Minggu, 23 Desember 2018

Kemdagri Kecam Gubernur Papua soal Tarik TNI-Polri dari Nduga

Buletinnusa
Kemdagri Kecam Gubernur Papua soal Tarik TNI-Polri dari Nduga
Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri, Bahtiar.
Jakarta -- Kementerian Dalam Negeri menilai pernyataan Gubernur Papua Lukas Enembe terkait kehadiran TNI-Polri di Kabupaten Nduga sudah melanggar konstitusi dan undang-undang. Kemendagri menganggap argumen yang disampaikan Lukas mengada-ada dan tidak pantas disampaikan oleh seorang gubernur.

(Lihat ini: HYU: Lukas Enembe Turun dari Jabatan Gubernur Papua, karena Tidak Mampu Mengelola Papua dalam Bingkai NKRI)

Kapuspen Kemendagri Bahtiar menjelaskan bahwa ucapan Lukas melanggar UUD 1945 tentang kewajiban TNI-Polri untuk menjaga keamanan, ketenteraman, dan dan ketertiban masyarakat. Tak hanya gubernur kecaman Bachtiar juga dialamatkan kepada Ketua DPRD Papua

"Tidak seharusnya seorang pimpinan daerah dan ketua DPRD memberikan pernyataan seperti itu," kata Bahtiar dalam keterangan tertulis, Sabtu (22/12).


"Kehadirian TNI/Polri di Papua murni untuk menegakkan hukum dan menjaga keamanan negara dan menjaga stabilitas serta ketentraman ketertiban masyarakat di Nduga, Papua," ujar dia.

(Baca ini: Gubernur Papua: Jang Ko Bilang KKB, Mereka itu Pejuang Kemerdekaan Papua)

Bahtiar tidak terima dengan argumen pejabat tersebut bahwa kehadiran aparat di Nduga justru membuat warga desa trauma. Begitu pula dengan alasan bahwa penarikan pasukan dari sana juga untuk memberi kesempatan pada penduduk untuk merayakan Natal dengan damai.

"Alasan karena membuat penduduk desa trauma dan memberikan kesempatan para penduduk merayakan Natal dengan damai adalah alasan yang mengada-ada," tegasnya.

Bahtiar mengingatkan bahwa peran gubernur adalah wakil pemerintah pusat untuk daerah yang ia pimpin. Oleh karena itu, ia menganggap sudah semestinya pejabat setempat mendukung aksi TNI-Polri yang berupaya menegakkan hukum dan melawan kelompok separatis bersenjata yang menyerang warga sipil.

"Polri bersama TNI justru melindungi dan menjamin keamanan warga masyarakat yang sedang merayakan Natal dan Tahun Baru diseluruh wilayah NKRI termasuk di Nduga Papua. Jangan membuat pernyataan yang tendensius dan mengada-ada bahkan cenderung provokatif," imbuh Bahtiar.

Kemendagri menuduh Lukas melangkahi UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Adapun sanksi yang berpotensi akan diberikan tertuang di Pasal 78 ayat 2 dan Pasal 108. Dalam beleid itu termaktub bahwa Kepala Daerah dan anggota DPRD dapat diberhentikan karena melanggar sumpah janji, tidak menjalankan kewajiban, tidak menjaga etika penyelenggaraan negara, melakukan perbuatan tercela dan tidak patuh pada konstitusi dan UU negara.

(Baca ini: Benny Wenda Mengatakan, Tentara Pembebasan West Papua Bukan Kriminal)

Lukas Enembe sebelumnya meminta Presiden Joko Widodo menarik semua pasukan TNI dan Polri dari Kabupaten Nduga menjelang perayaan Natal 2018 dan Tahun Baru 2019.

Menurut Lukas, permintaan ini juga telah mendapat restu dari pimpinan dan anggota DPRP, MRP, tokoh gereja, adat, aktivis HAM, Pemkab dan masyarakat Nduga.

"Saya sebagai gubernur Papua meminta kepada Presiden Jokowi untuk menarik semua pasukan yang ada di Nduga, karena masyarakat mau merayakan Natal," kata Lukas dikutip Antara, Kamis (20/12).

Senada dengan Lukas, Ketua DPRP Yunus Wonda mengaku setuju dengan usulan Lukas untuk membentuk tim independen dalam menyelidiki kasus peristiwa kekerasan yang terjadi di Nduga. Tim itu nantinya akan diketuai langsung oleh gubernur tanpa melibatkan aparat militer atau keamanan.

"Aparat tidak terlibat dalam tim ini. Tim independen ini akan bekerja untuk ungkap semua peristiwa yang terjadi di Nduga. Terutama mengajak warga yang lari ke hutan agar kembali ke rumahnya masing-masing," tuturnya. (bin/osc)

(Simak ini: Perempuan Dan Gereja Kingmi Nduga Minta Presiden Tarik Pasukan TNI/Polri)


Copyright ©CNNIndonesia "sumber"
Hubungi kami di E-Mail 📧: tabloid.wani@gmail.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar