunia
  2. Dr. Peyon: Otsus Gagal, Waktunya Rakyat Papua Tentukan

Kasus Tolikara, Jumat, 17 Juli 2015 sebanyak 11 orang ditembak aparat keamanan Indonesia dan 10 orang luka-luka 1 orang bernama Endi Wanimbo tewas di tangan aparat keamanan Indonesia.

Dalam kasus ini terbukti rasisme, ketidakadilan dan pelanggaran berat HAM. Rasisme dan ketidakadilan terlihat Panglima TNI, Kapolri, Menteri Sosial datang ke kabupaten Tolikara hanya mengurus orang-orang pendatang di Tolikara, urus kayu-kayu dan senk kios yang terbakar. Karena kios itu digunakan sebagai tempat ibadah (Musolah). Musolah itu terbakar, bukan dibakar. Panglima TNI, Kapolri dan Menteri Sosial Republik Indonesia tidak mempersoalkan 10 orang yang luka-luka akibat ditembak aparat keamanan Indonesia dan 1 orang Endi Wanimbo yang tewas.

D. EMPAT AKAR MASALAH PAPUA

Luka membusuk di tubuh bangsa Indonesia adalah 4 pokok akar masalah Papua. Pemerintah dan TNI-Polri berusaha keras dengan berbagai bentuk untuk menghilangkan 4 akar persoalan Papua yang dirumuskan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang tertuang dalam buku Papua Road Map: Negociating the Past, Improving the Present and Securing the Future (2008), yaitu:

  1. Sejarah dan status politik integrasi Papua ke Indonesia;
  2. Kekerasan Negara dan pelanggaran berat HAM sejak 1965 yang belum ada penyelesaian;
  3. Diskriminasi dan marjinalisasi orang asli Papua di Tanah sendiri;
  4. Kegagalan pembangunan meliputi pendidikan, kesehatan, dan ekonomi rakyat Papua.

Kekejaman dan kejahatan Negara Indonesia terhadap OAP selama ini telah melahirkan sikap rakyat Papua dengan lima posisi sebagai berikut:

  1. AWARENESS (Kesadaran) dari seluruh rakyat dan bangsa West Papua, bahwa penguasa kolonial moderen Indonesia menduduki dan menjajah serta memusnahkan bangsa West Papua;
  2. DISTRUST (Ketidakpercayaan) terhadap Indonesia;
  3. DISOBEDIENCE ( Ketidakpatuhan), terhadap Indonesia;
  4. REJECTION (Penolakan) terhadap Indonesia; danRESISTANCE (Perlawanan) terhadap penguasa Indonesia dari rakyat dan bangsa West Papua.

E. JALAN PENYELESAIAN

Indonesia dan ULMWP duduk setara di meja perundingan damai yang dimediasi pihak ketiga yang netral seperti contoh GAM Aceh dengan Indonesia Helsinki pada 15 Agustus 2005.

Ita Wakhu Purom, 28 Agustus 2020

Penulis: 
1. Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua. 
2. Anggota: Dewan Gereja Papua (WPCC).
3. Anggota Baptist World Alliance (BWA).

__________


Posted by: Admin
Copyright © "sumber" 
Hubungi kami di E-Mail ✉: tabloid.wani@gmail.com

Rabu, 02 September 2020

Prof. Dr. Amien Rais: Indonesia Jangan Anggap Remeh “Pergerakan ULMWP”

Buletinnusa
FOTO: Screenshot official video Prof. Dr. Amien Rais dalam channel YouTube Amien Rais Official, Selasa (1/08/2020). (doc. tabloid-wani.com)

No. 1 PAPUA Merdeka News
| Portal 

JAKARTA | Politisi senior PAN, Amien Rais meminta untuk memahami dan memperhatikan rakyat di Provinsi Papua dan Papua Barat terus bergejolak. Gejolak tersebut dari waktu ke waktu bukan makin mereda tapi sebaliknya. 

"Kita sebaiknya tidak meremehkan gerakan internasional United Liberation Movement for West Papua (ULMWP). Lebih baik sedia payung sebelum hujan," kata Amien dalam Youtube Amien Rais Official, Rabu (2/9/2020).

Menurutnya, di benak banyak kalangan mulai 'tercetak' telah terjadi pelanggaran HAM sejak Papua dan Papua Barat bergabung dengan Indonesia. Karena itu perlu ada perenungan soal memang ada ekses serius hilangnya nyawa orang tidak berdosa di Papua karena mengekspresikan keinginan merdeka lewat pengibaran bendera Bintang Kejora.

"Sementara itu banyak kalangan LSM internasional yang menyebarkan hoaks seolah yang terjadi di Papua dan Papua Barat adalah sebuah bentuk genosida," kata Amien. 

Ia menyebutkan pemimpin yang bijak dan arif harus pandai mendengar, bukan pandai bicara. Para pemimpin tersebut tentu bersedia melakukan perbaikan bila diyakini memang ada kelemahan atau kesalahan dari kebijakan atau politik yang selama ini telah ditempuh.

Ia mengutip pernyataan Menko Maritim dan Investasi yang menyebut 'kalau orang Papua tak ada gejolak, bukan orang Papua namanya'. Pernyataan Luhut tentu membuat rakyat Papua marah.

"Semakin luas opini di kalangan masyarakat Papua bahwa transfer kekuasaan dari Belanda ke Indonesia lewat Act of Free Choice harus dibatalkan. Keputusan PBB 51 tahun yang lalu itu telah mensahkan hasil penentuan pendapat rakyat (Pepera)," kata Amien.

Ia menyebutkan hasil Pepera tersebut kini terus digugat sejumlah tokoh seperti Ketua United Liberation Movement for West Papua Benny Wenda. Wenda bahkan mendapat lumayan kuat dukungan internasional agar PBB meninjau ulang hasil Pepera 1969. 

"Misalnya Persiden Senegal, Abulate Wade menyatakan dalam sebuah konferensi di Dakar bahwa West Papua is now an issue for all black Africans pada 23 Agustus 2019," kata Amien. 

Tak hanya itu, Benny Wenda juga sampai dijadikan warga kehormatan di Kota Oxford. Hal itu menunjukkan simpati Inggris pada langkah langkah lembaga yang dipimpin Wenda tersebut. Lalu parlemen Uganda juga mendukung penuh kemerdekaan Papua Barat.

"Usaha ULMWP sangat gigih menembus PBB agar isu Papua Barat Merdeka masuk ke jadwal sidang umum PBB agar ada referendum untuk Papua seperti referendum di Timor Timur tahun 1999 yang melahirkan Timor Leste," kata Amien. 

Apa itu Pepera?

Amien menjelaskan Indonesia resmi memperoleh Papua Barat dan Papua setelah dilakukan penentuan pendapat rakyat (Pepera) di kedua provinsi tersebut pada 2 Agustus 1969. Pepera dilaksanakan berdasarkan New York Agreement antara Indonesia dan Belanda di New York sesuai resolusi sidang umum PBB.

"Untuk mengetahui apakah rakyat Papua Barat ikut Indonesia atau ikut Belanda. Hasilnya 1025 orang Papua di West Guinea yang ditetapkan pemerintah Indonesia secara aklamasi 100 persen memiliki ikut Indonesia," kata Amien. 

Baca juga:
Ia melanjutkan atas anjuran pejuang Papua, Frans Kasiepo wilayah Papua dinamakan Irian. Lalu pada periode Soeharto diubah menjadi Irian Jaya. 

"Belakangan para tokoh Papua dari berbagai kalangan menyebut Act of free choice itu sebagai Act of Mockery atau Act of No Choice, tidak ada piihan," kata Amien.

Alasannya, ia melanjutkan Pepera dilakukan secara sepihak dan 1025 orang itu tidak berhak mewakili jumlah penduduk etnis Melanesia yang menghuni Papua Barat yang berjumlah 800 ribu orang. Tapi Indonesia 'ngotot' Papua Barat yang dijajah Belanda menjadi bagian tak terpisahkan dari Hindia Belanda. Sehingga protes tersebut dianggap tak perlu diperhatikan. 

"Apalagi sidang umum PBB telah mengesahkan lewat resolusi PBB 2504," katanya. Lalu pemerintah Indonesia pada 2004 memecah provinsi Papua menjadi Papua Barat dan Papua.

Simak videonya berikut:
_______




Copyright ©era.id "sumber" 
Hubungi kami di E-Mail ✉: tabloid.wani@gmail.com

Papua adalah Luka Membusuk di Tubuh Indonesia

Buletinnusa
Papua adalah Luka Membusuk di Tubuh Indonesia
Papua : (ilustrasi)

No. 1 PAPUA Merdeka News
| Portal 

Artikel

Oleh Dr. Socratez S.Yoman, MA

Para pembaca yang mulia dan terhormat, persoalan Papua sulit ditutup-tutupi dengan berbagai bentuk manipulasi dan rekayasa. Karena, persoalan Papua adalah masalah martabat kemanusiaan, keadilan dan kesamaan derajat serta hak hidup dan hak politik suatu bangsa, yaitu bangsa West Papua. Persoalan Papua adalah masalah universal yang berdimensi internasional bukan persoalan domestik internal Indonesia.

Prof. Dr. Franz Magnis menegaskan:
"…kita akan ditelanjangi di depan dunia beradab, sebagai bangsa yang biadab, bangsa pembunuh orang-orang Papua, meski tidak dipakai senjata tajam.”
Lebih lanjut Magnis menegaskan:
"Papua adalah luka membusuk di tubuh bangsa Indonesia.”
“Ada kesan bahwa orang-orang Papua mendapat perlakuan seakan-akan mereka belum diakui sebagai manusia. Kita teringat pembunuhan keji terhadap Theys Eluay dalam mobil yang ditawarkan kepadanya unuk pulang dari sebuah resepsi Kopassus.”
“Situasi di Papua adalah buruk, tidak normal, tidak beradab, dan memalukan, karena itu tertutup bagi media asing. Papua adalah luka membusuk di tubuh bangsa Indonesia.” (hal.255).
“…kita akan ditelanjangi di depan dunia beradab, sebagai bangsa yang biadab, bangsa pembunuh orang-orang Papua, meski tidak dipakai senjata tajam.” (hal.257). (Sumber: Franz: Kebangsaan, Demokrasi, Pluralisme Bunga Rampai Etika Politik Aktual, 2015).
Untuk menyembuhkan luka membusuk dalam tubuh bangsa Indonesia itu pernah disepakati bersama Pemerintah Indonesia dengan rakyat Papua sebagai penyelesaian menang-menang (win win solution), yaitu Undang-undang Otonomi Khusus Nomor 21 Tahun 2001.

Tetapi, kesepakatan bersama itu gagal dilaksanakan Pemerintah Republik Indonesia, maka Dewan Gereja Papua (WPCC) menyatakan: "Otonomi Khusus 2001 sudah mati." Rakyat Papua menyatakan: "Otsus sudah almarhum atau gagal."

Kita harus jujur, bahwa Pemerintah Republik Indonesia telah gagal melaksanakan Undang-undang Otonomi Khusus 2001 tentang Recognition (pengakuan hak-hak Orang Asli Papua) Affirmative (keberpihakan), Protection (perlindungan), Empowering (pemberdayaan).

Operasi militer di Nduga sedang berlangsung sejak 2018 sampai saat ini adalah bukti kegagalan Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan Otonomi Khusus 2001. Pelanggaran berat HAM dalam Otonomi Khusus meningkat tajam.

Sejak reformasi tahun 1998, rakyat dan bangsa West Papua tidak pernah menuntut dan meminta Pemerintah Republik Indonesia membangun infrastruktur jalan dan jembatan. Rakyat dan bangsa West Papua menuntuk hak politik untuk MERDEKA dan BERDAULAT penuh secara politik.

Luka membusuk di tubuh bangsa Indonesia adalah 4 pokok akar masalah Papua. Pemerintah Republik Indonesia gagal menyelesaikan 4 akar persoalan Papua yang dirumuskan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang tertuang dalam buku Papua Road Map: Negociating the Past, Improving the Present and Securing the Future (2008), yaitu:
  1. Sejarah dan status politik integrasi Papua ke Indonesia;
  2. Kekerasan Negara dan pelanggaran berat HAM sejak 1965 yang belum ada penyelesaian;
  3. Diskriminasi dan marjinalisasi orang asli Papua di Tanah sendiri;
  4. Kegagalan pembangunan meliputi pendidikan, kesehatan, dan ekonomi rakyat Papua.
Para pembaca yang mulia dan terhormat. Undang-undang Otonomi Khusus Nomor 21 Tahun 2001 tidak turun sendiri dari langit. Otonomi Khusus 2001 lahir karena ada tuntutan rakyat dan bangsa Papua Barat untuk merdeka dan berdaulat penuh secara politik.

LATAR BELAKANG HISTORIS LAHIRNYA OTONOMI KHUSUS 2001 perlu dijelaskan. Supaya Pemerintah Republik Indonesia jangan memutarbalikan dan menghilangkan fakta historis lahirnya Undang-undang Otonomi Khusus nomor 21 Tahun 2001 yang terdiri dari 24 Bab dan 79 Pasal.

Baca juga:
Undang-undang Otonomi Khusus Nomor 21 Tahun 2001 adalah Undang-undang Win Win Solution (Penyelesaian Menang Menang) status politik bangsa West Papua dalam wilayah Indonesia.

Latar belakang lahirnya Undang-undang Republik Indonesia tentang Otonomi Khusus Nomor 21 Tahun 2001 karena pasca tumbangnya kekuasaan Soeharto pada 1998, seluruh rakyat dan bangsa West Papua merapatkan barisan dan membangun kekuatan bersama dan menuntut kemerdekaan dan berdaulat penuh bangsa West Papua dengan cara damai mengibarkan bendera Bintang Kejora di seluruh Tanah Papua. Banyak korban rakyat berjatuhan di tangan TNI-Polri.

1. Delegasi Tim 100 mewakili rakyat dan bangsa West Papua pertemuan dengan Prof. Dr. B.J. Habibie di Istana Negara Republik Indonesia pada 26 Februari 1999

"....dengan jujur kami menyatakan kepada Presiden Republik Indonesia, bahwa tidak ada alternatif lain untuk merundingkan atau mempertimbangkan keinginan Pemerintah Indonesia guna membangun Papua dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia. Maka pada hari ini, Jumat, 26 Februari 1999, kepada Presiden Republik Indonesia, kami bangsa Papua Barat menyatakan bahwa:

Pertama, kami bangsa Papua Barat berkehendak keluar dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dan untuk merdeka dan berdaulat penuh di antara bangsa-bangsa lain di bumi.

Kedua, segera membentuk pemerintahan peralihan di Papua Barat dibawah pengawasan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) secara demokratis, damai dan bertanggungjawab, selambat-lambatnya bulan Maret tahun 1999.

Ketiga, Jika tidak tercapai penyelesaian terhadap pernyataan politik ini pada butir kesatu dan kedua , maka;
  1. Segera diadakan perundingan Internasional antara Pemerintah Republik Indonesia, Bangsa Papua Barat, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB);
  2. Kami bangsa Papua Barat menyatakan, tidak ikut serta dalam pemilihan Umum Republik Indonesia tahun 1999.
2. Musyawarah Besar (MUBES) 23-26 Februari 2000

Dari 7 butir keputusan peserta MUBES, pada butir 4 dinyatakan:

"Bahwa kami bangsa Papua Barat setelah berintegrasi dengan Indonesia melalui pelaksanaan Pepera yang tidak adil dan penuh kecurangan, dan setelah 36 tahun berada dalam Negara Republik Indonesia, bangsa Papua Barat mengalami perlakuan-perlakuan keji dan tidak manusiawi: Pelanggaran berat HAM, pembunuhan, pemerkosaan, pembodohan, pemiskinan, ketidakadilan sosial dan hukum yang mengarah pada etnik dan kultur genosida bangsa Papua Barat,maka kami atas dasar hal-hal tersebut di atas menyatakan kehendak kami untuk memilih merdeka-memisahkan diri dari negara Republik Indonesia kembali ke status kami semula sebagai bangsa dan negara Papua, 1 Desember 1961."

3. Kongres Nasional II Rakyat dan Bangsa Papua Barat, 26 Mei - 4 Juni 2000

Kongres yang dibiayai oleh Presiden Republik Indonesia, Abdulrrahman Wahid ini diputuskan beberapa butir keputusan politik sebagai berikut:
  1. Bangsa Papua telah berdaulat sebagai sebuah bangsa dan negara sejak 1 Desember 1961.
  2. Bangsa Papua melalui Kongres II menolak New York Agreement 1962 yang cacat hukum dan cacat moral karena tidak melibatkan wakil-wakil bangsa Papua.
  3. Bangsa Papua melalui Kongres II menolak hasil-hasil pepera, karena dilaksanakan dibawah ancaman, intimidasi, pembunuhan sadis, kekerasan militer dan perbuatan-perbuatan amoral diluar batas-batas perikemanusiaan. Karena itu bangsa Papua menuntut PBB untuk mencabut Resolusi PBB Nomor 2504 tanggal 19 Desember 1969.
  4. Indonesia, Belanda, Amerika Serikat,dan PBB harus mengakui hak politik dan kedaulatan Bangsa Papua Barat yang sah berdasarkan kajian sejarah, hukum, dan sosial budaya.
  5. Kejahatan terhadap kemanusiaan di Papua Barat yang terjadi sebagai akibat dari konspirasi politik internasional yang melibatkan Indonesia, Belanda, Amerika Serikat, dan PBB, harus diusut tuntas dan pelaku-pelakunya diadili di peradilan Internasional.
  6. PBB, AS, dan Belanda agar meninjau kembali keterlibatan mereka dalam proses aneksasi Indonesia atas Papua Barat dan menyampaikan hasil-hasilnya secara jujur, adil dan benar kepada rakyat Papua pada 1 Desember 2000.
Para pembaca yang mulia dan terhormat. Undang-undang Otonomi Khusus Nomor 21 Tahun 2001 tidak turun sendiri dari langit. Otonomi Khusus 2001 lahir karena ada tuntutan rakyat dan bangsa Papua Barat untuk merdeka dan berdaulat.

Menjadi jelas dan terang latar belakang lahir Otonomi Khusus melalui proses dari Tim 100, Mubes 23-26 Februari 2000 dan Kongres II Nasional rakyat dan bangsa Papua Barat pada 26 Mei-4 Juni 2000, yaitu rakyat dan bangsa Papua Barat menyatakan berhak atas kemerdekaan dan kedaulatan penuh di atas tanah leluhurnya.

Kesimpulan sebagai jalan keluar sbb:

Pemerintah RI-ULMWP duduk setara dan berunding tanpa syarat dimediasi pihak ketiga yang netral seperti contoh Pemerintah RI menjadikan GAM Aceh sebagai mitra dialog damai pada 15 Agustus 2005 di Helsinki. 


Ita Wakhu Purom, 10 Agustus 2020

Penulis: 
1. Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua. 
2. Anggota: Dewan Gereja Papua (WPCC).
3. Anggota Baptist World Alliance (BWA).
__________

Posted by: Admin
Copyright ©Dr. Socratez Yoman "sumber" 
Hubungi kami di E-Mail ✉: tabloid.wani@gmail.com

Selasa, 01 September 2020

YUK BELAJAR MENEMBAK

Buletinnusa

Assalamualaikum semuanya...

Udah kelamaan banget ga ngeblog, bahan ada, cuma ide untuk menulis dan waktu masya Allah ga sempat-sempat. Qadarullah siapa bilang jadi ibu rumah tangga itu lebih banyak waktu luang, ga sama sekali apalagi ditambah saat ini karena pandemi COVID 19 anak-anak belajarnya dari rumah (BDR atau SFH) jadilah plus-plus jadi ibu guru dan pedagang online juga. Jadi yang kangen sama aku (hehehe) silakan mampir ke instagram https://www.instagram.com/p/CEinp5DAmUF/?igshid=rcoq9vxgwgon 

eh back to topic ya...buat yang mau belajar menembak dan insya Allah safety karena di dampingi oleh orang yang ahli di bidang ini silakan hubunginya ke PAK IBNU 081318701860 ada kelas pemulanya. tinggal tanya2 detail aja info kelasnya, kapan mulai dan apa aja yang di dapatkan. Kalo ditanya kenapa sih bunda mau ikutan ini, sejujurnya karena kecebur nemenin pak suami latihan terus dikasih tau dalilnya kalo belajar ini bukan untuk gaya atau ngikutin trend aja. Jadi kalo diniatkan ibadah insya Allah bernilai pahala loh. Dan bunda Alhamdulillah bisa belajar dengan dibiayai...hihii emak2 langsung happy.

 Al Bazzar dalam Musnad-nya (1048), Al ‘Athar dalam Juz-nya (52), Ath Thabrani dalam Mu’jam Al Ausath (2093), dari jalan Hatim bin Laits,

حَاتِمُ بْنُ اللَّيْثِ الْجَوْهَرِيُّ , قَالَ : نا يَحْيَى بْنُ حَمَّادٍ , قَالَ : نا أَبُو عَوَانَةَ ، عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ عُمَيْرٍ ، عَنْ مُصْعَبِ بْنِ سَعْدٍ ، عَنْ أَبِيهِ , قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” عَلَيْكُمْ بِالرَّمْيِ ، فَإِنَّهُ خَيْرٌ لَعِبِكُمْ

“dari Hatim bin Laits Al Jauhari, ia berkata: Yahya bin Hammad menuturkan kepada kami, ia berkata: Abu ‘Awwanah menuturkan kepada kami, dari Abdul Malik bin ‘Umair, dari Mush’ab bin Sa’ad, dari ayahnya (Sa’ad bin Abi Waqqash radhiallahu’anhu) ia berkata, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: ‘hendaknya kalian latihan menembak karena itu permainan yang paling bagus bagi kalian‘”


Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/13849-anjuran-berlatih-memanah-dan-menembak.html


Menembak dan Manfaatnya

Tidak sedikit orang beranggapan bahwa menembak menjadi salah satu jenis olahraga yang berbahaya, melihat dari tingginya angka kriminalitas dengan penggunaan senjata. Pun, anggapan mengenai emosional orang yang ikut latihan menembak juga amat tinggi dan mudah sekali mengancam dengan keahliannya satu ini.

Padahal, tidak demikian adanya. Olahraga menembak akan memberikan banyak manfaat ketika dilakukan dengan tepat alias tidak disalahgunakan. Berikut beberapa di antaranya:

1. Melatih Kekuatan Otot Tangan

Jika dilihat sekilas, memegang pistol dan menembakkannya adalah dua hal yang sangat mudah dilakukan. Nyatanya, tidak demikian. Kamu harus mengetahui cara menggenggam dan membidik serta menembak dengan benar dan tepat sasaran. Selain itu, ketika menekan pelatuk, tangan bagian depan kamu akan terdorong ke belakang dan perlu keseimbangan yang baik untuk bisa menahannya. Jika dilakukan secara rutin, otot tangan kamu akan lebih fleksibel dan kuat.

Baca juga: Serunya Asian Games, Ini Manfaat Berkuda untuk Kesehatan

2. Melatih Fokus dan Konsentrasi

Agar tembakan yang kamu lepaskan bisa tepat sasaran, kamu perlu konsentrasi dan fokus. Jika perhatian kamu mudah teralih, jangan harap kamu bisa menguasai olahraga ini dengan mudah. Aktivitas ini tak hanya bagus di zona latihan, tetapi juga akan bermanfaat ketika kamu bekerja atau melakukan aktivitas lain yang membutuhkan konsentrasi tinggi. 

https://www.halodoc.com/artikel/menembak-dan-memanah-mana-yang-paling-tepat-untuk-otot-tangan-

Bismillah persiapan
Bismillah Before Latihan cek ricek kelengkapan

Bismillah persiapan

Bismillah take posisi

Yuk Mulai


icatat oleh Al Bazzar dalam Musnad-nya (1048), Al ‘Athar dalam Juz-nya (52), Ath Thabrani dalam Mu’jam Al Ausath (2093), dari jalan Hatim bin Laits,

حَاتِمُ بْنُ اللَّيْثِ الْجَوْهَرِيُّ , قَالَ : نا يَحْيَى بْنُ حَمَّادٍ , قَالَ : نا أَبُو عَوَانَةَ ، عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ عُمَيْرٍ ، عَنْ مُصْعَبِ بْنِ سَعْدٍ ، عَنْ أَبِيهِ , قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” عَلَيْكُمْ بِالرَّمْيِ ، فَإِنَّهُ خَيْرٌ لَعِبِكُمْ

“dari Hatim bin Laits Al Jauhari, ia berkata: Yahya bin Hammad menuturkan kepada kami, ia berkata: Abu ‘Awwanah menuturkan kepada kami, dari Abdul Malik bin ‘Umair, dari Mush’ab bin Sa’ad, dari ayahnya (Sa’ad bin Abi Waqqash radhiallahu’anhu) ia berkata, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: ‘hendaknya kalian latihan menembak karena itu permainan yang paling bagus bagi kalian‘”



Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/13849-anjuran-berlatih-memanah-dan-menembak.html

icatat oleh Al Bazzar dalam Musnad-nya (1048), Al ‘Athar dalam Juz-nya (52), Ath Thabrani dalam Mu’jam Al Ausath (2093), dari jalan Hatim bin Laits,

حَاتِمُ بْنُ اللَّيْثِ الْجَوْهَرِيُّ , قَالَ : نا يَحْيَى بْنُ حَمَّادٍ , قَالَ : نا أَبُو عَوَانَةَ ، عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ عُمَيْرٍ ، عَنْ مُصْعَبِ بْنِ سَعْدٍ ، عَنْ أَبِيهِ , قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” عَلَيْكُمْ بِالرَّمْيِ ، فَإِنَّهُ خَيْرٌ لَعِبِكُمْ

“dari Hatim bin Laits Al Jauhari, ia berkata: Yahya bin Hammad menuturkan kepada kami, ia berkata: Abu ‘Awwanah menuturkan kepada kami, dari Abdul Malik bin ‘Umair, dari Mush’ab bin Sa’ad, dari ayahnya (Sa’ad bin Abi Waqqash radhiallahu’anhu) ia berkata, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: ‘hendaknya kalian latihan menembak karena itu permainan yang paling bagus bagi kalian‘”



Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/13849-anjuran-berlatih-memanah-dan-menembak.html

Dicatat oleh Al Bazzar dalam Musnad-nya (1048), Al ‘Athar dalam Juz-nya (52), Ath Thabrani dalam Mu’jam Al Ausath (2093), dari jalan Hatim bin Laits,

حَاتِمُ بْنُ اللَّيْثِ الْجَوْهَرِيُّ , قَالَ : نا يَحْيَى بْنُ حَمَّادٍ , قَالَ : نا أَبُو عَوَانَةَ ، عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ عُمَيْرٍ ، عَنْ مُصْعَبِ بْنِ سَعْدٍ ، عَنْ أَبِيهِ , قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” عَلَيْكُمْ بِالرَّمْيِ ، فَإِنَّهُ خَيْرٌ لَعِبِكُمْ

“dari Hatim bin Laits Al Jauhari, ia berkata: Yahya bin Hammad menuturkan kepada kami, ia berkata: Abu ‘Awwanah menuturkan kepada kami, dari Abdul Malik bin ‘Umair, dari Mush’ab bin Sa’ad, dari ayahnya (Sa’ad bin Abi Waqqash radhiallahu’anhu) ia berkata, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: ‘hendaknya kalian latihan menembak karena itu permainan yang paling bagus bagi kalian‘”



Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/13849-anjuran-berlatih-memanah-dan-menembak.html

Dicatat oleh Al Bazzar dalam Musnad-nya (1048), Al ‘Athar dalam Juz-nya (52), Ath Thabrani dalam Mu’jam Al Ausath (2093), dari jalan Hatim bin Laits,

حَاتِمُ بْنُ اللَّيْثِ الْجَوْهَرِيُّ , قَالَ : نا يَحْيَى بْنُ حَمَّادٍ , قَالَ : نا أَبُو عَوَانَةَ ، عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ عُمَيْرٍ ، عَنْ مُصْعَبِ بْنِ سَعْدٍ ، عَنْ أَبِيهِ , قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” عَلَيْكُمْ بِالرَّمْيِ ، فَإِنَّهُ خَيْرٌ لَعِبِكُمْ

“dari Hatim bin Laits Al Jauhari, ia berkata: Yahya bin Hammad menuturkan kepada kami, ia berkata: Abu ‘Awwanah menuturkan kepada kami, dari Abdul Malik bin ‘Umair, dari Mush’ab bin Sa’ad, dari ayahnya (Sa’ad bin Abi Waqqash radhiallahu’anhu) ia berkata, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: ‘hendaknya kalian latihan menembak karena itu permainan yang paling bagus bagi kalian‘”



Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/13849-anjuran-berlatih-memanah-dan-menembak.html