Oleh: Marinus Yaung
OPM sudah tentukan medan perang dari Grasberg sampai Pelabuhan Port Side. OPM memiliki baju seragam loreng dan senjata mesin (meskipun anggota pasukan tidak semua berseragam loreng dan bersejata mesin). Itu benar sesuai standar hukum Internasional tentang Perang.
Tetapi ketika OPM menembak dan membunuh orang sipil tak bersejata, tindakan kekerasan tersebut melanggar hukum internasional. Tindakan tersebut termasuk kejahatan perang. Aturan hukum ini juga berlaku buat pasukan keamanan Indonesia jika melakukan hal yang sama. Masyarakat sipil (warga negara sendiri atau warga negara asing) harus dilindungi dari perang. Demikian juga tenaga medis dan para pekerja kemanusian, serta orang tua dan anak-anak.
Dalam perang, baik antara negara maupun antar pemerintah dengan masyarakatnya sendiri, ada aturan mainnya. Pihak yang melanggar aturan main, akan didiskriminasikan dan dijadikan musuh bersama komunitas internasional. Bahkan ekstrimnya bisa dimasukan sebagai kelompok teroris. Karena sudah melakukan tindakan-tindakan kekerasan bersenjata dengan target yang meluas dan banyak. Karena sesuai aturan hukum internasional, senjata lawan senjata. Seragam loreng lawan seragam loreng.
Apalagi yang ditargetkan warga negara asing yang mendukung perjuangan politik. Penembakan terhadap warga sipil baik warga negara Indonesia maupun warga negara asing asal New Zealand di Timika Papua, yang diduga oleh kelompok bersenjata OPM adalah pelanggaran terhadap hukum internasional.
Foto identitas korban warga negara New Zealand. |
Bagaimana mau Merdeka tanpa dukungan internasional? Apalagi hubungan internasional-nya itu di Pasifik Selatan, lazimnya sesuai aturan main komunitas internasional, diatur dan dikontrol oleh negara-negara great power seperti Australia, New Zealand dan sebagainya.
Dengan menembak mati warga negara New Zealand, apakah dukungan negara-negara Pasifik terhadap isu Papua Merdeka yang dikampanyekan ULMWP akan tetap konsisten? Padahal New Zealand adalah negara yang mendukung posisi Vanuatu dalam isi Papua. Ketika delegasi Vanuatu melibatkan ULMWP yang diwakili Benny Wenda dan Jacob Rumbiak dalam delegasi mereka ke forum PIF di Tuvalu bulan Agustus 2019, New Zealand dukung tetapi Australia menolak. Bahkan Australia hadir di forum PIF dengan terus menghina dan merendahkan negara-negara blok Melanesia.
(Baca ini: ULMWP: Media Hati-Hati Mengklaim Penembakan Freeport di Pemberitaan)
Asumsi saya, penembakan warga negara New Zealand di Kuala Kencana Timika, Papua kemarin 30 Maret 2019, adalah titik awal simpati dan dukungan internasional terhadap perjuangan politik kaum nasionalis Papua akan segera redup dan hilang dari agenda internasional. Disamping itu, permintaan PIF untuk komisioner HAM PBB ke Papua akan tinjau kembali oleh kantor perwakilanya komisi HAM PBB di Bangkok, Thailand.
____
Penulis adalah pembantu dosen di Universitas Cenderawasih Jayapura.
Copyright ©Marinus Y "sumber"
Hubungi kami di E-Mail ✉: tabloid.wani@gmail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar