Jumat, 29 September 2017

Baru Melihat Kerajinan Gembol Jati Khas Blora di Jepon

Buletinnusa -
beberapa tamu dari Jepang mengunjungi kerajinan gembol jati milik Firdaus di Jepon. (foto: dok-ib)
JEPON. Hampir separuh Kabupaten Blora yang terdiri dari hutan jati, membuat wilayah ini mempunyai potensi besar dengan gembol atau bonggol jati. Setelah pohonnya ditebang oleh Perhutani, maka gembol akar pohon jatinya dimanfaatkan oleh perajin lokal menjadi berbagai jenis kerajinan bernilai seni tinggi yang khas.

Seperti yang ada di rumah Firdaus (47) Kelurahan Jepon, kecamatan Jepon. Ratusan gembol jati disulap dengan apik dan teliti menjadi berbagai bentuk kerajinan mulai furniture, ukiran, patung hingga ornamen ragam hias dinding yang mewah.

Karena nilai seninya yang tinggi, beberapa kali tamu tamu daerah dari luar kota dan luar negeri sengaja datang ke rumah produksinya bersama Bupati Djoko Nugroho untuk melihat lihat dan membeli produk kerajinan gembol khas Blora ini.

Firdaus saat dihubungi, Rabu (20/9/2017) lalu mengungkapkan bahwa ciri khas ukir gembol Blora berbeda dengan Kabupaten lain seperti, Bali, Jepara maupun Bojonegoro. Ciri khas olahan bonggol jati dari Blora tidak meninggalkan bentuk asli bonggol. Bentuk ukirannya selalu dilihat dari tekstur akar jati yang akan diolah.

Firdaus pun menyulap bonggol yang berumur ratusan tahun menjadi sebuah ukiran bercerita, ekspresif dan bentuk abstrak hewan. Salah satu ukiran bercerita adalah ukiran Jaka Tarup. Ukiran seharga Rp 300 juta itu dipesan oleh mantan Presiden Republik Indonesia, Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY). Dari Firdaus, SBY sudah memesan ukiran dari bonggol jati sekitar 100 unit lebih.

“Yang dijual merupakan ukiran yang dipadukan dengan bentuk asli motif bonggol (akar) jati,” ujar Firdaus kepada awak media peserta Lokakarya SKK Migas-KKKS Wilayah Jabanusa, di Blora beberapa waktu lalu.

Bisnis pengolahan limbah kayu jati ini mendapat dukungan sepenuhnya dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Blora. Sebagai bentuk dukungan tersebut, Pemkab membuat kebijakan yang melindungi para perajinnya.

“Kayu sebagai bahan dasar kerajinan, berasal dari limbah akar jati yang ada di Blora,” kata pria yang mengaku pernah hidup di jalanan bertahun-tahun ini.

Bisnis pengolahan limbah kayu tersebut kini mengincar pembeli dari luar negeri, mulai Jerman, Inggris dan Amerika Serikat. Saat ini, Firdaus telah memiliki 20 gudang untuk menampung barang-barang hasil produksinya. Dari kerajinan tersebut, dia bisa memberikan lapangan pekerjaan bagi warga sekitar. Dari olahan tangannya, harga seni ukir itu mencapai Rp100 ribu hingga Rp1 miliar.

“Sebagian besar dari penghasilan ini digunakan untuk hak anak yatim,” pungkasnya. (rsmg | jo-ib)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar