Minggu, 28 April 2019

Ini Penegasan Bawaslu Terkait Keputusan KPU Malra Yang Miris

Buletinnusa
Langgur, Malukupost.com - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Maluku Tenggara (Malra) akhirnya menanggapi keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) setempat terkait rekomendasi pemungutan suara ulang (PSU) yang dinilai miris, menyusul sejumlah dugaan pelanggaran administrasi yang terjadi dalam Pemilihan Umum (Pemilu) Serentak Tahun 2019 di daerah itu. Rekomendasi Bawaslu Malra tersebut dikeluarkan berdasarkan temuan dari 5 Pengawas Kecamatan (Panwascam) masing-masing Panwascam Kei Kecil (TPS 1 di Desa Ngabub), Hoat Sorbay (TPS 2 Desa Letvuan), dan Kei Kecil Timur Selatan (TPS 1 Desa Uf dan TPS 1 Desa Danar Ohoiseb).
Langgur, Malukupost.com - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Maluku Tenggara (Malra) akhirnya menanggapi keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) setempat terkait rekomendasi pemungutan suara ulang (PSU) yang dinilai miris, menyusul sejumlah dugaan pelanggaran administrasi yang terjadi dalam Pemilihan Umum (Pemilu) Serentak Tahun 2019 di daerah itu.

Rekomendasi Bawaslu Malra tersebut dikeluarkan berdasarkan temuan dari 5 Pengawas Kecamatan (Panwascam) masing-masing Panwascam Kei Kecil (TPS 1 di Desa Ngabub), Hoat Sorbay (TPS 2 Desa Letvuan), dan Kei Kecil Timur Selatan (TPS 1 Desa Uf dan TPS 1 Desa Danar Ohoiseb).

Kemudian, Panwascam Kei Besar Selatan (untuk 3 TPS, yakni TPS 1, 2 dan 3 Desa Weduar) serta Kei Besar (2 TPS yakni TPS 3 Desa Bombay dan TPS 1 Desa Depur). Jumlah seluruh TPS yang direkomendasikan Bawaslu untuk PSU sebanyak 9 TPS. Namun terhadap itu semua, KPU dalam hal ini memutuskan tak melaksanakan rekomendasi Bawaslu untuk menggelar 9 PSU.

“Dari 9 keputusan tersebut 7 diantaranya menyatakan bahwa pelanggaran sebagaimana yang terjadi di 7 tempat itu dinyatakan tidak memenuhi unsur untuk dilakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU). Sedangkan dua tempat dinyatakan memenuhi unsur PSU namun tidak dapat dilaksanakan karena tidak tersedianya logistik pemilu dan surat suara, sehingga memang PSU di Maluku Tenggara tidak dapat dijalankan,” ungkap Ketua Bawaslu Malra, Maksimus Lefteuw, di Langgur, Minggu (28/4/2019).

Dijelaskan Lefteuw, 9 rekomendasi tersebut pada intinya menindaklanjuti adanya indikasi pelanggaran terhadap tata cara dan prosedur sembari mencontohkan pelanggaran yang terjadi pada beberapa TPS di Desa Weduar, Kecamatan Kei Besar Selatan. Dimana sebagaimana diatur dalam Pasal 372 ayat (1) yaitu telah terjadi kerusuhan yang mengakibatkan hasil dari pemungutan suara dan penghitungan suara pada 3 TPS di desa tersebut tidak dapat digunakan sehingga rekomendasi dikeluarkan.

“Sedangkan yang terjadi di Desa Bombay (Kei Besar) adalah pembagian surat suara sisa, sehingga  Panwas kecamatan juga telah mengeluarkan rekomendasi untuk dilakukan PSU. Begitu pula yang terjadi di TPS 1 ohoi Depur (Kei Besar), dimana pemilih yang tidak memiliki hak (KTP luar) sehingga bagi Bawaslu sudah memenuhi unsur untuk dilakukan PSU,”bebernya.

Lefteuw katakan, untuk wilayah Kei Kecil yakni di TPS 1 Desa Ngabub ada pemilih yang memiliki KTP luar namun menggunakan hak memilih sehingga perlu adanya PSU di TPS tersebut.

“Juga 1 TPS di desa Danar Ohoiseb, dimana  Ketua PPK melakukan pembukaan kotak suara, dan bagi Bawaslu hal ini juga telah menyalahi serta melanggar tata cara dan prosedur sebagaimana diatur dalam PKPU Nomor 4 maupun dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu,” ujarnya

Di desa Uf juga ada pelanggaran terkait tata cara, dimana C7 tidak dimasukkan dalam kotak suara sebagai dokumen pemungutan suara, tetapi C7 tersebut disimpan di rumah Ketua KPPS. Sehingga Bawaslu menilai telah terjadi pelanggaran tata cara dan prosedur.

“Kemudian, satu TPS (TPS 3) di desa Letvuan, Kecamatan Hoat Sorbay juga telah terjadi pengrusakan. Akibatnya dalam perhitungan rekapitulasi di tingkat kecamatan dianggap tidak terpenuhi sesuai pasal  373 ayat (3), sehingga Panwas setempat menganggap bahwa perlu adanya PSU di desa Letvuan,” katanya.

Lefteuw menandaskan, keputusan KPU yang telah dikeluarkan dengan menggunakan alasan bahwa 2 TPS yaitu TPS 1 desa Depur (Kei Besar) dan TPS 1 desa Ngabub (Kei Kecil) tidak dilaksanakan PSU padahal telah memenuhi unsur adalah bukan alasan yang normatif.

“Padahal untuk kasus di Depur dan Ngabub, berkaitan dengan pengguna hak menggunakan KTP luar daerah untuk memilih tanpa format A5. Bagi Bawaslu, ini bukan alasan yang normatif tetapi alasan teknis, yang mana sesungguhnya KPU wajib dengan kewenangannya bisa mengambil keputusan yang sesungguhnya tidak menghilangkan esensi dari pelaksanaan pemilu itu sendiri,” tegasnya.

Diungkapkan Lefteuw, koordinasi antara Bawaslu dan KPU Malra memang selalu ada, baik itu secara formal melalui rapat-rapat koordinasi maupun komunikasi lewat telepon (ponsel). Komunikasi informal seperti ini dilakukan untuk menjaga dan mencegah segala kemungkinan yang terjadi.

“Namun lagi-lagi rekomendasi yang dikeluarkan oleh Bawaslu disikapi oleh keputusan KPU bahwa 7 rekomendasi itu tidak memenuhi unsur dan 2 rekomendasi memenuhi unsur tetapi tidak dilaksanakan karena KPU beralasan tidak tersedianya logistik dan surat suara, hal ini sesungguhnya dapat mencederai demokrasi,” tandasnya.

Terkait keputusan-keputusan KPU tersebut Lefteuw mempersilakan masyarakat menilai sendiri.

“Yang jelas bahwa Bawaslu Malra tentunya tidak akan tinggal diam,” tegasnya.

Lefteuw menegaskan, Bawaslu masih memiliki kewenangan yaitu setelah ada temuan administratif yang dikeluarkan oleh Panwas kecamatan atas keputusan ini maka Bawaslu dengan kewenangannya dapat saja mengeluarkan rekomendasi kepada KPU Malra untuk menghentikan sementara rekapitulasi di beberapa kecamatan yang diduga adanya pelanggaran administratif.

“Nah, setelah Bawaslu mengeluarkan rekomendasi tersebut maka selanjutnya Bawaslu akan melaksanakan sidang pelanggaran administratif dengan cara cepat,” imbuhnya.

Dikatakan Lefteuw, dengan sidang tersebut pihaknya akan memeriksa para pihak, dan kemudian akan mengeluarkan putusan. Apabila dalam putusan tersebut terbukti telah terjadi pelanggaran administratif maka putusan tersebut wajib dilaksanakan oleh KPU sebab ini adalah perintah Undang-Undang.

“Sidang adminstratif ini tidak terikat dengan Pasal 373 ayat (3) dimana disitu ada batasan waktu. Tetapi ketika putusan itu keluar maka wajib hukumnya KPU melaksanakan PSU, karena putusannya adalah memperbaiki tata cara dan prosedur, dan satu-satunya cara untuk memperbaikinya adalah dengan melakukan PSU untuk kembali pada tata cara dan prosedur itu,” ungkapnya.

Lefyeuw menambahkan, Bawaslu Malra sedang menyiapkan proses persidangan yakni seluruh Panwas kecamatan yang telah mengeluarkan rekomendasi sudah diundang untuk menyiapkan semua administrasi-administrasi yang terkait dengan akan dilaksanakannya pelaksanaan Sidang Administratif Dengan Cara Cepat.

“Tetap kita akan tangani, apapun alasannya, karena Bawaslu Malra dalam hal penegakan Pemilu tentu akan konsisten,” pungkasnya.

Lefteuw juga pada kesempatan itu menghimbau masyarakat Malra untuk tidak mudah termakan isu atau opini yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.

"Saya menghimbau kepada seluruh masyarakat Malra, agar jangan cepat termakan dengan pembentukan opini-opini oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab,” imbaunya

Karena Bawaslu dalam penanganan pelanggaran pemilu sangat berhati-hati dan tidak akan tinggal diam serta tetap menindaklanjuti setiap permasalahan dan mengumumkan secara terbuka dan transparan sejauh mana penanganan masalah Pemilu ini.

“Yang paling penting masyarakat harus tetap menjaga keamanan yang kondusif ini, hingga putusan KPU pada saat rekapitulasi di tingkat Kabupaten nanti," pungkasnya. (MP-15)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar