Kamis, 30 Juli 2020

Petisi 1,8 Juta Rakyat Papua Bisa Dijadikan Bahan Rujukan

Buletinnusa
Petisi 1.8 Juta Rakyat Papua Bisa Dijadikan Bahan Rujukan
FOTO ini dirilis Rabu, 30 Januari 2019, oleh pemimpin United Liberation Movement untuk West Papua (ULMWP), Benny Wenda. Benny Wenda, kedua dari sebelah kiri, mengajukan petisi kepada ketua Komisaris Tinggi HAM PBB Michelle Bachelet, pada hari Jumat, 25 Januari 2019, di Jenewa, Swiss. (https://abcnews.go.com)
No. 1 PAPUA Merdeka News | Portal

By: Kristian Griapon
Rabu, 29 Juli 2020

Saya melihat petisi 1.804.421 (satu juta delapan ratus empat ribu, empat ratus dua pulu satu orang) atau 1,8 juta Rakyat West Papua yang ramai diperdebatkan pada tahun 2017 dan mencapai puncaknya pada saat petisi itu dibawa masuk ke Komisi HAM PBB, Februari 2019 lalu, menurut hemat saya, seharusnya isu pelanggaran HAM di West Papua yang harus disodorkan ke Komisi HAM PBB, untuk memperkuat data pelanggaran HAM di West Papua.

Petisi itu adalah bagian dari trik politik ULMWP, diluar skenario negara – negara pendukung kemerdekaan West Papua yang aktif di kawasan regional pasifik. Dan petisi itu tidak bisa dijadikan alasan untuk memaksa Indonesia melaksanakan Referendum di West Papua, atau mendaftar West Papua ke Komite C24 PBB, karena tidak melalui mekanisme tata cara masyarakat internasional. Sehingga negara-negara pendukung West Papua merasa enggan, atau ragu untuk mengusung isu itu dalam mempromosikan hak penentuan nasib sendiri bangsa Papua di West Papua. Hal itu telah membawa kita pada langkah yang terlalu jauh, meninggalkan langkah yang sebenarnya harus kita lalui untuk menuju hal itu. Dan langkah itu sendiri telah didahului oleh para pejuang terdahulu, namun menemui jalan buntu.

Petisi itu bisa menjadi rujukan penyelesaian jalan damai konflik antar Bangsa West Papua melawan Kekuasaan Negara Republik Indonesia di West Papua, melalui promosi negara-negara pendukung atas dasar pelanggaran HAM berat yang terjadi di West Papua. Namun dengan syarat, pendataan harus objektif dan akurat dapat dibuktikan, apabila dilakukan peninjauan lapangan ke lokasi pengambilan data sesuai dengan mekanisme masyarakat internasional. Dan jika tidak memenuhi standar mekanisme masyarakat internasional, maka akan menjadi bumerang bagi ULMWP, dan terimbas pada rakyat Papua di West Papua.

Baca juga:
  1. ULMWP Menyerahkan Petisi West Papua Kepada Komisaris Tinggi PBB
  2. PBB Mengkonfirmasi Telah Menerima Petisi Referendum West Papua
Isu West Papua sudah masuk dalam ruang lingkup dunia internasional, ULMWP sebagai ujung tombak politik perjuangan kemerdekaan bangsa West Papua di luar negeri, harus cermat terhadap isu domestik di Indonesia khususnya di West Papua, jangan berdiam diri dengan berbagai pembunuhan orang asli Papua dengan dalil separatis, yang mewarnai pembunuhan orang-orang kampung di West Papua. Justru isu HAM itu yang kini menjadi perhatian masyarakat internasional, harus dikelolah dengan baik oleh ULMWP, untuk menjadi bahan advis negara-negara pendukung HAM untuk West Papua.
______
Maaf penulisan ini bukan untuk menggurui, kalau ada kelebihan kata boleh dikurangi, dan kekurangannya dapat ditambahkan, sekedar pesan moral, WaSalam..(Kgr)


KOMENTAR

Jonathan Tjoe:
Petisi 1,8 juta suara bukan tidak tepat tapi terlalu cepat. Dan ini yg menimbulkan perdebatan dalam kepengurusan ULMWP. Tapi walau terlalu cepat, petisi ini minimal telah medelegitimasi eksistensi Indonesia di Papua seperti yg disampaikan oleh seorang pengamat politik Australia, bahwa Pepera yang dilaksanakan itu ditolak dan karena itu harus dilaksanakan kembali.
Petisi juga menggugurkan klaim diplomatik Indonesia selama ini bahwa hanya segelintir orang Papua (termasuk kaum diaspora) saja yang menginginkan kemerdekaan.
Sayang sekali karena ULMWP tidak memainkan isu ini lebih lanjut melalui penolakan keterlibatan rakyat Papua dalam pemilu yang makin mendelegitimasi eksistensi pemerintah Indonesia di Papua. Karena setelah muncul petisi, Pemerintah Indonesia hanya bisa mencounter petisi 1,8 juta suara rakyat Papua melalui keterlibatan rakyat Papua di pemilu. Mereka lebih banyak menghabiskan waktu pada perbedaan-perbedaan pendapat dan kecurigaan satu dgn yg lain, hilang konsentrasi dan akhirnya diintercept oleh musuh di garis enam belas.

Posted by: Admin
Copyright ©Kgr "sumber"
Hubungi kami di E-Mail ✉: tabloid.wani@gmail.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar