Buletinnusa
Ambon, Malukupost.com - Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Maluku menyatakan, transaksi bahan sianida maupun merkuri di lokasi penambangan emas Gunung Botak, kabupaten Buru semakin marak.
"Bayangkan saja harga sianida saat ini dijual Rp3,5 juta/liter, menyusul sebelumnya hanya Rp1 juta/liter," kata Kadis ESDM Maluku, Martha Nanlohy, dikonfirmasi, Senin (19/2).
Padahal, aktivitas penambangan tersebut telah ditutup personil Polisi maupun TNI - AD dibantu Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Pemkab Buru pada 15 Februari 2018.
"Susah untuk menutup aktivitas penambangan maupun penjualan sianida dan merkuri di kawasan Gunung Botak karena masih ada penambang di sana," ujar Martha.
Data yang dihimpun sebanyak 13.000 lebih penambang yang bekerja di kawasan Gunung Botak dan saat penyisiran dilanjutkan dengan penutupan ternyata masih ada beroperasi di sana.
"Kami memantau masih berkeliaran penambang ilegal di kawasan Gunung Botak yang ada hingga saat ini sehingga intensif berkoordinasi dengan aparat keamanan untuk penertiban," katanya.
Padahal, penutupan penambangan emas ilegal di kawasan Gunung Botak ini dikoordinir Menko Polhukham dengan melibatkan kementerian maupun lembaga teknis lainnya.
"Jadi bukan masalah emas yang sebenarnya depositnya di Gunung Botak relatif kecil. Namun, peredaran sianida maupun berkuri yang harus diberantas karena merusak ekosistem lingkungan dan kesehatan warga pulau Buru," tandas Martha.
Sebelumnya, Plt Gubernur Maluku, Zeth Sahuburua menyatakan aktivitas penambanga emas ilegal di Gunung Botak, harus ditutup menindaklanjuti surat Bupati Buru, Ramly Umasugy pada 5 Januari 2018.
"Surat Bupati Buru sudah diterima Gubernur Maluku, Said Assagaff dan harus ditindaklanjuti dengan penutupan karena pengolahan melalui sistem rendaman itu memanfaatkan mercuri dan sianida," katanya.
Pengolahan dengan pola rendaman dengan bahan kimia asam sianida, castik dan cairan H02 di sungai Anahoni.
Kondisi ini juga terjadi di kawasan gunung Botak dengan penambangan dari luar Maluku.
Bupati Ramly melaporkan saat ini lebih dari 13.000 penambang ilegal dari luar Maluku kembali melakukan aktivitas penambangan dengan sistem rendaman, dumping dan tambak larut menggunakan merkuri maupun sianida.
"Terjadi pencemaran air sungai Anahoni yang mengalir hingga ke laut sehingga mengancam ekosistem maupun sumber daya hayati laut di sekitar perairan pulau Buru," tegas Zeth. (MP-2)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar