Jumat, 28 Desember 2018

Collateral Damage Terjadi Bila Operasi Sapu Bersih Militer di Nduga

Buletinnusa
Collateral Damage Terjadi Bila Operasi Sapu Bersih Militer di Nduga
Anggota DPR RI Dapil Papua, Willem Wandik S.Sos.
Jayapura -- Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Daerah Pemilihan Papua, Willem Wandi menyebutkan, perintah operasi sapu bersih yang di daulat oleh Presiden untuk mengejar Kelompok Bersenjata di wilayah Nduga provinsi Papua hingga menewaskan sejumlah warga sipil lokal, disebut sebagai “collateral damage”.

“Operasi militer itu tersebut akan menimbulkan kerusakan tambahan yang mengorbankan rakyat sipil yang tidak bersalah,” tegas Willem Wandik kepada PapuaSatucom via selulernya, Selasa 11 Desember 2018.

Willem mengatakan, dalam berbagai analisis konflik, operasi militer sejatinya bertujuan untuk dua hal, pertama, melumpuhkan target operasi dan kedua merestorasi kondisi keamanan di masyarakat.

(Baca Ini: Gereja Kingmi Papua Menolak Wilayah Nduga Dijadikan Daerah Operasi Militer TNI-Polri vs TPN-PB OPM)

Untuk urusan yang terkait sasaran operasi selalu bersifat teknis, taktis dan menghitung seberapa cepat operasi bisa dituntaskan. “Jadi semakin cepat operasi di accomplish, maka akan semakin baik karena berhitung dengan biaya “cost operasi/dependensi dana APBN, persepsi kemampuan politis kepala negara, dan desakan kepentingan politis pemilu,” ujarnya.

Dengan itu, tidak mengherankan jika pilihan saat ini, Opsi Militer dengan semboyan “sapu bersih” menjadi pilihan Pemerintah Pusat dan Petinggi militer di Indonesia..

Willem Wandik memberikan catatan, apakah operasi militer yang tidak selektif, cenderung serampangan, tidak pernah belajar dari pengalaman masa lalu, bahwa bentuk perlawanan bersenjata yang muncul di hari ini di Tanah Papua, adalah bentuk “terawatnya” kemarahan rakyat asli Papua, terhadap sikap “institusi negara” terutama “simbol aparat” yang selalu menimbulkan korban dari masyarakat sipil, di setiap praktek penanggulangan masalah di Tanah Papua.

Apalagi bentuk “collateral damage” yang semakin memperluas kekerasan hingga ke masyarakat sipil yang tidak bersalah, justru semakin merawat tumbuhnya kebencian terhadap symbol-simbol negara..

“Lalu apakah tujuan semula dari diselenggarakannya operasi militer, yang menargetkan tercapainya kondisi rasa aman di masyarakat akan benar benar tercapai, pasca operasi militer dilakukan di daerah Nduga?,” kata Willem menanyakan.

Jawaban terhadap itu, kata Willem Wandik, tentu tidak. Sebab menurutnya, negara melalui aparat militer, terus menambah musuh baru di masyarakat sipil. Secara kultural masyarakat di pegunungan Nduga hidup masih mempertahankan tradisi komunal, yang secara adat setiap bagian dari anggota keluarga yang terbunuh, menjadi “duka” bagi seluruh kelompok sukunya.

“Ini sama artinya, kekerasan yang tidak terukur, yang tidak bisa membedakan mana masyarakat sipil biasa dengan kelompok bersenjata, akan terus menciptakan mata rantai “dendam” dan “perilaku kekerasan balasan” yang tidak pernah akan berkesudahan,” tegas Willem Wandik.

(Baca Juga: Tim Evakuasi Kabupaten Nduga : Masyarakat Masih dalam Pengungsian)

Dalam sisi diplomasi bernegara sama artinya, negara telah gagal mengintegrasikan masyarakat asli Papua ke dalam semangat nasionalisme keindonesiaan, karena mereka selalu menjadi “sasaran” pembunuhan ketika konflik atas nama kedaulatan negara dilaksanakan oleh militer di Tanah Papua (elit selalu gagal membaca pesan konflik sebelum disaster benar benar terjadi, dan mempermalukan para elit di hadapan dunia internasional).

“Sampai kapan mata rantai kebencian dan kekerasan akan terus mengorbankan masyarakat sipil yang tidak bersalah?. Jika mengandaikan pembunuhan kepada pekerja PT. Istaka Karya sebagai bentuk kekerasan yang serupa, dilakukan oleh kelompok bersenjata, maka mereka yang datang mencari oportunitas “lapangan pekerjaan” melalui proyek infrastruktur punya pilihan untuk “tinggal/stay” atau memilih untuk “pergi/leave” dari lokasi lokasi proyek,” tukasnya.

Menurutnya, masyarakat asli Papua tidak punya pilihan lain ketika pembunuhan atas diri mereka oleh aparat bersenjata, mereka tidak bisa meninggalkan kampung halaman, tanah kelahiran mereka di lokasi lokasi penembakan aparat.

“Karena sejatinya mereka adalah tuan rumah atas lahan-lahan, lembah-lembah, gunung-gunung, yang saat ini tidak dipungkiri menjadi alasan politis, pengerjaan proyek infrastruktur, yang justru memberikan keuntungan bisnis bagi puluhan perusahaan nasional, jasa VIP pengamanan proyek, yang juga seberapa besar keuntungan bagi bagi fee keuntungan proyek bagi sejumlah pejabat tinggi yang menjadi penyokongnya,” tutur Willem Wandi. [loy]

(Baca Ini: Tim Evakuasi Kabupaten Nduga : Masyarakat Masih dalam Pengungsian)


Copyright ©Papua Satu "sumber"
Hubungi kami di E-Mail 📧: tabloid.wani@gmail.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar