Kamis, 28 Februari 2019

Pemilu 2019, 11.000 Anggota Gabungan TNI-Polri Dikerahkan

Buletinnusa
Pemilu 2019, 11.000 Anggota Gabungan TNI-Polri Dikerahkan
Kapolda Papua, Irjen Pol Martuani Sormin.
Jayapura -- Kepala Kepolisian Daerah Papua, Inspektur Jendral Martuani Sormin menuturkan dalam pengaman Pemilu 17 April 2019 mendatang, pihaknya akan mengerahkan 11 ribu pasukan TNI-Polri.

Hal tersebut diungkapkannya ketika di temui usai membuka Rapat Pimpinan Daerah (Rapimda) TNI-Polri di salah satu Hotel di Kota Jayapura, Rabu (27/2) siang.

Ia menerangkan 11 ribu persinol itu terdiri dari Polda Papua dan Kodam XVII Cenderawasih bahkan BKO dari Mabes Polri.

“Untuk perkuat kita libatkan Polisi 7500 personil dalam pengaman Pemilu sementara bantuan dari Kodam XVII Cenderawasih ada 3500 personil belum dengan Satgas yang sudah ada di Papua entah itu Satgas Binmas Noken maupun Satgas Manangkawi,” ujarnya.

Mantan Kasat Sabhara Aceh Tenggara ini pun menuturkan Kodam XVII Cenderawasih siap memberikan bantuan alat transportasi untuk anggota ke daerah yang cukup sulit untuk membackup pengamanan.

“Yang menjadi kendala saat ini transportasi sulit dan biaya besar khususnya di wilayah gunung dan itu akan dimudahkan dengan fasilitasi alat transportasi yang didukung dari Bapak Panglima Kodam XVII Cenderawasih,” terangnya.

(Baca ini: Kalau Orang Asli Papua Ikut Pemilu NKRI, Kalian Penghianat Bangsa Papua)

Kata Kapolda, sejauh ini Papua masuk dalam daerah merah rawan terjadinya konflik Pemilu lantaran tiga faktor yaitu Transportasi, Komunikasi dan Kelompok kriminal bersenjata, bahkan propaganda yang dilakukan oleh kelompok-kelompok tertentu, namun semuanya sudah diantisipasi sejak dini.

“Semuanya itu sudah kami perhitungkan dari Kacamata pihak kepolisian dan kami harap nantinya semua berjalan lancar tanpa ada hambatan,” terangnya.


Copyright ©Pasific Pos "sumber"
Hubungi kami di E-Mail ✉: tabloid.wani@gmail.com

Kampanye Perdana, Partai Nasdem: Siap Merebut Kursi DPRD Tolikara

Buletinnusa
Para calon menyampaikan kampanye politiknya di hadapan ratusan masyarakat Tolikara yang hadir pada kampanye perdana Partai NasDem, Rabu (27/02/2019).
Kembu, Tolikara -- Kampanye perdana Partai Nasional Demokrat (NasDem) Kabupaten Tolikara telah berlangsung di Distrik Kembu pada hari Rabu, (27/02/2019).

Di sela-sela kampenye perdana, Wakil Bupati Tolikara, Dinus Wanimbo, SH selaku Pembina Partai NasDem Tolikara turut hadir dan masyarakat menyambut baik.

Ketua DPD NasDem Tolikara, Sonny Wanimbo mengatakan dirinya optimis dalam merebut kursi ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Tolikara untuk masa bakti 2019-2024.

“Nasdem siap rebut Ketua DPRD Kabupaten Tolikara masa bakti 2019-2024. Kami dari NasDem menyataan sikap itu merupakan mental untuk menciptakan suatu perubahan yang lebih baik untuk hari esok lebih baik bagi Tolikara," ungkap Sonny Wanimbo.

Tokoh gereja setempat yang hadir pun turut mendukung langkah-langkah maju yang akan diambil oleh setiap anak muda Tolikara yang membawa Visi dan Misi untuk kemajuan masa depan Tolikara.

"Kami gereja turut mendukung kepada anak-anak mudah yang berniat penuh kepada rakyat dan kemajuan daerah. Kami selalu berdoa, khususnya anak Sonny yang sekarang pimpin Parat NasDem"

"Kami kenal dia dengan nama lain juga Sonny Wenebela, kami kenal dia baik, dia berlatar belakang anak jalanan yang selalu siap jadi korban demi kepentingan rakyat kecil," ujar Masyarakat setempat.

Kampanye awal ini telah berlangsung dengan aman dan lancar hingga usai, ditutupi dengan makan bersama hidangan (masakan bakar batu) yang disiapkan panitia.

Berikut cuplikan video kampanye Perdana Partai NasDem Kabupaten Tolikara


Posted by: Admin
Copyright ©DPD NasDem Tolikara "sumber"
Hubungi kami di E-Mail ✉: tabloid.wani@gmail.com

Stadion Megah PON XX 2020 Tak Lagi Gunakan Nama Papua Bangkit

Buletinnusa
Stadion Megah PON XX 2020 Tak Lagi Gunakan Nama Papua Bangkit
Kondisi Stadion Papua Bangkit.
Jayapura -- Stadion megah di Kampung Harapan Sentani, Kabupaten Jayapura, yang menjadi kebanggaan masyarakat Papua kabarnya tidak akan lagi menyandang nama Papua Bangkit.

Stadion berstatus venue utama pada perhelatan Pekan Olahraga Nasional (PON) XX 2020 itu disebut akan berganti nama saat diresmikan pada April mendatang. Baca Juga Bidik Hasil Positif, Pelatih PSM Siap Turunkan Zulham dan Markkanen Kontra Perseru Namun, pihak Dinas Olahraga dan Pemuda (Dispora) Provinsi Papua masih enggan membeberkan nama baru untuk stadion berkapasitas 45.000 penonton itu.

 “Nama stadion akan diganti pada saat diresmikan, namun kami belum bisa membeberkan nama barunya kepada publik,” kata Kepala Dispora Provinsi Papua, Daud Ngabalin, kepada awak media olahraga di Jayapura, Selasa (19/2/19). 

Daud mengaku bahwa draft pergantian nama stadion sudah diteken dan diserahkan kepada Gubernur Papua untuk segera diputuskan dalam waktu dekat. 

“Draft pergantian nama stadion sudah saya tanda tangani dan diserahkan kepada gubernur untuk di SK-kan. Tinggal menunggu waktu saja. Yang jelas namanya pasti berganti,” tegasnya. 

Stadion Papua Bangkit diharapkan bisa diresmikan sesuai jadwal, yakni bersamaan dengan peresmian jembatan megah di Kota Jayapura yang menghubungkan wilayah Hamadi dan Holtekamp.

(Baca ini: Peresmian Jembatan Holtekamp dan Stadion Papua Bangkit, Gubernur Papua Siapkan Acara Besar Sambut Jokowi)


Copyright ©indosport "sumber"
Hubungi kami di E-Mail ✉: tabloid.wani@gmail.com

Ucapan RIP Mengiringi Hari-hari Hidup Orang Papua, Bagaimana dengan Masa Depannya?

Buletinnusa
Ucapan RIP Mengiringi Hari-hari Hidup Orang Papua, Bagaimana dengan Masa Depannya?
Tiap waktu, ucapan R.I.P mengiringi hari-hari hidup bangsa Papua,
Apakah ini artinya akhir dari wujud Genosida telah menghampiri Masyarakat Pribumi Papua? - bagaimana Tidak, mereka yang berjuang untuk gagalkan peristiwa pemusnahan ini satu-persatu terus berguguran, lalu sama siapa lagi bangsa ini akan bersandar...?????

Apakah masih ada harapan, nafas yang tersisa untuk menentukan masa depan bangsa...?????

Oh Tuhan... tolong kami, berilah anak-anakMu hikmat yang sehat dan baik untuk melangkah dalam melakukan kerja-kerja guna menjawab cita-cita dan harapan masa depan bangsa Papua yang pasti, Amin!
_______
Selamat malam! 😪

(Baca juga: Orang asli Jayapura Tinggal 4%, Sisanya 96% adalah non-Asli Jayapura)


Posted by: Admin
Copyright ©Mbilamo Post "sumber"
Hubungi kami di E-Mail ✉: tabloid.wani@gmail.com

PBB Mengutuk Pelanggaran HAM dan Rasisme di Papua

Buletinnusa
Dilansir situs resmi United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), (21/2), dalam pernyataan bersama oleh para pakar PBB, yang terdiri dari anggota Prosedur Khusus Pembicaraan Hak Asasi Manusia, lima Pelapor Khusus PBB mengutuk "kurangnya investigasi umum terhadap dugaan pelanggaran hak asasi manusia di Papua".

Tim Prosedur Khusus adalah "badan ahli independen terbesar dalam sistem HAM PBB", dan termasuk Pelapor Khusus tentang rasisme, penyiksaan, penangkapan serta penahanan sewenang-wenang, pembela HAM dan Masyarakat Adat.

Para ahli PBB juga memberi penghormatan kepada karya gerakan pembebasan West Papua, mencatat bahwa West Papua "menjadi bagian dari Indonesia pada tahun 1969" dan "telah melihat pertumbuhan gerakan pro-kemerdekaan yang semakin vokal dalam beberapa dekade terakhir".
PBB Mengutuk Pelanggaran HAM dan Rasisme di Papua
Seorang pemuda Papua, Sam Lokon, disiksa dengan ular oleh polisi Indonesia awal tahun ini. Cuplikan dari kejadian itu menjadi viral online.
Para ahli menarik perhatian khususnya pada penyiksaan baru-baru ini terhadap bocah di Papua dengan menggunakan ular hidup, yang mereka gambarkan sebagai "gejala diskriminasi dan rasisme yang mengakar kuat yang dihadapi oleh penduduk asli Papua, termasuk oleh militer dan polisi Indonesia". Para ahli PBB lebih lanjut menyatakan: "Taktik ini sering digunakan terhadap penduduk asli Papua dan pembela hak asasi manusia."

Menurut ULMWP, hal ini disadari banyak episode penyiksaan baru-baru ini yang digunakan oleh Indonesia terhadap orang Papua. Pada Desember tahun lalu, tiga warga Papua dipukuli dan disiksa di depan umum oleh petugas Brimob di Abepura. Bulan ini, dua aktivis KNPB yang menghadapi persidangan karena menggunakan hak mereka untuk kebebasan berekspresi diperlakukan dengan buruk dan dipukuli dalam tahanan.
___________
Berikut ini pernyataan yang dikeluarkan oleh PBB;

Indonesia: UN experts condemn racism and police violence against Papuans, and use of snake against arrested boy

GENEVA (21 February 2019) - Prompt and impartial investigations must be carried out into numerous cases of alleged killings, unlawful arrests, and cruel, inhuman and degrading treatment of indigenous Papuans by the Indonesian police and military in West Papua and Papua provinces, say a group of UN human rights experts*.

In the latest reported case, a video was circulated online of a handcuffed indigenous Papuan boy being interrogated by Indonesian police with a snake wrapped around his body. The boy, who was arrested on 6 February for allegedly having stolen a mobile phone, is heard screaming in fear while the laughing police officers push the snake’s head towards his face.

“This case reflects a widespread pattern of violence, alleged arbitrary arrests and detention as well as methods amounting to torture used by the Indonesian police and military in Papua,” the experts said.

“These tactics are often used against indigenous Papuans and human rights defenders. This latest incident is symptomatic of the deeply entrenched discrimination and racism that indigenous Papuans face, including by Indonesian military and police,” they added.

Representatives of the Indonesian police have publicly acknowledged the incident, and apologised for it. However, the UN experts say that prompt and impartial investigations must be carried out.

“We urge the Government to take urgent measures to prevent the excessive use of force by police and military officials involved in law enforcement in Papua. This includes ensuring those, who have committed human rights violations against the indigenous population of Papua are held to account,” the experts said.

“We are also deeply concerned about what appears to be a culture of impunity and general lack of investigations into allegations of human rights violations in Papua,” the experts stressed.

The incident in which the boy was mistreated comes amid an ongoing military operation in Papua, which became part of Indonesia in 1969 and which has seen the growth of an increasingly vocal pro-independence movement in the past decades.

ENDS
____________________
(*) The UN experts: MsVictoria Tauli Corpuz, Special Rapporteur on the rights of indigenous peoples; Mr. Seong -Phil Hong (Republic of Korea),Chair -Rapporteur, Working Group on Arbitrary Detention; Mr.Michel Forst (France), Special Rapporteur on the situation of human rights defenders; Mr. Nils Melzer (Switzerland), Special Rapporteur on torture and cruel, inhuman or degrading treatment or punishment; Ms E. Tendayi Achiume, Special Rapporteur on contemporary forms of racism, racial discrimination, xenophobia and related intolerance

The Working Groups and Special Rapporteurs are part of what is known as the Special Proceduresof the Human Rights Council. Special Procedures, the largest body of independent experts in the UN Human Rights system, is the general name of the Council’s independent fact-finding and monitoring mechanisms that address either specific country situations or thematic issues in all parts of the world. Special Procedures experts work on a voluntary basis; they are not UN staff and do not receive a salary for their work. They are independent from any government or organization and serve in their individual capacity.

UN Human Rights, Country Page — Indonesia

For more information and media requests please contact: Ms Julia Raavad (+41 22 917 9288 / jraavad@ohchr.org)

For media inquiries related to other UN independent experts: Mr. Jeremy Laurence, UN Human Rights – Media Unit (+ 41 22 917 9383 / jlaurence@ohchr.org)

Follow news related to the UN’s independent human rights experts on Twitter @UN_SPExperts.

Concerned about the world we live in? Then STAND UP for someone’s rights today. #Standup4humanrights and visit the web page at http://www.standup4humanrights.org


Posted by: Admin
Copyright ©The ULMWP Official website "sumber"
Hubungi kami di E-Mail ✉: tabloid.wani@gmail.com

Minggu, 24 Februari 2019

BMKG Himbau Waspadai Gelombang Tinggi Di Laut Maluku

Buletinnusa
Ambon, Malukupost.com - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Pattimura Ambon, mengimbau masyarakat pesisir agar mewaspadai gelombang tinggi di laut Maluku bagian Utara yang berpeluang mencapai 4 meter hingga beberapa hari ke depan. Kepala BMKG Stasiun Pattimura Ambon, Ot Oral Sem Wilar, dikonfirmasi, Minggu (24/2), mengatakan, peringatan dini itu hendaknya dipatuhi oleh masyarakat pesisir, terutama nelayan tradisional.
Ambon, Malukupost.com - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Pattimura Ambon, mengimbau masyarakat pesisir agar mewaspadai gelombang tinggi di laut Maluku bagian Utara yang berpeluang mencapai 4 meter hingga beberapa hari ke depan.

Kepala BMKG Stasiun Pattimura Ambon, Ot Oral Sem Wilar, dikonfirmasi, Minggu (24/2), mengatakan, peringatan dini itu hendaknya dipatuhi oleh masyarakat pesisir, terutama nelayan tradisional.

Kemudian nelayan tradisional tidak bisa memaksakan diri mencari ikan dengan mengandalkan armada berkapasitas kecil.

Pertimbangannya, pola angin umumnya bertiup dari arah Barat - Barat Laut dengan kecepatan terbesar 15 knots (30 KM/jam).

Sedangkan, gelombang mencapai 2,5 meter berpeluang terjadi di laut Maluku bagian Selatan.

"Jadi dimohon kepada masyarakat yang tinggal dan beraktivitas di pesisir sekitar area yang berpeluang terjadi gelombang tinggi agar tetap selalu waspada," ujar Ot.

Dia mengemukakan, imbauan kondisi cuaca juga disampaikan ke Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) sembilan kabupaten dan dua kota, termasuk para Bupati maupun Wali Kota.

Bila terjadi kondisi cuaca ekstrim, maka Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas 1 Ambon berwenang tidak memberikan izin berlayar, bahkan sekiranya dipandang perlu aktivitas pelayaran untuk sementara ditutup sambil menunggu laporan perkembangan cuaca terbaru.

"Para pengguna jasa transportasi juga hendaknya memaklumi bila terjadi penundaan dan keterlambatan jadwal keberangkatan kapal laut akibat faktor cuaca karena pertimbangan perlunya memprioritaskan keselamatan," tandas Ot. (MP-5)

Rabu, 20 Februari 2019

Peresmian Jembatan Holtekamp dan Stadion Papua Bangkit, Gubernur Papua Siapkan Acara Besar Sambut Jokowi

Buletinnusa
Stadion Papua Bangkit di Kampung Harapan Sentani Kabupaten Jayapura.
Jayapura -- Gubernur Papua Lukas Enembe berencana menggelar acara besar untuk menyambut kedatangan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Bumi Cenderawasih.

“Kami baru dapat informasi, Jokowi akan berkunjung ke Papua. Untuk itu, saya akan panggil seluruh kepala daerah untuk membicarakan ini, biar kedatangan Beliau bisa disambut,” kata Enembe, di Jayapura, Rabu (20/2/2019).

Menurut ia, kedatangan Jokowi ke Papua adalah untuk meresmikan dua proyek multiyears, yakni Stadion Papua Bangkit di Kabupaten Jayapura dan Jembatan Hamadi-Holtekamp.

“Jadi usai meresmikan dua proyek multiyears, Presiden bisa hadiri acara yang akan kami siapkan nanti,” ucapnya.

Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Papua, Girius One Yoman, mengatakan Presiden Jokowi dijadwalkan Maret mendatang akan meresmikan jembatan Hamadi-Holtekamp dan Stadion Papua Bangkit.
Jembatan Hamadi-Holtekamp, Jayapura.
Menurut ia, pembangunan jembatan Holtekamp dipastikan akan selesai pengerjaannya pada Maret, sehingga bisa langsung diresmikan.

“Kami rencanakan di sela-sela melakukan kampanye, pak Jokowi meresmikan jembatan dan stadion,” Kata Yoman.

Ia menambahkan total alokasi anggaran untuk pembangunan jembatan Hamadi-Holtekamp yang bersumber dari APBN dan APBD Provinsi Papua sebesar Rp 1,6 triliun.

“Tahun 2018, Pemprov Papua mengalokasi anggaran sebesar Rp 200 miliar dan APBN Rp 200 miliar,” ujarnya. (*)


Copyright ©Jubi "sumber"
Hubungi kami di E-Mail ✉: tabloid.wani@gmail.com

Kalau Orang Asli Papua Ikut Pemilu NKRI, Kalian Penghianat Bangsa Papua

Buletinnusa
Dengan alasan mau pilih gubernur, bupati, apalagi Presiden, anggota DPRD, DPRP/DPRPB, apalagi anggota DPR RI, kalau ada Orang Asli Papua (OAP) yang ikut Pemilu maupun Pemilukada, itu sebenarnya memberitahukan secara terbuka kepada dunia, kepada alam semesta dan kepada Tuhan, bahwa sebenarnya OAP mau NKRI tetap menduduki tanah Papua dan menjajah bangsa Papua.

Demikian disampaikan oleh Gen. TRWP Amunggut Tabi dalam sambutan kepada pasukan Markas Pusat Pertahanan (MPP) Tentara Revolusi West Papua(TRWP).

Gen. Tabi melanjutkan bahwa manusia di seluruh dunia sebenarnya sedang bindung dan terus-menerus bertanya kepada kita OAP sendiri, mulai dari rakyat di kampung-kampung sampai Gubernur Provinsi Papua dan Provinsi PapuaBarat,
  • Kalian OAP benar-benar mau merdeka dan berdaulat di luar NKRI, atau hanya tipu-tipu minta porsi jatah makanan lebih besar dari NKRI?
  • Kalau benar-benar mau keluar dari NKRI, mengapa masih ikut memberikan suara dalam pemilihan-pemilihan umum NKRI?
Apakah kalian tidak tahu bahwa suara kalian sesuai dengan Hak Asasi Manusia (HAM) sudah diserahkan kepada NKRI, dan oleh karena itu, kalian OAP menjadi tidak punya hak untuk minta yang lain di luar itu? Dan kalian minta merdeka tetapi masih ikut Pemilu NKRI membuatr orang di dunia menjadi bingun? Apakah kalian tahu ini?
Dalam demokrasi dikenal “Suara Rakyat – Suara Tuhan”, dan sekarang rakyat West Papua memberikan suara kepada Joko Widodo untuk menjadi Presiden Republik Indonesia, Lukas Enembe untuk menjadi Gubernur Provinsi Papuadan Mandatjan untuk menjad Gubernur Papua Barat, lalu “Suara Rakyat – Suara Tuhan” yang sama lagi minta Papua Merdeka, maka kita secara jelas-jelas menciptakan persoalan bagi kita sendiri.

Dengan alasan itulah, Gen. TRWP Tabi menganjurkan kepada pasukan TRWPbaik yang ada di MPP maupun di Markas-Markas Pertahanan Daerah untuk tidak terlibat dalam kegiatan-kegiatan pemilihan umum dari pihak penjajah.

Dikatakan selanjutnya bahwa Gen. TRWP Mathias Wenda akan mengeluarkan Surat Perintah Operasi untuk menghadapi Pemilihan Umum (Pemilu) kolonial NKRI 2019, dan juga akan mengeluarkan Surat Perintah Operasi untuk Pekan Olahraga Nasional (PON) di Tanah Papua.

Oleh karena itu disampaikan kepada seluruh masyarakat OAP maupun kaum pendatang (Amberi) untuk menghargai pendapat dan hak asasi OAP untuk TIDAK MEMILIH dan memilih menjadi Golput dalam Pemilu 2019.

Dikatakan Gen. TRWP Tabi bahwa
Semua OAP yang mengikuti Pemilu setiap ada kegiatan demokrasi di Indonesia seharusnya mengaku terus-terang bahwa mereka itu adalah penghianat bangsa Papua dan penghianat negara WestPapua. Hak mereka yang melekat mutlak kepada mereka di-sundal-kan dengan memberikan hak itu kepada pejabat NKRI dengan memilih penjabat NKRI, kemudian mengaku diri sebagai OAP yang cinta tanah air dan negara West Papua adalah sebuah perbuatan tercela dan tidak disukai oleh nenek-moyang dan anak-cucu bangsa Papua
Disayangkan Gen. Tabi bahwa sampai hari ini OAP sebenarnya tidak tahu berdemokrasi, tidak mengerti apa maksudnya memilih Presiden, memilih anggota DPRD, DPRP/DPRPB dan DPR RI.
OAP yang memilih mereka, lalu OAP yang mengeluh NKRI salah, NKRI bunuh kami, NKRI keluar dari Tanah Papua. Lalu siapa yang sebenarnya pilih mereka untuk menjajah mereka? OAP sendiri, toh?
_______

(Baca ini: Bukti Joko Widodo adalah Soeharto untuk OAP Hari ini)


Posted by: Admin
Copyright ©Papua Post | PMNews "sumber"
Hubungi kami di E-Mail ✉: tabloid.wani@gmail.com

Ini Tiga Hal Prioritas Safitri Malik Soulisa Di DPR RI

Buletinnusa
Ambon, Malukupost.com - Safitri Malik Soulisa, Calon anggota DPR RI dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) periode 2019 – 2022 dengan nomor urut 2 menegaskan persoalan Provinsi Kepulauan dan kemiskinan di Provinsi Maluku harus diperjuangkan secara intens di tingkat Pusat serta hak-hak perempuan dan anak. “Hal itu dilakukan agar Provinsi Maluku bisa keluar dari keterpurukan yang berkepanjangan,” ujarnya saat bertatap muka dengan masyarakat Lorong Tahu RT.01 Kecamatan Sirimau Kota Ambon, Kamis (14/2).
Safiri Malik Soulisa (tengah) berfoto bersama warga lorong Tahu - Mardika
Ambon, Malukupost.com - Safitri Malik Soulisa, Calon anggota DPR RI dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) periode 2019 – 2022 dengan nomor urut 2 menegaskan persoalan Provinsi Kepulauan dan kemiskinan di Provinsi Maluku harus diperjuangkan secara intens di tingkat Pusat serta hak-hak perempuan dan anak.

“Hal itu dilakukan agar Provinsi Maluku bisa keluar dari keterpurukan yang berkepanjangan,” ujarnya saat bertatap muka dengan masyarakat Lorong Tahu RT.01 Kecamatan Sirimau Kota Ambon, Kamis (14/2).

Safitri katakan, dirinya tidak mau menjanjikan sesuatu untuk masyarakat Maluku, namun akan berjuang untuk mengapresiasikan apa yang diperlukan oleh masyarakat Maluku.

“Salah satu dari keperluan masyarakat Maluku adalah Undang-Undang Provinsi Kepulauan dan Maluku harus keluar dari kemiskinan,” ungkapnya.

Dijelaskan Safitri bahwa dirinya dipercayakan oleh PDIP untuk menyuarakan aspirasi masyarakat Maluku ke tingkat Pusat melalui DPR RI, sehingga perlu didukung oleh masyarakat Maluku. Kemiskinan di Maluku harus diberantas dan Undang-Undang Provinsi Kepulauan harus diperjuangkan, karena Maluku kaya akan sumber daya alam dan sumber daya manusia.

“Mari kita saling bergandengan tangan untuk melihat hal yang terpenting ini, dan sebagai seorang perempuan saya juga harus memperjuangkan hak-hak perempuan dan anak, semua yang kita dapat adalah anugerah Tuhan.Serahkan semuanya kepada Tuhan.dan biarkan Tuhan yang akan berproses. Siapapun dia tidak bisa berbuat apa apa tanpa campur tangan Tuhan.” tuturnya.

Safitri Malik Soulisa yang merupakan anggota DPRD aktif Provinsi Maluku baru pernah menjadi calon anggota DPR RI itu menghimbau masyarakat Ambon yang tinggal di Lorong Tahu agar terus berbenah dan menjaga kebersihan lingkungan.

“Kota Ambon sebagai pemenang kota Adipura itu berarti kita yang ada di kompleks Lorong Tahu harus bersih dan harus diperhatikan infrastruktur jalannya,” pungkasnya. (MP-9)

Sukses Toilet Training ala #mamayiyi

Buletinnusa

Hai mak, siapa yang masih bingung bagaimana untuk memulai toilet training si kecil? Toss dulu sini!

Emang ya, dilemanya banyak, dramanya juga banyak, apalagi mamak siap-siap siaga dam waspada siapa tau dorongan hasrat ingin pipis si kecil keluar tanpa aba-aba.

Cerita dikit nih...
Dulu, waktu mulai toilet training-nya Airlangga itu diusia yang menurutku udah cukup paham dan ngerti kapan dia ngerasain pengen pipis. Cuma karena waktu mulai toilet training mamaknya lagi hamil adiknya, jadi ke-pending sampai Queen lahir. Jadinya, baru bisa mulai fokus toilet training setelah Airlangga berusia lebih dari 3 tahun.

Karena ga mau ngulang kesalahan yang sama, untuk anak kedua ini mamak mulai sedini mungkin. Sebelum Queen lulus ASIX, dia harus sudah bisa lepas diapers dan pipis di kamar mandi. Untungnya untuk pup dari Queen (dan juga dulu Airlangga) sejak mereka bisa duduk (punggung dan leher kuat menopang tubuhnya) sudah dibiasakan pup di toilet. Lumayan, sebelum setahun mereka sudah bisa pup di toilet, malah kadang kalau lagi di luar rumah terus mereka pengen pup, suka nangis karena ga nyaman pup di diapers. Jadi PR-nya hanya toilet training untuk buang air kecil.

Let's check it out, just share pengalaman mamak menghadapi toilet training Airlangga dan Queen.

1. Siapkan Mental
Mental siapa, mak? Ya anak juga mamaknya lah. Terutama mamaknya sih... Karena pasti bakal banyak menguras tenaga, emosi jiwa dan raga. Mamak harus siap kebangun tengah malam untuk ajak anak ke toilet, harus siap siaga 1 pas siang hari tiba-tiba menemukan genangan air, harus siap nanya sesering mungkin untuk memastikan anak mau pipis atau ngga, dan tentunya harus siap cuci baju, celana, bahkan seprai yang kena ompol. Are you ready, mak?

2. Harus Konsisten
Yup. Konsisten. Jangan setengah-setengah ngejalanin proses toilet training ini. Pertamanya pasti bakal sulit, tergoda buat pakai diapers lagi saking kesalnya bau pesing dimana-mana. But, enjoy the prossess ya, mak. Sehari dua hari sukses lepas diapers, pas sekalinya mamak lagi malas dan ada acara yang harus keluar rumah, terpaksa pakai diapers. Begitu anak mau pipis, kita bilang "pipis disini aja kan pakai diapers." Salah besar, mak! Jangan gitu, ya. Soalnya besoknya pasti dia bakalan pipis di celana karena kemarin 'diizinkan' pipis di diapers. So, konsisten, please. Kalau pun harus pakai diapers, tetap di-sounding untuk ajak pipis di toilet, ditanya berkali-kali, contohnya "Adik mau pipis? Yuk, ke toilet." Jadi, bisa jadi diapers hanya solusi untuk rumah ga kena serangan banjir pesing.

3. Sering Bertanya
Pasti capek banget sih, tiap menit nanya mau pipis ga? Si anak pun ada rasa bosennya ditanya begitu. Aku pun dulu begitu, pertama lepas diapers setiap lima menit sekali anak ditanya "mau pipis ga?" kalau dia ga jawab atau belum bisa jelas bicara, langsung angkut ke toilet aja, mak. Lalu 'ajak' dia untuk bilang "pipis-pipis" hihihi ampuh sih untuk kedua anakku, keduanya langsung werrr... Pipis. Durasi nanya atau ngajaknya bisa per 5 menit, 10 menit atau 30 menit. Tergantung mamak. Kadang kita kelupaan, berjam-jam gak nanya atau ngajak ke toilet, begitu nyampe depan toilet, keburu ngompol. Basah deh, kesetnya. Tapi lama-lama karena terbiasa jadi malah minta sendiri, misal kita lagi sibuk masak, tiba-tiba disamperin anak sambil bilang "pis" atau nunjuk ke toilet, please langsung angkut, mak! Biar ga ada korban ompol selanjutnya hahaha.

4. Pintar Baca Kode
Kadang insting jadi ibu lebih kenceng dibanding sebelum punya anak. True? Untuk masalah toilet training pun demikian, kita harus pintar baca kode-kode dari anak, jangan bisanya kode-in ayahnya anak-anak aja kalau mamak butuh piknik #eh. Si anak mulai diam di tempat, keringat dingin bermunculan, pegangan atau mepet tembok, gak lama ngeden, udaaah... Cusss bawa ke toilet. Itu tandanya mau pup. Kalau mau pipis? Anak-anakku kalau mau pipis malah gamau diam, goyang-goyang gutak gitek kalau bahasa sundanya, cusss bukain celana, masuk toilet, pipis deeeh... Emang harus lebih peka, mak. Percaya deh, insting ibu ga pernah salah, termasuk bisa membaca kode soal dunia pertoiletan :")

5. Siapin Stok Sabar
Jangan marah kalau udah seminggu sukses toilet training tapi tiba-tiba si kecil ngompol di karpet, namanya juga training, mak. Tetap apresiasi usaha mereka. Tetap sounding juga, sambil sikat dan jemur karpet, ajak anak ikutan bersihin sisa ompolnya mereka,sambil bilang "nanti kalau mau pipis, bilang ya, pipisnya biar di toilet, kalau di karpet kayak gini kan harus dibersihin karpetnya, dijemur biar kering terus bisa dipake lagi." kalau aku, untuk mengurangi cuci seprai atau karpet di rumah biar ga kena ompol, selalu sedia karpet plastik atau karet, jadi gampang di lap, kasih air dan jemur, cepat kering. Kalau malam hari, sedia perlak atau alas ompol yang lebar, biarkan si anak eksplorasi wilayah kekuasaannya sendiri. Seenggaknya, pagi-pagi mamak ga capek cuci seprai dan jemur kasur.

Yes, begitulah yang bisa aku share tentang toilet training. Alhamdulillah prosesnya untuk kedua anakku cepat, malah yang kedua ini dia bisa lepas diapers di usia 20 bulan. Sebulan berjibaku dengan dunia ompol-ngepel-jemur begitu aja terus, akhirnya sekarang bisa rutin pipis di toilet. Yang jelas, mamak lebih hemat, karena stok diapers yang sebulan bisa lebih dari 200 ribu, sekarang cukup simpan stok isi 20 aja udah bisa sebulan ga habis-habis, ya karena dipakainya kalau keluar rumah dan ada keperluan mendesak aja.

Selamat mencoba toilet training untuk si kecil ya, mak. Semoga lancar dan sukses ❤️

Salam,
Mamaknya Airlangga dan Shaqueena
#mamayiyilyfe

Selasa, 19 Februari 2019

Pengadilan Tinggi Timika Tolak Praperadilan KNPB Terhadap Polres Mimika

Buletinnusa
Sidang putusan gugatan praperadilan KNPB terhadap Kapolres Mimika, Selasa (19/2).
Timika -- Hakim tunggal Pengadilan Negeri Timika Saiful Amam menolak gugatan praperadilan yang diajukan oleh tiga aktivis Komite Nasional Papua Barat (KNPB) terhadap Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian, Kapolda Papua Irjen Polisi Martuani Sormin, dan Kapolres Mimika AKBP Agung Marlianto.

Putusan penolakan terhadap gugatan tiga aktivis KNPB tersebut dibacakan dalam persidangan di PN Timika, Selasa pagi (19/2).

"Menolak permohonan pemohonan untuk seluruhnya," kata hakim Saiful saat membacakan keputusanya.

Ketiga aktivis KPNB yang menggugat praperadilan Kapolri, Kapolda Papua, dan Kapolres Mimika adalah Sem Asso, Yanto Awerkion, dan Edo Dogipia.

Selama persidangan, ketiganya diwakili oleh pengacara Gustaf Kawer dan Yohanis Mambrasar.

Sementara itu, pihak termohon diwakili oleh AKP Wahyudi selaku Kaur Subbid Banhatkum Bidkum Polda Papua dan pengacara Ruben Hohakai.

Ketiga aktivis KNPB tersebut menggugat praperadilan Kapolri, Kapolda Papua, dan Kapolres Mimika terkait dengan penggeledahan Kantor Sekretariat KNPB Wilayah Timika di kawasan Jalan Sosial Kelurahan Kebun Sirih Timika, 31 Desember 2018.

Pascakasus itu, aparat gabungan Polri dan TNI melakukan penyitaan fasilitas kantor dan berbagai atribut milik KNPB dan menetapkan status tersangka terhadap ketiga aktivis KNPB Wilayah Timika lantaran diduga melakukan tindakan makar.

Hingga kini, ketiga aktivis KNPB Wilayah Timika itu masih ditahan di Rutan Polda Papua, Jayapura.

Hakim Saiful dalam pertimbangan hukumnya menepis semua dalil yang disampaikan pemohon bahwa penahanan, penetapan tersangka, dan penyitaan barang bukti dianggap tidak sah.

"Penetapan penahan terhadap para tersangka, penetapan penangkapan terhadap para tersangka, penetapan tersangka terhadap para tersangka, dan penetapan penyitaan barang bukti sah menurut hukum," kata hakim Saiful.

Wakapolres Mimika Komisaris Polisi I Nyoman Punia mengapresiasi putusan hakim PN Timika terhadap gugatan praperadilan tiga aktivis KNPB.

"Tentu kami sangat mengapresiasi putusan lembaga peradilan ini. Itu artinya upaya penegakan hukum yang kami lakukan sudah sesuai dengan prosedur sebagaimana yang diatur dalam KUHAP," kata Nyoman.

Sementara itu, kuasa hukum tiga aktivis KNPB, Gustaf Rudolf Kawer, menyatakan kecewa dengan putusan hakim PN Timika.


Copyright ©Seputarpapua "sumber"
Hubungi kami di E-Mail ✉: tabloid.wani@gmail.com

Yakoba Lokbere: Politisi Perempuan Harus Tampil Menyuarakan Aspirasi Kaum Perempuan di Papua

Buletinnusa
Yakoba Lokbere.
Timika -- Calon Anggota Legislatif (Caleg) Partai Nasional Demokrat (Nasdem) Yakoba Lokbere menegaskan bahwa perempuan Papua punya peluang untuk tampil dalam kancah politik di tingkat Papua ataupun tingkat nasional.

Menurutnya, ruang bagi keterlibatan perempuan dalam politik semakin terbuka melalui Undang-Undang Pemilu yang mewajibkan partai politik memenuhi kuota 30 persen keterlibatan politisi perempuan sebagai caleg dalam pemilihan legislatif.

“Saya rasa banyak perempuan Papua yang potensial untuk tampil dalam kancah politik. Namun, apakah ada kemauan dan keberanian untuk bersaing dengan politisi laki-laki yang selama ini memang sangat dominan,” kata Yakoba di Timika, Kabupaten Mimika.

(Baca juga: Komisi V DPR Papua Sebut RS Abepura Tidak Berubah)

Berbagai persoalan sosial yang terjadi di Papua saat ini, kata Yakoba, berdampak langsung kepada kaum perempuan dan anak. Karena itu, kehadiran politisi perempuan yang harus tampil untuk menyuarakan berbagai permasalahan sosial tersebut.

“Sebagai contoh, ada banyak potensi ekonomi yang dimiliki oleh para mama-mama Papua di kampung-kampung, namun belum tergarap baik karena tidak tersuarakan. Demikian juga kondisi perempuan yang paling terdampak oleh berbagai konflik sosial yang masih marak terjadi di Papua,” kata politisi yang sebelumnya duduk sebagai anggota DPR Papua periode 2014-2019 ini.

Politisi PDI Perjuangan yang kini menyeberang ke Partai Nasdem ini mengaku dengan pengalaman yang dimilikinya saat duduk sebagai anggota DPR Papua atau dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan memungkinkan ia tampil menyuarakan aspirasi kaum perempuan di Papua.

“Tentu kembali lagi kepada para pemilih dan saya berharap dukungan dari masyarakat khususnya di daerah pemilihan (dapil) III Papua, Kabupaten Nabire, Dogiyai, Deiyai, Paniai, Intan Jaya, dan Mimika,” kata Ketua Pemenangan Jokowi-JK di Provinsi Papua 2014 silam.

“Saya sadar ada harga untuk mendapat simpati dari masyarakat dan jika diberi mandat, maka tentu saya akan berjuang untuk kepentingan para pemilih saya,” kata Yakoba menambahkan.

(Baca juga: Yakoba Lokbere Desak Pemerintah Kabupaten Nduga Menjawab Masalah Kontrakan Mahasiswa)

Saat ditanya mengenai peluangnya untuk terpilih menjadi anggota DPR Papua di wilayah Meepago, menurut Yakoba masih terbuka lebar. Iapun berharap dukungan dari keluarga, orang tua, sanak saudara, dan masyarakat di wilayah Meepago.

“Ada 10 kursi yang akan diperebutkan di dapil III Papua. Jumlah ini paling banyak dari semua dapil yang rata-rata hanya 8 kursi. Saya optimis bisa meraih satu kursi,” tutur Yakoba.


Copyright ©Hai Papua "sumber"
Hubungi kami di E-Mail ✉: tabloid.wani@gmail.com

Khasiat Sarang Semut Papua, Sembuhkan Kanker Hingga TBC

Buletinnusa
Khasiat Sarang Semut Papua, Sembuhkan Kanker Hingga TBC
Sarang Semut Papua.
Jayapura -- Pola hidup masyarakat di era modern yang semakin sibuk membuat kesehatan tubuh menjadi hal yang sering diabaikan. Padahal, tanpa tubuh yang sehat aktivitas sehari-hari akan sukar untuk dikerjakan.

Beberapa penyakit yang kerap menjadi momok masyarakat di era modern yang berkaitan dengan pola hidup yang salah antara lain penyakit jantung, stroke hingga sakit maag.

Di Papua sendiri, ada begitu banyak potensi kekayaan alam yang di dalamnya juga terdapat tumbuh-tumbuhan penghasil obat herbal, salah satunya Sarang Semut.

Sarang Semut atau yang memiliki nama latin Genus Myrmecodia lewat berbagai percobaan medis sudah mampu menyembuhkan beberapa penyakit seperti:

1. Kanker dan Tumor
Dalam kandungan air rebusan sarang semut terdapat kandungan flavonoid yang berfungsi sebagai pelindung struktur sel-sel dalam tubuh manusia. Kerja flavonoid yang serupa antivirus dapat menangkal timbulnya gejala kanker dan tumor sejak dini.

2. Gangguan jantung
Sarang semut juga dipercaya meredam gangguan penyakit jantung untuk orang dewasa karena kandungan multimineral yang dimilikinya. Harus diketahui, bagi penderita jantung, selain vitamin, kandungan mineral seperti kalsium dan kalium sangat diperlukan dalam proses penyembuhan.

3. Stroke Ringan
Multimineral yang terdapat dalam sarang semut juga berfungsi dalam sebagai obat penderita storoke ringan.

4. Penyakit Paru-Paru (TBC)
Flavanoid pada poin nomr satu juga dapat berfungsi sebagai penangkal penyakit paru-paru karena sifatnya yang berupa antivirus.

Bagi mereka yang sudah memasuki usia lanjut atau setidaknya di atas 40 tahun, berpotensi mengalami pengeroposan tulang (osteoporosis). Sarang semut kaya akan kalsium yang diperlukan untuk menghambat terjadinya pengeroposan tulang pada usia lanjut.

Beberapa khasiat dari sarang semut antara lain sebagai obat rematik, migren, melancarkan peredaran darah, meningkatkan jumlah ASI pada ibu menyusui dan memulihkan stamina tubuh yang lelah akibat padatnya aktivitas harian.


Copyright ©Harian Papua "sumber"
Hubungi kami di E-Mail ✉: tabloid.wani@gmail.com

Dulu Phuyakha, Kenapa Sekarang Lebih Terkenal Dengan Sentani?

Buletinnusa
Dulu Phuyakha, Kenapa Sekarang Lebih Terkenal Dengan Sentani?
Sentani -- Jauh sebelum masa kemerdekaan, wilayah Sentani dan sekitarnya oleh masyarakat lokal disebut Phuyakha. Sebutan ini berawal ketika Sentani yang dulunya masih hutan perlahan-lahan mulai ada penghuni di akhir abad 18.

Sejumlah penduduk dari Nafri, Kayu Batu dan beberapa wilayah di dekat perbatasan RI-PNG saat itu mulai hijrah menuju Sentani dan bermukim di pinggiran-pinggiran danau. Wilayah yang tadinya kosong, tak ada penghuni, mulai terlihat ada kehidupan, itulah arti dari Phuyakha.

Kini di pinggiran Danau Sentani telah didiami lebih dari 20 kampung yang mungkin tidak terlalu asing di telinga kita seperti kampung Netar, Ifale, Hobong, Babrongko, Dondai, Yobhe, Yahim, Putali, Yoboi, Yakonde, Doyo Lama, hingga ke Sosiri.

Lalu kenapa justru Sentani, yang sebutannya lebih popular ketimbang Phuyakha sebutan aslinya?

Dituliskan dalam Buletin Dafonsoro yang terbit di sekitar tahun 1960-an, asal muasal kata Sentani mulai perkenalkan pada jaman kolonial Belanda. Masyarakat Sentani terkenal mengandalkan hasil perkebunan dan pertaniannya sebagai makanan pokok, atau orang-orang yang hidup dari hasil bertani (asal kata “tani”).

Dengan kondisi tanah yang subur di bawah kaki Gunung Cycloop, Belanda ketika itu melihat Sentani sebagai wilayah yang berpotensi untuk dijadikan pusat pertanian. Rencana ini dimaksudkan agar Sentani dapat memasok buah-buahan dan sayur-sayuran menuju Holandia (kini Jayapura). Itulah kenapa Sentani sebenarnya merupakan singkatan dari Sentral Pertanian.

Dulu Belanda juga pernah merencanakan penanaman kelapa, kopi, dan coklat dalam skala yang besar di Sentani, namun karena bencana banjir yang kerap melanda akhirnya hasil pertanian tersebut tidak maksimal. Jika ke Sentani, hasil-hasil pertanian ini masih bisa kita jumpai di beberapa tempat, tentunya dengan jumlah yang tidak terlalu banyak karena pertumbuhan alih fungsi lahan yang sangat cepat oleh pemerintah daerah.


Copyright ©Harian Papua "sumber"
Hubungi kami di E-Mail ✉: tabloid.wani@gmail.com

Avanza VS Honda Vario, Dua Orang Langsung Tewas

Buletinnusa
Avanza VS Honda Vario, Dua Orang Langsung Tewas
Jayapura -- Jhon Gobay dan Carolina Nawipa warga distrik Jayapura Utara meninggal seketika dilokasi kejadian usai motor yang dikendarai ditabrak sebuah mobil saat melintas di Jalan Trikora tepatnya didepan TK Paut DOK V Atas Distrik Jayapura Utara, Selasa (19/2) pagi. Pukul 07.30 WIT.

Keduanya meninggal seketika dilokasi kejadian lantaran luka benturan cukup parah dibagian kepala usai terhempas dari motor ke atas trotoar jalan usai ditabrak. Sementara pengemudi mobil Avaza dengan nomor Polisi PA 1422 RB yang belum diketahui identitasnya langsung meninggalkan lokasi kejadian.
Avanza VS Honda Vario, Dua Orang Langsung Tewas
Jhon Gobay seketika dilokasi kejadian usai motor yang dikendarainya ditabrak (19/2).
Kapolres Jayapura Kota AKBP Gustav R. Urbinas, SH., S.IK ketika dikonfirmasi melalui Kapolsek Jayapura Utara AKP Robby R. Awek, SH membenarkan kejadian itu, dimana saat ini penyidik Unit Lakalantas Polsek Jayapura Utara masih mendalami.

“Untuk kasus ini pelaku yang juga pengemudi dalam proses Lidik. Menurut keterangan pengemudi mobil saat kejadian dalam pengaruh minuman keras,” terang Kapolsek Jayapura Utara, Selasa (19/2) siang.

Ia menerangkan kejadian itu bermula ketika mobil Avanza dengan nomor Polisi PA 1422 RB yang belum diketahui identitasnya melaju dengan kecepatan tinggi dan dipengaruhi minuman keras melaju dari DOK V Bawah menuju DOK V Atas, setibanya di lokasi kejadian datang kedua korban saling berboncengan menggunakan sepeda motor.

Lanjut Kapolsek, karena dalam dipengaruhi minuman keras pengendara mobil hilang kendali dan mengambil jalur kanan yang saat bersamaan datang kedua korban mengendarai motor, kerana jarak cukup dekat sehingga kecelakaan tidak dapat terhindarkan.

“Kedua korban meninggal di lokasi kejadian sebelum mendapatkan perawatan medis akibat luka berat yang dialami, sedangkan pelaku langsung melarikan diri. Saat ini kedua kendaraan yang terlibat kecelakaan telah diamankan di Mapolsek Jayapura Utara untuk dijadikan barang bukti,” Terang AKP Robby R. Awek, SH.


Copyright ©ReportasePapua "sumber"
Hubungi kami di E-Mail ✉: tabloid.wani@gmail.com

Walau Ditetapkan Sebagai Tersangka Sekda Papua Tidak Ditahan

Buletinnusa
Walau Ditetapkan Sebagai Tersangka Sekda Papua Tidak Ditahan
Kabid Humas Polda, Metro Jaya Kombes Pol Raden Prabowo Argo Yuwono.
Jakarta -- Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Argo Yuwono mengatakan, walau telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penganiayaan terhadap anggota penyidik KPK, Sekretaris Daerah (Sekda) Pemerintah propinsi Papua Hery Dosinaen tidak ditahan.


Kombes Pol Argo Yuwono mengatakan, alasan tak dilakukan penahanan terhadap Sekda Pemprov Papua itu, lantaran subyektifitas penyidik. "Salah satunya yang bersangkutan kooperatif, sebagai pejabat publik, dan kemudian ada surat dari kuasa hukumnya terkait permohonan untuk tidak dilakukan penahanannya, karena masih ada tugas kerja yang harus diselesaikannya tersangka ini," ujar Argo di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Selasa, (19/2).

Saat ditanya terkait permintaan kuasa hukum Heri yang meminta penyidik untuk diaudit forensik oleh Reskrimsus terkait isi pesan WattsApp milik Gilang, sehingga ditemukan dugaan adanya konspirasi, Argo dengan tegas mengatakan bahwa penyidik tidak dapat diintervensi.

"Ya yang namanya penyidik, tak bisa diintervensi, dia bekerja sesuai aturan yang terdapat dalam melakukan tugasnya," tegas Argo.

Sementara peran pelaku dalam kasus dugaan penganiayaan terhadap dua anggota KPK tersebut, adalah memukul korban. "Namun dalam penjelasannya terhadap penyidik, beliau hanya menampar," ujar Argo.

Sementara itu Kasubdit Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya, AKBP Jerry Siagian mengatakan ada sejumlah pertimbangan dari penyidik, sehingga belum dilakukan penahanan terhadap Sekda Papua. Salah satunya, Heri Donsinaen dinilai sangat kooperatif selama menjalani pemeriksaan kemarin.

"Tidak ditahan karena yang bersangkutan sangat kooperatif dan statusnya sudah jelas," kata Jerry, saat di konfirmasi.

Sebelumnya, Sekretaris Daerah (Sekda) Pemprov Papua Hery Dosinaen ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penganiayaan, terhadap pegawai KPK Gilang Wicaksono telah meminta maaf. Permintaan maaf secara pribadi dan atas nama institusi ini dilakukan sesudah pemeriksaannya selesai pada Senin tengah malam.


Copyright ©Pasific Pos "sumber"
Hubungi kami di E-Mail ✉: tabloid.wani@gmail.com

Trump Gertak Militer Venezuela Agar Dukung Guaido

Buletinnusa
Ilustrasi Donald Trump, pixabay.com.
Trump menyatakan angkatan bersenjata Venezuela bakal merugi jika terus mendukung Maduro, dan menganjurkan menerima tawaran amnesti Guaido.
Jakarta – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, menggertak militer Venezuela agar berhenti mendukung Presiden Nicolas Maduro, dan menyokong pemimpin oposisi, Juan Guaido, sebagai presiden interim di negara itu. Trump menyatakan angkatan bersenjata Venezuela bakal merugi jika terus mendukung Maduro, dan menganjurkan menerima tawaran amnesti Guaido.

“Hari ini saya memiliki pesan untuk seluruh pejabat Venezuela yang masih mendukung Maduro. Anda semua (militer Venezuela) tidak bisa bersembunyi dari pilihan yang dihadapkan,” kata Trump saat berbicara di depan ekspatriat Venezuela di Miami, Florida, Senin (18/2/2019).

Trump menyebut militer Venezuela bisa menerima tawaran amnesti dari Presiden Guaido untuk menjalani hidup dengan damai. “Atau Anda bisa memilih jalan kedua, terus mendukung Maduro. Jika kami memilih jalan ini, kamu tidak akan menemukan tempat yang aman, tidak ada jalan keluar yang mudah, bahkan tidak ada jalan keluar. Anda akan kehilangan segalanya,” lanjut Trump.

Pernyataan yang sampaikan Trump seiring dengan krisis politik dan ekonomi Venezuela yang tak kunjung berakhir. Maduro berkeras mempertahankan jabatannya sebagai presiden meski telah kehilangan pengakuan dari puluhan negara Barat dan kawasan Amerika Latin.

Maduro juga berkeras untuk melarang bantuan kemanusiaan masuk ke negaranya. Presiden yang berkuasa sejak 2013 itu menganggap membiarkan bantuan kemanusiaan masuk hanya memperbesar peluang pihak asing, terutama Amerika Serikat, ikut campur dalam urusan negaranya.

Maduro juga mengklaim bantuan sekitar 300 ton dari Rusia yang merupakan sekutunya akan tiba di Venezuela dalam beberapa hari mendatang. Maduro mengatakan bantuan Rusia itu berupa “obat-obatan bernilai tinggi.”

Selain itu Cina dan Kuba yang merupakan sekutunya dikatakan telah mengirimkan bantuan untuk rakyatnya.

Sementara itu, Guaido menegaskan bantuan kemanusiaan sangat dibutuhkan rakyat Venezuela yang telah lama dilanda krisis pangan dan obat-obatan.

Guaido yang merupakan Presiden Majelis Nasional Venezuela mengultimatum Maduro hingga akhir pekan ini untuk membiarkan bantuan AS masuk ke Venezuela. Guaido juga telah menetapkan target merekrut satu juta sukarelawan untuk membantu mendistribusikan bantuan asing ke seluruh negeri. Sejauh ini, sekitar 600 ribu orang sudah mendaftar menjadi relawan.

“Pada 23 Februari mendatang, kami memiliki kesempatan untuk menyelamatkan nyawa ratusan ribu rakyat Venezuela,” kata Guaido seperti dikutip AFP. (*)


Copyright ©Jubi "sumber"
Hubungi kami di E-Mail ✉: tabloid.wani@gmail.com

Vanuatu, "si Kecil" Pendukung Pemerdekaan Papua

Buletinnusa
Vanuatu, "si Kecil" Pendukung Pemerdekaan Papua
Vanuatu adalah salah satu pelabuhan panggilan terbaik di Pasifik Selatan. FOTO/iStockphoto
Vanuatu berkali-kali mengkritik Indonesia terkait Papua.
Apabila Anda membuka peta Lautan Pasifik, tengoklah pulau-pulau yang ada di sebelah timur Australia dan utara Selandia Baru. Anda akan melihat enam pulau kecil terhampar memanjang dari utara ke selatan bersama beberapa pulau kecil di sekelilingnya. Pulau yang paling besar bernama Espiritu Santo. Ada juga pulau bernama Malakula dan Efate.

Jika Anda tengah menatap kepulauan tersebut, artinya Anda sedang melihat negara bernama Vanuatu.

Wilayah teritori Vanuatu hanya hampir seluas kepulauan Maluku. Seluruh pulau yang ada di Vanuatu tersebut berjumlah delapan puluh tiga. Total luas daratan kepulauan yang pernah jadi rebutan Inggris dan Perancis itu sebesar 830 kilometer persegi.

Meski luas wilayah Vanuatu kecil, tindak-tanduknya kerap membikin Indonesia, negara kepulauan terluas di dunia, meradang.

Satu setengah tahun lalu, di Debat Umum Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), Sekretaris III Perwakilan Tetap Indonesia untuk PBB Ainan Nuran menyangkal adanya pelanggaran HAM di Indonesia. Pangkal pernyataan itu ialah tuntutan Perdana Menteri Vanuatu Charlot Salwai di forum serupa kepada Dewan HAM PBB agar menginvestigasi pelanggaran HAM di Papua.

“Selama setengah abad masyarakat internasional telah menyaksikan penyiksaan, pembunuhan, eksploitasi, kekerasan seksual, dan penahanan sewenang-wenang terhadap warga negara Papua Barat, yang dilakukan oleh Indonesia. Tetapi masyarakat internasional tuli—menolak permintaan bantuan (Papua) tersebut. Kami mendesak Dewan HAM PBB menyelidiki kasus-kasus ini,” kata Salwai.

Ini bukan untuk pertama dan terakhir kali Vanuatu menunjukkan dukungannya terhadap pemerdekaan Papua. Pada Sidang Umum ke-73 PBB yang dihelat Oktober 2018, Salwai kembali mengemukakan tuntuan serupa.

Yang mutakhir terjadi pada Jumat (25/1) lalu, ketika Vanuatu bertemu Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (KTHAM) di Geneva, Swiss. Pertemuan itu dihadiri pula oleh pemimpin United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) Benny Wenda. Benny menyerahkan petisi rakyat Papua untuk penentuan nasib sendiri kepada KTHAM. Berisi tandatangan 1,8 juta orang Papua, petisi itu diluncurkan sejak 2017.

Pertemuan itu membuat Indonesia geram. Menteri Luar Negeri (Menlu) Indonesia Retno Marsudi menyatakan pola yang dilakukan Benny Wenda tersebut manipulatif dan fake news pada Jumat (31/1). Menurut Retno, KTHAM justru menganggap langkah Vanuatu sebagai niat yang tidak baik. Kemenlu Indonesia pun melayangkan nota protes kepada Vanuatu.

Sehari kemudian, Kemenlu Vanuatu menolak protes pemerintah Indonesia. Menlu Vanuatu Ralph Regenvanu menyatakan pemerintah Vanuatu selalu mendukung Papua untuk menentukan nasib sendiri. Dia juga menyatakan Vanuatu akan membantu rakyat Papua memperjuangkan pemerdekaan.

Anti-Kolonialisme Sejak Lahir

Salah satu partai politik di Vanuatu yang getol memperjuangkan pemerdekaan Papua ialah Vanua'aku Pati (VP). Dalam "The Origins and Effects of Party Fragmentation Vanuatu" yang dimuat di Political Parties in Pacific Island (2008), Michael Morgan menjelaskan VP didirikan pada 1971, sewaktu Vanuatu berstatus koloni bersama Inggris dan Perancis.

Semasa di bawah kendali Inggris-Perancis, VP menggalang demonstrasi dan agitasi politik dalam memperjuangkan pemerdekaan tanah airnya. Usaha itu berujung VP memenangkan pemilihan umum 1979. Setahun kemudian, Vanuatu merdeka dan menjadi anggota Negara Persemakmuran Inggris.

Semasa ini pula, bangsa-bangsa di Lautan Pasifik, terutama yang letaknya dekat kepulauan Nusantara, menyatakan diri merdeka. Papua Nugini (PNG), wilayah koloni Inggris yang berada di bagian timur Pulau Papua, merdeka pada 1975. Sementara Solomon Island, negara kepulauan di sebelah timur PNG, merdeka pada 1978.

Salah satu pendiri VP, Walter Hadye Lini, didapuk sebagai perdana menteri pertama Vanuatu. VP berkuasa hampir 11 tahun. Lini pun dua kali terpilih sebagai perdana menteri, yakni pada 1983 dan 1987. Selepas 1987, tokoh VP Barak Sope menantang kepemimpinan Lini. Dia mendirikan Melanesian Progressive Party (MPP) pada 1988. Sope terpilih sebagai perdana menteri pada 1999. Namun, pada 2001, Sope digulingkan dari jabatan itu.

Meski keduanya terlibat persaingan, Lini dan Sope mendukung pemerdekaan bangsa-bangsa yang terjajah. Dalam "Melanesia's Test: The Political Quandary of West Papua" (2014) yang dimuat di jurnal Pacific Journalism Review, Johnny Blades menyebutkan Lini bertekad Vanuatu tidak akan sepenuhnya merdeka sampai seluruh Melanesia terbebas dari kolonialisme.

Sewaktu menjabat perdana menteri, Lini bersama pemimpin PNG, Solomon Islands, dan Front de Liberation Nationale Kanak et Socialiste (FLNKS) mendirikan Melanesian Spearhead Group (MSG). FLNKS ialah kelompok pejuang pemerdekaan koloni Perancis New Caledonia. Lini mendorong MSG untuk mendukung FLNKS, sementara VP juga mempersilakan organisasi membentuk pemerintahan-di-pengasingan di Vanuatu.

MSG mengedepankan "Melanesian Way" yang gagasan awalnya dikembangkan filsuf asal PNG, Bernard Narokobi. Salah satu prinsip Melanesian Way ialah keberagaman, tak mesti ada negara kesatuan pan-Melanesia.

(Baca artikel ini: MSG Sakit Kepala, West Papua Sakit Hati dan Indonesia Merampas Melanesia)

Sebagaimana dijelaskan David Webster dalam "Already Sovereign as a People: A Foundational Moment in West Papuan Nationalism" yang dimuat di Pacific Affairsedisi Winter 2001-2002, dengan memegang prinsip tersebut, MSG mengakui banyak negara Melanesia dan penciptaan negara-negara baru dari negara Melanesia yang sudah ada diperkenankan.

Papua dan Semangat Melanesian Way

Melanesian Way, catat Webster, turut menginspirasi para nasionalis Papua. Tradisi lokal Papua diarahkan dan diungkapkan dalam suatu bahasa budaya baru Melanesia. Kemelanesiaan itu juga menjadi bahan bakar politik identitas Papua.

Orang Papua bernama Arnold Ap mendirikan grup musik rakyat Mambesak pada 1978. Sebagaimana dijelaskan Alex Rayfiel dalam "Singing for Life" (2004) yang dimuat di jurnal Inside Indonesia Edisi 78, awalnya banyak orang tidak memahami maksud tindakan Ap.

Ap pun mengatakan, "Mungkin kamu pikir saya melakukan hal yang bodoh. Tapi ini yang mesti saya lakukan untuk rakyat saya sebelum saya mati."

Di balik itu, Ap mengetahui semangat Papua yang bisa menggerakkan orang-orang Papua. Pesan utama dalam lagu-lagu Mambesak ialah 'kami adalah orang Melanesia dan ini adalah tanah kami'. Kritisisme itu berujung tewasnya Ap pada 1984, dalam satu skenario pelarian menuju Papua Nugini yang dirancang Kopassandha (kini Kopassus).

Empat tahun setelah kematian Ap, pada 14 Desember 1988, Thomas Wanggai memproklamasikan negara ”Melanesia Barat” di Stadion Mandala, Jayapura. Di hari itu, peserta proklamasi menyanyikan lagu "Hai Tanahku Papua" dengan mengganti kata "Papua" yang tersemat dalam lirik dengan kata "Melanesia". Wanggai dihukum 20 tahun penjara. Dia meninggal pada Maret 1996.

(Baca juga: Operasi Pembebasan Sandera dan Pelangaran Ham oleh Kopasus, ICRC PT.FI di Mapeduma, 1996)

Pada 1984, band rock asal Papua, Black Brothers, menyambangi Vanuatu. Manajer band itu ialah Andy Ayamiseba. Ayah dari Andy, Dirk Ayamiseba, menjadi penasihat budaya band tersebut. Jabatan itu adalah kedok agar Dirk Ayamiseba punya dalih meninggalkan Papua. Nyawanya dianggap terancam karena ia adalah saksi kecurangan pemerintah Indonesia dalam Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) 1969.

Ayamiseba pergi bersama Black Brothers ke PNG pada 1979. Dari situ, Black Brothers pindah ke Belanda. Ayamiseba pun mendapat kewarganegaraan Belanda. Di Vanuatu, pandangan Ayamiseba soal pemerdekaan Papua diterima betul oleh pemimpin VP. Ayamiseba pun menganggap Barak Sepo seperti anaknya sendiri.

Namun, situasi di Vanuatu saat itu sedang tidak memihak Black Brothers. Partai Union of Moderate Parties (UMP) yang menjadi oposisi VP melancarkan kritik. Sebagaimana dijelaskan J.V. MacClancy dalam "Vanuatu since Independence: 1980-83" (1984) yang dimuat The Journal of Pacific History, UMP mempersoalkan VP karena tidak kunjung memberikan status kewarganegaraan kepada orang berdarah campuran Loyalty Island (koloni Perancis, kini masuk New Caledonia) dan ni-Vanuatu (sebutan bagi orang Melanesia yang lahir di Vanuatu), tapi malah menerima Black Brothers.

Karena situasi politik Vanuatu yang tidak menentu, Black Brothers dan Ayamiseba pergi ke Canberra, Australia. Ayamiseba menetap di sana hingga meninggal pada 2003.
Vanuatu, "si Kecil" Pendukung Pemerdekaan Papua
Infografis by Tirto.

Isu Papua Sempat Bikin Parlemen Vanuatu Gonjang-ganjing

Pemerdekaan Papua tetap menjadi isu penting dalam konstelasi politik Vanuatu. Pada Juni 2010, anggota parlemen dari Port Villa Ralph Regenvanu (kini Menlu Vanuatu) mengajukan usulan bertajuk Wantok Blong Yumi.

Usulan itu memerintahkan Perdana Menteri Vanuatu yang kala itu dijabat Edward Natapei (dari VP) mengajukan usulan atas nama Vanuatu kepada Sekretaris Jenderal PBB untuk memasukkan status Papua dalam pembahasan Sidang Majelis Umum PBB 2010. Perdana menteri juga diminta memohon Majelis Umum PBB untuk bertanya ke Mahkamah Internasional mengenai pendapatnya tentang proses Belanda menyerahkan Papua kepada Indonesia pada 1962; dan penyelenggaraan serta dampak Pepera 1969.

Wantok Blong Yumi disetujui baik oleh perdana menteri maupun pemimpin oposisi Maxime Carlot Korman (dari UMP) dan partai-partai lain di kubu masing-masing.

Namun, Natapei dinilai tidak cakap menjalankan Wantok Blong Yumi. "Melanesia in Review: Issues and Events, 2010" (2011) yang terbit di jurnal The Contemporary Pacific mencatat Isu Papua tidak dibahas dalam pertemuan negara-negara MSG dan Pacific Islands Forum bulan Agustus 2010 karena Natapei tidak cukup keras melobi negara peserta pertemuan tersebut.

Dalam pertemuan PBB, Natapei malah menyampaikan pentingnya anggota PBB untuk memperhatikan isu kolonialisme, ketimbang secara gamblang meminta mereka mendukung pemerdekaan Papua seperti diamanatkan Wantok Blong Yumi. Oposisi pun mengajukan nota tidak percaya pemerintahan besutan Natapei kepada parlemen, meski pemakzulan tak terjadi.

Hingga kini, di luar pasang-surut dan dinamika politik internalnya, Vanuatu adalah negara yang gigih mendukung Papua merdeka. Sikap pemerintahannya di PBB dalam dua tahun terakhir ini menunjukkan kuatnya sokongan itu.


Copyright ©Tirto "sumber"
Hubungi kami di E-Mail ✉: tabloid.wani@gmail.com

Senin, 18 Februari 2019

Presiden Didesak Turun Tangan "Eksekusi" 12 Terpidana Korupsi di Maluku

Buletinnusa
Ambon, Malukupost.com  - Upaya penegakan hukum terhadap penyalagunaan anggaran negara telah menjadi komitmen Pemerintah dibawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo dan wakilnya, Jusuf Kalla.

Namun ternyata, komitmen tersebut tak diseriusi aparat penegak hukum khususnya di tingkat bawah seperti yang terjadi di Maluku, tepatnya di lingkup Kejaksaan Negeri (Kejari) Maluku Tenggara (Malra).

Faktanya, 12 terpidana korupsi hasil putusan peradilan tindak pidana korupsi yang telah inkrah pada berbagai tingkatan yang ditangani Kejari Malra hingga saat ini masih bebas berkeliran.
Bahkan, sebagian besar putusannya sudah inkrah bertahun-tahun hingga sudah melewati batas waktu hukuman.

Perlu menjadi catatan, 12 terpidana ini tidak masuk dalam daftar DPO dan hingga saat ini bebas menjalankan aktivitas kesehariannya sebagaimana warga masyarakat lainnya.

Berdasarkan data yang dihimpun media ini, ke 12 terpidana tersebut merupakan hasil putusan dari beberapa kasus korupsi.

Di awali kasus korupsi Pembuatan Taman, Lantai Halaman serta Lahan Parkir Kantor DPRD Kota Tual yang memutuskan 5 terpidana atas nama Fredryk Sahilatua divonis 2 tahun penjara, Imam Badir Tamherwarin (2 tahun), dan Muhammad Irwan Tamher (2 tahun).

Ketiganya hingga berita ini dipublis belum juga dieksekusi Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Malra termasuk Hamdi Tamher, yang kemudian divonis 4 tahun penjara setelah upaya bandingnya ditolak Pengadilan Tinggi Ambon.

Awalnya, Hamdi pada proses persidangan di tingkat PN Tipikor Ambon, divonis 2,5 tahun. Tak terima, ia kemudian banding ke PT Ambon namun ditolak. Akhirnya ia menerima vonis yang diputuskan PT. Ambon selama 4 tahun penjara dan dikenakan denda Rp200 juta atau subsider 4 bulan penjara. Hamdi pun belum dieksekusi hingga berita ini dipublish.

Parahnya lagi, terpidana lainnya, Muhammad Irwan Tamher yang juga belum dieksekusi malah terlibat kasus narkoba yang mengantarnya harus menginap di Lapas Kelas II B Tual. 

Satu lagi yang diputus bersalah dalam kasus ini, Monce Renfaan, mantan Sekwan DPRD Kota Tual yang juga diputus 2 tahun penjara, namun ia dengan kesadaran diri sendiri menyerahkan diri untuk dieksekusi ke Lapas Ambon pasca vonis putusan dibacakan. Dan kini telah menghirup udara bebas usai menyelesaikan hukuman pidananya.

4 terpidana vonis inkrah sejak Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Ambon membaca putusan pada 17 Januari 2017. Sedangkan saat itu, Hamdi Tamher langsung ajukan banding ke PT Ambon.

Perlu diketahui, JPU untuk penanganan kasus ini atas nama Chrisman Sahetapy.

Kemudian, kasus korupsi Dana Bantuan Fasilitas Pengembangan UKM dari Dinas Koperasi dan UKM Kota Tual tahun 2014 yang menghukum 4 terpidana masing-masing atas nama Jismi Reubun divonis 5 tahun penjara dengan nomor putusan 1373 K/Pid.Sus/2017 tanggal 6 Desember 2017 disertai denda Rp200 juta (subsider 6 bulan penjara) dan uang pengganti Rp223.330.750 (subsider 8 bulan penjara).

Kemudian, Adolof Samuel Tapotubun divonis 4 tahun penjara berdasar putusan Nomor. 1632 K/Pid.Sus/2017 tanggal 6 Desember 2017 disertai denda sebesar Rp200 juta (subsider 6 bulan penjara).

Abdul Gani Tamher divonis 4,5 Tahun berdasar putusan Nomor 1377 K/Pid.Sus/2017 tanggal 6 Desember 2017 disertai denda sebesar Rp200 juta dan uang pengganti Rp7,9 juta (subsider 1 bulan penjara)

Sementara, Endi Renfaan menempuh upaya hukum kasasi yang hingga berita ini dipublis belum ada putusan MA.

Selain Endi Renfaan, putusan tiga terpidana lainnya dalam kasus ini telah inkrah namun belum dieksekusi hingga berita ini dipublish.

Perlu diketahui, JPU untuk penanganan kasus ini atas nama Chrisman Sahetapy.

Selanjutnya, kasus Korupsi Dana Lauk Pauk di Sekretariat DPRD Kota Tual periode 2008 – 2013 yang menghasilkan 2 terpidana masing-masing Maemunah Kabalmay dan Ade Ohoiwutun.

Oleh MA, Kabalmay divonis 6 tahun penjara berdasarkan Putusan Nomor 832 K/Pid.Sus/2017 tanggal 26 Februari 2018 serta harus membayar denda sebesar Rp200 juta (subsider 6 bulan penjara) serta membayar uang pengganti sebesar Rp787 juta (subsider 3 tahun penjara).

Putusan MA juga berlaku atas Ade Ohoiwutun yang divonis 6 tahun penjara berdasarkan Putusan Nomor 834 K/Pid.Sus/2017 tanggal 20 Februari 2018 dengan denda yang sama Rp200 juta (subsider 6 bulan penjara) serta uang pengganti Rp787 juta (subsider 3 tahun penjara).

Keduanya hingga berita ini dipublis belum dieksekusi alias masih bebas berkeliaran.

Selanjutnya, Hari Sarkol dalam kasus korupsi Dana Asuransi DPRD Maluku Tenggara.

Oleh Pengadilan Tinggi Ambon, Sarkol divonis  4 tahun penjara berdasarkan putusan Nomor 1/Pid.Sus/TPK/2017/PT. Amb tanggal 5 April 2017 dan dikenakan denda sebesar Rp200 juta (subsider 6 bulan penjara). Sarkol menerima putusan tersebut.

Meski demikian, hingga berita ini dipublish, Sarkol belum juga dieksekusi.

Perlu diketahui, JPU untuk penanganan 2 kasus ini atas nama Chrisman Sahetapy.

Berikutnya, kasus korupsi pembangunan Unit Sekolah Baru (USB) SMA Negeri Tayando Tam Kota Tual tahun 2016 yang memvonis 4 terpidana masing-masing Saifudin Nuhuyanan, Akib Hanubun, Aziz Fidmatan dan Marthin Souhoka dengan vonis masing-masing 2 tahun penjara.

Terhadap vonis Majelis Hakim PN Tipikor Ambon pada sidang putusan 30 Juni 2016, Akib Hanubun dan Marthin Souhoka menerimanya. Sedangkan terhadap Nuhuyan dan Fidmatan, JPU Kejari Malra Chrisman Sahetapy pada perkara tersebut mengajukan banding.

Di tingkat banding, PT Ambon menjatuhkan vonis 4 tahun penjara terhadap keduanya. Tak terima, Nuhuyanan dan Fidmatan mengajukan kasasi.

Di MA, Majelis Hakim membatalkan putusan PT Ambon 4 tahun dan menguatkan vonis PN Tipikor Ambon menjadi tetap 2 tahun untuk keduanya.

Perlu diketahui, Nuhuyanan, Fidmatan dan Souhoka telah menyelesaikan hukuman kurungan dan kini telah bebas menghirup udara segar sejak pertengahan 2018 lalu.

Menariknya, dalam perkara ini, salah satu terpidana atas nama Akib Hanubun yang vonisnya telah inkrah sejak 30 Juni 2016, tidak pernah dieksekusi JPU Kejari Malra Chrisman Sahetapy hingga berita ini dipublish.

Lucunya lagi, bukannya menyerahkan diri malah Hanubun telah mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (PK) ke PN Tipikor Ambon dan menjalani sidang bersama-sama dengan Jaksa dari Kejari Malra Chrisman Sahetapy selaku termohon yang notabene adalah penuntutnya, pada Desember 2018 lalu.

Meski sidang permohonan PK Hanubun telah berakhir, tak juga ada tanda-tanda yang bersangkutan dieksekusi hingga berita ini dipublish.

Satu lagi, terpidana atas nama Fatmawati Kabalmay yang dihukum atas kasus korupsi dana pemilihan dan pelantikan 26 kepala desa se-Kota Tual tahun anggaran 2011 di Badan Pemberdayaan dan Masyarakat Pedesaan (BPMD) Kota Tual.

Oleh Majelis Hakim PN Tipikor Ambon, Fatmawati dijatuhi hukuman 1,5 tahun penjara berdasarkan putusan Nomor : 12/Pid.Sus/TPK/2016/PN. Amb tanggal 9 November 2018 dan dikenai denda sebesar Rp50 juta (subsider 1 bulan penjara) serta uang pengganti sebesar Rp110 juta (subsider 1 bulan penjara).

Terkait fakta belum dieksekusinya belasan terpidana dimaksud, Kepala Kejari Malra, Benny Ratag, SH, MH yang dikonfirmasi media ini, berulang kali menyampaikan alasan dokumen yang belum lengkap sebagai penyebab pihaknya belum mengeksekusi para terpidana.

“Sampai saat ini, kami belum menerima petikan atau salinan putusan dari Pengadilan Tipikor Ambon sebagai dasar untuk melakukan eksekusi terhadap para terpidana,” klaimnya.

Alasan “basi” ini selalu dikatakan Ratag setiap kali dihubungi media ini dalam beberapa kesempatan di 2018 lalu.

Bahkan terakhir, Jumat (8/2/2019), saat dikonfirmasi melalui telepon selulernya, ia kembali beralasan masih melengkapi dokumen untuk proses eksekusi.

Ia juga tidak bisa memastikan kapan waktu pelaksanaan eksekusi dengan alasan dokumennya harus lengkap dulu.

Terpisah, Juru Bicara PN Ambon Herry Setiobudi yang dikonfirmasi media ini, mengaku jika pihaknya telah mengirimkan petikan putusan kepada para terpidana, Kejaksaan selaku eksekutor dan juga rumah tahanan setelah dibacakan Majelis Hakim sebagai persyaratan untuk dilakukan eksekusi.

“Jadi, kalau dikatakan pengadilan belum mengirimkan petikan atau salinan putusan maka saya pastikan itu tidak benar,” tegasnya.

Hal itu, menurut Herry merujuk pada aturan minutasi selama 14 hari terhitung sejak putusan dibacakan, kemudian proses pengiriman petikan atau salinan putusan kepada para pihak sampai dengan memastikan bahwa eksekusi terhadap putusan peradilan tersebut telah dilaksanakan Kejaksaan selaku eksekutor.

“Apalagi lembaga peradilan sejak beberapa tahun belakangan ini telah tampil dengan skema pelayanan satu pintu sehingga segala sesuatunya sudah begitu mudah diperoleh dan tak mungkin ada yang terlewatkan,” cetusnya.

Herry juga menilai, ada miss komunikasi di antara kedua lembaga tersebut.

“Kalau memang alasannya Kejaksaan belum terima, seharusnya kami diberitahu dong sehingga persoalan ini bisa segera dikoordinasikan bersama kedua lembaga untuk diselesaikan secepatnya. Tapi ini kan sudah lama sekali, jadi alasan belum terima petikan atau salinan putusan itu tidak tepat,” bebernya.

Pada prinsipnya, tegas Herry, pihaknya selalu siap membantu jika diperlukan apalagi berkaitan dengan pelaksanaan eksekusi putusan peradilan yang telah inkrah.

Disinggung soal adanya kepentingan dibalik belum dilakukan eksekusi hingga bertahun-tahun, Kepala Humas PN Ambon ini menolak menanggapinya.

“Tanyakan saja langsung ke jaksanya,” elaknya.

Sementara itu, salah satu pemerhati hukum di Maluku mengaku sangat gerah dan mengecam kinerja para penegak hukum baik Kejaksaan maupun Pengadilan di daerah ini.

Sumber yang meminta namanya tidak dipublish bahkan mendesak langsung Presiden RI Joko Widodo untuk turun tangan "mengeksekusi" putusan hukum yang telah inkrah.

“Jangan sampai kinerja para penegak hukum yang sangat tidak profesional di Maluku ini membuat citra Bapak Presiden Jokowi dimata publik jadi tercemar bahkan bisa semakin buruk,” bebernya.

Ia juga secara khusus menyoroti kinerja dua lembaga tersebut. 

“Mereka dua punya tanggung jawab yang sama baik jaksa selaku eksekutor dan pengadilan selaku lembaga yang mengeluarkan putusan. Jaksa harus aktif menanyakan jika belum terima petikan atau salinan putusan. Begitu juga sebaliknya, Pengadilan harus cek putusan mereka sudah dilaksanakan Jaksa atau belum, bukan tenang-tenang saja,” kecamnya.

Jaksa Chrisman Sahetapy pun tak luput dari kecaman sumber mengingat rata-rata kasus korupsi yang terpidananya belum dieksekusi yang bersangkutan adalah JPUnya.

“Sebagai JPU, harusnya yang bersangkutan bertanggung jawab atas perkara yang ditanganinya bukan hanya tahu menuntut orang divonis lalu kemudian tidak bertanggung jawab  penuh hingga proses eksekusi. Ada kepentingan apa ini?” kecamnya lagi.

Atas fakta ini, sumber kembali meminta ketegasan Presiden Jokowi atas persoalan ini. Bila perlu
Presiden perintahkan Jaksa Agung dan Ketua MA untuk mencopot bawahannya yang tidak profesional dalam bekerja.

“Kalau Presiden sudah bersuara, semua beres biar mau ada kepentingan sekalipun,” tukasnya.

Informasi yang dihimpun media ini, tak hanya di Malra namun disejumlah daerah lainnya di provinsi berjuluk “1000 Pulau” ini, sejumlah terpidana korupsi belum juga dieksekusi. Luar biasa !!!!

(dp-16/40)