Senin, 20 Juli 2020

Dewan Gereja Papua: Sudah Waktunya Perundingan Damai Indonesia – ULMWP

Buletinnusa
Dewan Gereja Papua: Sudah Waktunya Perindungan Damai Indonesia – ULMWP
FOTO: Empat pemimpin Gereja di Tanah Papua (GIDI, Kingmi, Baptis dan GKI) saat menyampaikan permohonan pastoral kepada Peter Prove, Direktur Komisi Gereja untuk Urusan Internasional (CCIA) dari World Council of Churches (WCC) di Jayapura pada bulan Februari 2019 lalu.
No. 1 PAPUA Merdeka News | Portal

Oleh Dr. Socratez S.Yoman,MA

#Dinamika Realitas Politik

Sudah Waktunya Perundingan Damai Indonesia – ULMWP: Dewan Gereja Papua (WPCC) Merekomendasikan Dewan Gereja Dunia (WCC) Mendukung ULMWP untuk Perundingan Damai dan Setara Dengan Indonesia

"Melawan RASISME. Black Lives Matter. West Papua Lives Matter."
Seluruh Rakyat dan bangsa West Papua dari Sorong-Merauke dan yang berada di Indonesia dan Luar Negeri dan penguasa Indonesia dan rakyat Indonesia perlu dan penting untuk menjadi tahu posisi Dewan Gereja Papua (WPCC) terhadap pergumulan dan perjuang rakyat dan bangsa West Papua. Posisi Dewan Gereja Papua (WPCC) jelas, tegas, tidak kabur dalam mendukung ULMWP untuk perundingan damai dengan Indonesia.

Dalam spirit penghormatan martabat kemanusiaan rakyat Papua, terutama penduduk orang Asli Papua, para pemimpin Gereja yang tergabung dalam Dewan Gereja Papua (WPCC) bagian yang tak terpisahkan dari tubuh Kristus dan penduduk asli Papua melihat, mengikuti, merasakan dan mengalami penderitaan umat Tuhan di Tanah leluhur mereka akibat tindakan dan perilaku penguasa Pemerintah Republik Indonesia sejak 1961 hingga tahun 2020. Penderitaan umat Tuhan tidak pernah berkurang, tetapi setiap waktu terus meningkat.

Baca juga:
  1. ULMWP: Dewan Gereja Dunia Menunjukkan Solidaritasnya untuk West Papua dengan Kunjungan
  2. Dewan Gereja Dunia Dukung Dialog Indonesia dengan ULMWP
Dalam menyikapi kekerasan negara yang menyebabkan pelanggaran berat HAM terus-menerus yang dialami orang Asli Papua, sebelum Dewan Gereja Papua (WPCC) terbentuk, para pemimpin Gereja dan pimpinan Agama di Tanah Papua sudah dan terus menerus mendesak Pemerintah Republik Indonesia segera berdialog damai dengan rakyat Papua dimedia pihak ketiga di tempat netral untuk penyelesaian pelanggaran berat HAM. Desakan ini disampaikan sebelum rakyat dan bangsa West Papua membentuk wadah politik resmi United Liberation Movement for West Papua (ULMWP).

Bukti-bukti desakan para pemimpin Gereja dan Agama di Papua kepada Pemerintah Republik Indonesia berunding dengan rakyat Papua yang dimediasi pihak ketiga yang netral di tempat netral.
  1. Ada seruan bersama dari Persekutuan Gereja-gereja Papua (PGGP) sebanyak 33 Sinode pada 28 Juli 2009 sebagai berikut:

    "Pimpinan Gereja-gereja di Tanah Papua menyerukan kepada pemerintah pusat agar segera melaksanakan Dialog Nasional dengan rakyat Papua untuk menyelesaikan masalah-masalah di Tanah secara bermartabat, adil, dan manusiawi yang dimediasi pihak ketiga yang lebih netral."

  2. Para Pimpinan Gereja di Tanah Papua pada 18 Oktober 2008 menyatakan keprihatinan: " Untuk mencegah segala bentuk kekerasan dan agar orang Papua tidak menjadi korban terus-menerus, kami mengusulkan agar PEPERA 1969 ini diselesaikan melalui suatu dialog damai. Kami mendorong pemerintah Indonesia dan orang Papua untuk membahas masalah PEPERA ini melalui dialog yang difasilitasi oleh pihak ketiga yang netral. Betapapun sensitifnya, persoalan Papua perlu diselesaikan melalui dialog damai antara pemerintah dan orang Papua. Kami yakin bahwa melalui dialog, solusi damai akan ditemukan."
  3. Konferensi Gereja dan Masyarakat Papua pada 14-17 Oktober 2008 menyerukan: "Pemerintah Pusat segera membuka diri bagi suatu dialog antara Pemerintah Indonesia dengan Orang Asli Papua dalam kerangka evaluasi Otonomi Khusus No.21 tahun 2001 tentang OTSUS dan Pelurusan Sejarah Papua. Menghentikan pernyataan-pernyataan stigmatisasi 'separatis, TPN, OPM, GPK, makar' dan sejenisnya yang dialamatkan kepada orang-orang asli Papua dan memulihkan hak dan martabatnya sebagai manusia ciptaan Tuhan sehingga azas praduga tak bersalah harus sungguh-sungguh ditegakkan."
  4. Gereja-gereja di Tanah Papua pada 3 Mei 2007 menyatakan: "Pelaksanaan Otonomi Khusus di Papua menjadi masalah baru dan mengalami kegagalan maka solusinya dialog yang jujur dan damai seperti penyelesaian kasus Aceh. Dialog tersebut dimediasi oleh pihak ketiga yang netral dan yang diminta dan disetujui oleh orang asli Papua dan Pemerintah Indonesia."
Pimpinan Agama dan Gereja dalam Loka Karya Papua Tanah Damai pada 3-7 Desember 2007 mendesak Pemerintah Indonesia segera menyelesaikan perbedaan ideologi di Papua dengan sebuah dialog yang jujur dan terbuka antara Pemerintah Pusat dan Orang Asli Papua dengan melibatkan pihak ketiga yang netral dan disetujui oleh kedua belah pihak."

Desakan para pemimpin Gereja, Pemimpin Agama di Papua dan Dewan Gereja Papua (WPCC) karena adanya RASISME dan KETIDAKADILAN yang dilakukan pemerintah Indonesia terhadap rakyat dan bangsa West Papua yang telah melahirkan 4 akar masalah yang sudah ditemukan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang tertulis dalam buku Papua Road Map, yaitu:
  1. Sejarah dan status politik integrasi Papua ke Indonesia;
  2. Kekerasan Negara dan pelanggaran berat HAM sejak 1965 yang belum ada penyelesaian;
  3. Diskriminasi dan marjinalisasi orang asli Papua di Tanah sendiri;
  4. Kegagalan pembangunan meliputi pendidikan, kesehatan, dan ekonomi rakyat Papua.
Prof. Dr. Franz Magnis-Suseno menyimpulkan dengan sempurna kegagalan Otonomi Khusus 2001 akibat RASISME dan KETIDAKADILAN: "...Ada kesan bahwa orang-orang Papua mendapat perlakuan seakan-akan mereka belum diakui sebagai manusia....Situasi di Papua adalah buruk, tidak normal, tidak beradab, dan memalukan, karena itu tertutup bagi media asing. Papua adalah luka membusuk di tubuh bangsa Indonesia." "...kita akan ditelanjangi di depan dunia beradab sebagai bangsa biadab, bangsa pembunuh orang-orang Papua, meski tidak dipakai senjata tajam." (2015 : 255, 257).

Melihat situasi kemanusiaan yang buruk, tidak normal, tidak beradab dan memalukan serta luka membusuk ditubuh bangsa Indonesia yang ditimbulkan oleh RASISME dan KETIDAKADILAN, maka Dewan Gereja Papua (WPCC) meminta kepada Dewan Gereja Dunia untuk mendesak Negara Republik Indonesia segera menyelesaikan 4 akar persoalan.

Surat pastoral Dewan Gereja Papua (WPCC) tertanggal 16 Februari 2019, dan 26 Agustus 2019 serta 13 September 2019 sebagai berikut.
  1. Meminta Dewan Gereja Dunia (WCC) untuk mendorong dialog yang bermartabat dan damai antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Persatuan Pembebasan untuk Papua Barat (ULMWP) dalam menyelesaikan masalah sejarah politik Pepera 1969 yang melibatkan pihak ketiga yang lebih netral." (Surat tertanggal, 16 Februari 2019).
  2. Kami meminta keadilan dari pemerintah Republik Indonesia untuk menyelesaikan persoalan Papua yang sudah ditunjukkan oleh Indonesia untuk GAM di Aceh. Wakil Presiden Yusuf Kalla berperan secara aktif mendukung dialog dengan GAM yang dimediasi Internasional. Oleh karena itu, kami menuntut bahwa pemerintah Indonesia berdialog dengan ULMWP yang dimediasi pihak ketiga yang netral. (Isi Surat tertanggal, 26 Agustus 2019)
  3. Mendesak Pemerintah Indonesia segera membuka diri berunding dengan ULMWP sebagaimana Pemerintah Indonesia telah menjadikan GAM di ACEH sebagai Mitra Perundingan yang dimediasi pihak ketiga; sebagai satu-satunya solusi terbaik untuk menghadirkan perdamaian permanen di Tanah Papua, sesuai dengan seruan Gembala yang pada 26 Agustus 2019 yang telah dibacakan dan diserahkan langsung kepada Panglima TNI dan KAPOLRI di Swiss-Bell Hotel Jayapura. (Isi surat 13 September 2019).

Selamat Membaca. Tuhan memberkati.
Ita Wakhu Purom, 18 Juli 2020

Penulis:
1. Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua.
2. Anggota: Dewan Gereja Papua (WPCC).
3. Anggota Baptist World Alliance (BWA).
____

Posted by: Admin
Copyright ©Dr. Socratez Yoman "sumber"
Hubungi kami di E-Mail ✉: tabloid.wani@gmail.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar