Kamis, 01 Februari 2018

Penipu Bermodus Jatah Proyek Unpatti Dituntut Penjara

Buletinnusa
Ambon, Malukupost.com - Paul Edy Titeley (48), terdakwa kasus dugaan penipuan bermoduskan pemberian jatah proyek penunjukkan langsung (PL) dari Universitas Pattimura Ambon dituntut 3,5 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum Kejari Ambon, Lilia Heluth. "Meminta majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini menyatakan terdakwa terbukti bersalah melanggar pasal 378 juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto pasal 64 ayat (1) KUH Pidana dan menghukumnya selama tiga tahun dan enam bulan penjara," kata jaksa di Ambon, Kamis (1/2).
Ambon, Malukupost.com - Paul Edy Titeley (48), terdakwa kasus dugaan penipuan bermoduskan pemberian jatah proyek penunjukkan langsung (PL) dari Universitas Pattimura Ambon dituntut 3,5 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum Kejari Ambon, Lilia Heluth.

"Meminta majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini menyatakan terdakwa terbukti bersalah melanggar pasal 378 juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto pasal 64 ayat (1) KUH Pidana dan menghukumnya selama tiga tahun dan enam bulan penjara," kata jaksa di Ambon, Kamis (1/2).

Tuntutan jaksa disampaikan dalam persidangan dipimpin ketua majelis hakim pada Kantor Pengadilan Negeri Ambon, RA Didi Ismiatun didampingi Esau Yarisetou dan Jenny Tulak selaku hakim anggota.

Yang memberatkan terdakwa dituntut penjara karena perbuatannya telah menimbulkan kerugian material terhadap Keny Tjiong selaku saksi korban sebesar Rp90 juta.

Sedangkan yang meringankan adalah terdakwa belum pernah dihukum, bersikap sopan dan menyesali perbuatannya, serta merupakan kepala keluarga.

Kasus dugaan penipuan ini dilakukan sejak Oktober 2016 hingga April 2017 dimana awalnya Elly Alfons selaku rekan terdakwa diperkenalkan dengan saksi korban pada Oktober 2016 lalu.

Elly Alfons (dalam BAP terpisah) menghubungi Kenny Tjiong untuk diperkenalkan dengan terdakwa dan mereka bertemu pada salah satu kampus di Universitas Pattimuta (Unpatti) Ambon kemudian melanjutkan pertemuan di sebuah rumah makan coto di kawasan Wayame.

Dalam pertemuan itu, Elly menjelaskan kepada saksi korban kalau terdakwa ada hubungan keluarga dekat Rektor Unpatti dan semua proyek yang sifatnya penunjukan langsung (PL) biasanya melalui terdakwa, jadi saksi korban tidak perlu merasa takut.

Tetapi syaratnya saksi korban harus menyetor uang pelicin sebesar Rp15 juta untuk satu paket proyek, dan kalau berminat mengambil lebih dari satu proyek maka tinggal dikalkulaskan saja.

Korban mempercayai penjelasan Elly Alfons dan terdakwa sehingga langsung diserahkan uang Rp20 juta sebagai langkah awal untuk mendapatkan dua atau tiga paket proyek PL, dengan catatan sisanya akan disetorkan kemudian hari.

Seminggu kemudian Elly kembali menghubungi saksi korban dan bertemu bersama terdakwa di rumah makan Panorama lalu korban menyerahkan Rp15 juta kepada terdakwa.

Penyerahan uang dari Oktober 2018 hingga April 2017 tanpa ada bukti kwitansi, meski pun ada juga yang pernah melalui transfer bank sehingga korban mulai curiga lalu memanggil terdakwa untuk membuat rincian uang yang telah diberikan sehingga sadar disetujui terdakwa.

Total uang yang diberikan sebesar Rp125 juta yang dibuat dalam selembar kwitansi bukti penerimaan uang, namun sampai saat ini belum dilakukan pengembalian dan tak satu pun paket proyek PL didapatkan korban.

Uang hasil penipuan ini digunakan korban untuk kepentingan pribadi seperti membeli satu unit sepeda motor yang telah diambil korban sebagai jaminan.

Proses penyerahan uang dari korban kepada terdakwa juga diketahui saksi Nesken Sinai selaku staf terdakwa dan Lexy Ruspana, namun terdakwa membantah keterangan saksi korban dan uang yang diambil hanya Rp75 juta.

Majelis hakim menunda persidangan hingga pekan depan dengan agenda mendengarkan pembelaan penasihat hukum terdakwa, Dino Huliselan. (MP-5)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar