Buletinnusa
Ambon, Malukupost.com - Pelaksana tugas (Plt) Gubernur, Zeth Sahuburua menyatakan, penanganan aktivitas penambangan emas liar di kawasan Gunung Botak, kabupaten Buru menunggu rekomendasi tim terpadu yang telah melakukan pengkajian pada 2 Maret 2018.
"Tim terpadu yang dikoordinir Menko Polhukham, Wiranto nantinya yang memutuskan waktu untuk menyepakati langkah penanganan penambangan emas liar di Jakarta setelah hasil kajian rampung," katanya, dikonfirmasi, Jumat (9/3).
Rekomendasi tim terpadu yang menjadi dasar bagi penambangan emas liar di kawasan Gunung Botak sebenarnya telah diinstruksikan Presiden, Joko Widodo ditutup sejak 24 Februari 2017.
"Kami membutuhkan payung hukum untuk penanganan dengan memperhatikan berbagai pertimbangan dari sejumlah lembaga berkompeten terkait masalah lingkungan lainnya," ujar Zeth.
Dia mengakui, sejumlah komponen pemuda asal kabupaten Buru menemuinya di Ambon pada 8 Maret 2018 yang mendesak aktivitas penambangan emas liar di kawasan Gunung Botak harus ditutup karena pemanfaatan sianida dan merkuri mengancam ekosistem lingkungan maupun kesehatan masyarakat.
"Saya sudah menjelaskan langkah - langkah ditempuh pemerintah, baik pusat maupun daerah dengan melibatkan TNI/Polri dikoordinir Menko Polhukham," kata Zeth.
Dia memprihatinkan pengolahan emas di Gunung Botak melalui sistem rendaman itu memanfaatkan bahan kimia asam sianida, merkuri, castik dan cairan H02 di sungai Anahoni dengan para penambang dari luar Maluku.
"Saya dilaporkan Bupati Buru, Ramly Umasugi melaporkan saat ini lebih dari 13.000 penambang ilegal dari luar Maluku kembali melakukan aktivitas penambangan dengan sistem rendaman, dumping dan tambak larut menggunakan merkuri maupun sianida," tandas Zeth.
Sebelumnya, Kadis ESDM Maluku, Martha Nanlohy mengemukakan, transaksi bahan sianida maupun merkuri di lokasi penambangan emas Gunung Botak semakin marak.
"Bayangkan saja harga sianida saat ini dijual Rp3,5 juta/liter, menyusul sebelumnya hanya Rp1 juta/liter,"katanya.
Padahal, aktivitas penambangan tersebut telah ditutup personil Polisi maupun TNI-AD dibantu Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Pemkab Buru pada 15 Februari 2018.
"Susah untuk menutup aktivitas penambangan maupun penjualan sianida dan merkuri di kawasan Gunung Botak karena masih ada penambang di sana," ujar Martha.
Data yang dihimpun sebanyak 13.000 lebih penambang yang bekerja di kawasan Gunung Botak dan saat penyisiran dilanjutkan dengan penutupan ternyata masih ada beroperasi di sana.
"Kami memantau masih berkeliaran penambang ilegal di kawasan Gunung Botak yang ada hingga saat ini sehingga intensif berkoordinasi dengan aparat keamanan untuk penertiban," katanya.
Padahal, penutupan penambangan emas ilegal di kawasan Gunung Botak ini dikoordinir Menko Polhukham dengan melibatkan kementerian maupun lembaga teknis lainnya.
"Jadi bukan masalah emas yang sebenarnya depositnya di Gunung Botak relatif kecil. Namun, peredaran sianida maupun merkuri yang harus diberantas karena merusak ekosistem lingkungan dan kesehatan warga pulau Buru," tandas Martha. (MP-3)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar