Senin, 29 April 2019

Obituari: Selamat Jalan Pendekar Hukum Rony Titahelu

Buletinnusa
Laporan Rudi Fofid-Ambon

Ambon, Malukupost.com - Indonesia kehilangan seorang sosok pendekar hukum, pejuang HAM, pembela masyarakat adat  asal Maluku Prof. Dr. Ronald Zelfianus Titahelu, SH, MS (74 tahun).

Mantan Hakim Ad-Hoc HAM RI itu menghembuskan nafas terakhir di RST Dr Latumeten Ambon,  Senin (29/4) pukul 14.00 WIT.  Sebelumnya, ia sempat menjalani perawatan intensif selama hampir dua minggu.

Jenazah almarhum disemayamkan di rumah duka di kawasan Kudamati Ambon.  Mantan Dekan Fakultas Hukum Universitas Pattimura ini meninggalkan seorang istri, seorang anak lelaki, anak mantu, dan dua orang cucu.  Menurut rencana, upacara pemakaman akan dilangsungkan hari Rabu (1/5).

Sosok yang popular dengan nama Rony Titahelu ini lahir di Malang, 3 September 1944.  Pernikahannya dengan Maria, gadis asal Toraja, dianugerahi satu-satunya putera, yang kini mengikuti jejaknya sebagai tenaga pengajar di Fakultas Hukum Universitas Pattimurad Dr. Juanrico Alfaromona Sumarezs Titahelu, SH, MH.

Setelah menyelesaikan studi S1 di Fakultas Hukum Universitas Pattimura dan menjadi pengajar, Titahelu kemudian menyelesaikan Program Magister Sain, Bidang Studi Ilmu Hukum pada Pasca Sarjana Universitas Airlangga, Surabaya, tahun 1985.  Lantas Program Doktor Hukum, Bidang Studi Ilmu Hukum pada Pasca Sarjana Universitas Airlangga,  Surabaya, tahun 1993.

Di Fakultas Hukum Universitas Pattimura, ia pernah menjabat  pembantu dekan, tahun 1995 - 1998.  Dari situ, ia dipercayakan sebagai deka
n  tahun 1998 - 2000.  Karena situasi tidak mendukung setelah itu, ia sempat pindah mengajar di Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi, Manado.

Tahun 2002,  di tengah paceklik jabatan nasional yang disandang putra-putri Maluku, Titahelu diangkat sebagai hakim Ad Hoc HAM yang akan bertugas memeriksa kasus pelanggaran HAM di tingkat kasasi dan peninjauan kembali (PK) perkara.

PRIBADI PENUH TELADAN

Titahelu dikenal sebagai seorang sosok penuh teladan.  Pikiran-pikirannya bening, tutur katanya penuh budi bahasa,  sikap, dan laku yang santun, sederhana, namun cerdas, disiplin, dan tegas, sehingga banyak mahasiswa dan kerabat dekat sangat menghormatinya.

Walau tidak mengenyam pendidikan khusus kependetaan, ia mendapat jabatan istimewa di Gereja Sidang Jemaat Allah sebagai Gembala Sidang.  Sebab itulah, ia pun menyandang predikat pendeta.

Media Online Maluku Post mewawancarai beberapa sosok di luar keluarga, yang pernah punya pengalaman bersentuhan dengan Titahelu.  Dr. Revency Vania Rugebregt,SH.MH, adalah seorang dosen Fakultas Hukum Universitas Pattimura.  Rugebregt mengaku, Titahelu adalah sumber motivasinya.

``Pak Titahelu adalah motivator. Beta bisa jadi begini, karena beliau.  Pernah beliau berkata, bahwa sesungguhnya dunia ini dibangun oleh orang-orang gila.  Gila karena ide dan kreativitas,`` kenang Rugebregt.

Soal kegilaan tersebut, Titahelu memberi contoh kakak beradik Orville Wright dan Wilbur Wright  sang penemu pesawat terbang.  Saat mereka uji coba terbang, kakak-beradik ini diolok-olok sebagai orang gila.

``Orang bilang mereka gila tapi nyatanya karya mereka bisa kita nikmati yaitu pesawat terbang,`` kata Titahelu seperti dituturkan Rugebregt.

Penampilan terakhir di Kampus Fakultas Hukum, 2 April 2019
JULIUS LAWALATA: PAK GURU

Dari Riau, Julius Lawalata, seorang peneliti di World Resources Institute, memberi testimoni tentang sosok Titahelu.  Dia menyebutkan Titahelu sebagai sosok dosen istimewa, seorang doktor dengan pengalaman dan punya visi jauh ke depan.

``Hebatnya, dari ratusan muridnya, Pak Rony memilih kami menjadi lumut di tengah geliat ilmu hukum yang tersisih jauh dari rasa keadilan masyarakat adat. Kami dibawa turun ke kampung! Pak Rony memperkenalkan kami ke Baileo Maluku,`` cerita Lawalata.

Dia tambahkan, semangat perlawanan Titahelu pada ketidakadilan, sanggup ia turunkan kepada generasi muda.  Yanes Balubun yang kemudian dikenal sebagai pejuang hak masyarakat dan aktivis HAM, adalah salah satu orang yang dipilih secara pribadi oleh Titahelu.

Selain cerdas, kata Lawalata, dosennya itu punya panggilan jiwa melayani, dan sangggup beri pemahaman dan penguatan kepada orang-orang yang dikenalnya.

"Di kampus, di gereja, di ruang-ruang debat dengan aktivis organisasi non pemerintah, bahkan di sampai ke pelosok Aru, Saumlaki, Seram, Kepulauan Kei, semuanya beliau jangkau," ungkap Lawalata.

Lawalata punya kenangan manis.  Dia berada di Kalimantan Timur, kerja dengan KEHATI,  dan tidak ada niat kembali ke Ambon.  Lawalata kaget sebab Titahelu sebagai dekan tiba-tiba menelepon, dan menjelaskan, bila tidak tidak selesaikan kuliah pada April 2000, ada kemungkinan drop out.

Titahelu tidak hanya menelepon mahasiswanya itu.  Ia bahkan membayar tiket Berau-Ambon pergi-pulang, menghubungi pembimbing skripsi, menentukan jadwal ujian, dan akhirnya  memanggil Lawalata secara pribadi ke ruangan kerjanya untuk mengucapkan kalimat pendek.

“Nyong, selamat lai dan danke ale su bale par selesaikan skola. Kapan bale ke Kalimantan?” 

Dari Riau, Lawalata yang sempat kaget mendapat kabar kepergian dosennya mengucapkan salam kepada sang dosen dengan sebutan guru.

"Selamat jalan Pak Rony. Selamat beristirahat dalam damai, Pak Guru!``

SAM ATAPARY: TANGAN DINGIN

Sam Atapary adalah seorang aktivis pendamping masyarakat yang terjun ke politik dan sempat menjadi anggota DPRD Provinsi Maluku.  Seperti halnya Julius Lawalata dan Yanes Balubun,  mereka adalah orang yang dipilih langsung Titaheluw untuk riset maupun advokasi masyarakat.

Atapary menyebutkan, Titahelu yang dikenalnya adalah sosok yang tidak hanya pintar melainkan juga bijaksana.  Sekalipun punya punya kapasitas

``Beliau selalu memposisikan kita sebagai mitra diskusi yang setara dan bahkan mau dengar pendapat kita, padahal kita sendiri merasa beliau adalah guru dan orang tua," kata Atapary.

Ditambahkan, Titahelu tidak pernah memandang anak-anak asuhnya sebagai murid atau anaknya.  Hal itu dialami saat Titahelu mengajak Atapary dan kawan-kawan menjadi bagian dalam kerja-kerja sosial sebagai aktivis organisasi non pemerintah yang dipimpinnya yaitu Lembaga Pengkajian Hukum dan Masyarakat.

``Dan yang pasti kita bisa seperti saat ini tidak terlepas dari tangan dinginnya membina kita dan menularkan ilmunya kepada kita,`` pungkas Atapary.

JUSNICK ANAMOFA:  PERTAMA DAN TERAKHIR 


Kabar kepergian Titahelu beredar di media sosial, sejak siang hari.  Dukacita dan ucapan belasungkawa terus mengalir.  Demikian juga di rumah duka,  malam ini orang-orang terus  melayat.

Jusnick Anamofa, seorang dosen menulis di akun facebook, sambil mengirim sebuah foto bersama Titahelu.  Ia menyebutkan, tanggal 2 April 2019 yang lalu, berkesempatan dalam satu forum ilmiah bersama Dr Ronny Titahelu, Guru Besar Hukum Perdata Universitas Pattimura, yang disebutnya sebagai Om Pela.

Anamofa menulis bahwa waktu itu, secara fisik, beliau sudah kelihatan tidak kuat, tetapi semangatnya tetap menyala untuk hadir memberikan materinya tentang Masyarakat Hukum Adat dan Lingkungan Hidup.

"Setelah selesai seminar, bersama Bung Steve Gaspersz, Bung Leonardo Sahuburua, dan Bro Vigi Marhum, sempat berdiskusi ringan bersama beliau sambil minum kopi. Itu perjumpaan pertama secara langsung dan menjadi perjumpaan terakhir dengan beliau. Baru saja dengar berita kalau Laki-Laki Hebat dari Ihamahu itu telah berpulang ke Rumah Bapa di Sorga. Beristirahatlah dalam keabadian, Prof. Dr. Ronny Titahelu. Semoga keluarga tetap dikuatkan dan diberkati Tuhan," demikian Anamofa.

(malukupost/foto-foto vency rugebregt, rony titahelu)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar