Rabu, 25 Juli 2018

Parlemen Eropa Cantumkan Penangkapan Aktivis Papua dalam Laporan Tahunan HAM Dunia

Buletinnusa
Parlemen Eropa Cantumkan Penangkapan Aktivis Papua dalam Laporan Tahunan HAM Dunia
Suasana pembahasan draft laporan tahunan HAM Parlemen Eropa (Foto: DROI Committee Press).
BRUSSELS -- Parlemen Eropa mencantumkan penangkapan dua aktivis Komite Nasional Papua Barat (KNPB) dalam draft laporan tahunan mereka tentang Hak Asasi Manusia (HAM) dan demokrasi di dunia tahun 2017.

Sub Komite HAM Parlemen Eropa (DROI) melakukan pembahasan atas draft laporan itu pada 11-12 Juli lalu, yang dihadiri oleh the Unrepresented Nations and People Organisation (UNPO), sebuah organisasi global yang beranggotakan masyarakat adat, etnis minoritas, maupun negara-negara yang tidak diakui dan wilayah pendudukan yang bergabung bersama untuk membela hak-hak politik, sosial dan budaya mereka.

UNPO melaporkan sekilas hasil pembahasan draft tersebut di laman resmi mereka dan membuat catatan atas hal itu. “UNPO menyambut baik fokus DROI atas isu-isu perlindungan pembela HAM dan pencegahan perdagangan dan perbudakan manusia. UNPO juga memuji pengakuan atas perjuangan etnis Tatar Krimea dan Papua, di antara yang lainnya,” demikian catatan UNPO.

Meskipun demikian, UNPO juga mengeritik kekurang tegasan laporan itu atas berbagai pelanggaran HAM yang dialami oleh etnis minoritas dan komunitas adat lainnya. “….laporan tersebut tidak cukup eksplisit dalam mengkritisi pelanggaran HAM atas berbagai komunitas adat dan etnis minoritas, meskipun mereka menghadapi kerentanan terhadap pelanggaran serupa,” demikian pendapat UNPO.

(Baca ini: Dewan HAM PBB Menyoroti Pelanggaran HAM di Papua)

Dua aktivis Papua yang penangkapannya dicantumkan dalam laporan tahunan Parlemen Eropa adalah Hosea Yeimo dan Ismail Alua, aktivis KNPB yang ditangkap dan kemudian ditahan oleh Polres Jayapura pada 19 Desember 2016. Mereka ditangkap menyusul unjuk rasa damai di Jayapura menyuarakan aspirasi merdeka rakyat Papua, dimana keduanya turut memimpin aksi.

Mereka dijadikan tersangka dan dijerat dengan pasal 106 Subsider pasal 110 lebih subsider pasal 157 junto pasal 87 junto pasal 55 KUHP tentang makar dan menyebarluaskan hasutan untuk kebencian. Ancaman pidana 20 tahun penjara hingga hukuman seumur hidup.

(Baca ini: HAM Memburuk, Dewan Gereja Dunia Bentuk Delegasi untuk kirim ke Papua)

Atas desakan berbagai pihak, termasuk dari Parlemen Eropa, keduanya dibebaskan dengan jaminan pada 11 Januari 2017.

“Laporan (Parlemen Eropa) mengeritik tuduhan yang ditujukan terhadap aktivis Papua Hosea Yeimo dan Ismael Alua, dua mahasiswa yang ditangkap pada Desember 2016 dengan tuduhan melakukan “pemberontakan” pada acara damai yang diselenggarakan oleh kelompok pro-kemerdekaan Papua, United Liberation Movement for West Papua (ULMWP),” demikian UNPO.

“Sebagai anggota KNPB (Komite Nasional Papua Barat), mereka dibebaskan dengan jaminan pada Januari 2017 dan menunggu persidangan. UNPO bergabung dengan Uni Eropa dalam menyerukan agar dakwaan terhadap mereka dibatalkan yang mereka lakukan adalah melaksanakan hak kebebasan berekspresi secara damai.”

Pada draft laporan tahunan Parlemen Eropa yang disusun oleh pelapor (rapporteur) Petras Austrevicius itu, penangkapan dan penahanan dua aktivis KNPB tersebut dicantumkan pada lampiran 1 tentang “Kasus-kasus Individu yang Diangkat oleh Parlemen Eropa (Januari-Desember 2017).”

Kasus penangkapan Hosea Yeimo dan Ismail Alua dilaporkan sebagai berikut:

Latar Belakang:

Pada 19 Desember 2016 Hosea Yeimo dan Ismael Alua, dua aktivis politik Papua, ditahan dan didakwa melakukan ‘pemberontakan’ menurut KUHP, menyusul aktivitas politik damai, dimana Hosea Yeimo dan Ismael Alua kemudian dibebaskan dengan jaminan pada 11 Januari 2017; bahwa proses hukum kasus ini terus berlanjut; dan bahwa jika terbukti melakukan tindak pidana,mereka dapat menghadapi hukuman penjara seumur hidup;

Langkah yang Diambil oleh Parlemen:

Dalam resolusinya pada 19 Januari 2017, Parlemen Eropa:
  • Menyambut pembebasan dengan jaminan Hosea Yeimo dan Ismael Alua pada 11 Januari 2017; mencatat bahwa proses hukum kasus akan berlanjut;
  • Meminta Delegasi Uni Eropa mengunjungi Indonesia untuk mengikuti proses hukum ini;
  • Meminta otoritas Indonesia untuk mempertimbangkan membatalkan dakwaan terhadap hak mereka atas kebebasan berekspresi; yang dikenakan pada Hosea Yeimo, Ismael Alua dan tahanan lainnya yang juga didakwa karena menjalankan hak untuk kebebasan berekspresi secara damai.
Selengkapnya draft laporan tersebut, dapat dilihat di sini.

Copyright ©Auroparl EuropaEu | Suara Papua "sumber"
Hubungi kami di E-Mail: tabloid.wani@gmail.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar