Jumat, 12 Oktober 2018

Kodam XVII Cenderawasih Menilai Neles Tebay Keliru

Buletinnusa
Kodam XVII Cenderawasih Menilai Neles Tebay Keliru
Kapendam XVII/Cenderawasih Kolonel Inf Muhammad Aidi.
Jayapura -- Kodam XVII/Cenderawasih melalui kepala penerangan kodam (Kapendam) menilai pernyataan Dr. Neles Tebay yang menyatakan bahwa untuk menghentikan konflik (red. Konflik vertikal) di Papua maka diperlukan gencatan senjata antara TNI/Polri dengan TPN atau Kelompok Kriminal Separatis Bersenjata (KKSB). Neles Tebay minta agar TNI/Polri dan KKSB sama-sama meletakkan senjata agar bisa berdamai dan saling berangkulan.

"Ini cara berpikir yang sangat keliru," ujar Kapendam XVII/Cenderawasih Kolonel Inf Muhammad Aidi melalui rilisnya , Kamis (10/10).

Dikatakannya lebih lanjut, bagaimana mungkin negara dalam hal ini TNI/Polri dituntut melaksanakan gencatan senjata dengan pemberontak yang telah melakukan serangkaian aksi kekerasan?

"Saat KKSB malaksanakan serangkaian aksi kekerasan, penyanderaan ribuan warga sipil di Tembagapura, pembakaran fasilitas umum (sekolah, rumah sakit) bahkan puluhan rumah warga di Banti Kompleks, penganiayaan dan pemerkosaan terhadap guru sukarelawan di Arwanop, penembakan terhadap pesawat sipil dan pembantaian terhadap warga bahkan anak kecil di Nduga, pembantaian terhadap pekerja jalan di Mugi, Sinak serta di tempat lain, penembakan terhadap aparat keamanan TNI/Polri di Puncak Jaya termasuk terhadap Aparatur Sipil Negara (ASN), serta rangkaian kejahatan dan kekerasan lainnya, Bapak Dr. Neles Tebay kok tidak pernah bersuara,? " ujar Kapendam.

Baca ini: Hentikan Rekayasa untuk Mendegradasi Hak Hidup Orang Balim dan West Papua

Giliran sekarang lanjut Aidi, saat aparat keamanan sedang melaksanakan penegakkan hukum guna menjamin kepastian dan kewibawaan hukum di negara berdaulat NKRI ini tiba-tiba Neles Tebay muncul minta aparat keamanan meletakkan senjata.

Kapendam pun mengutip sifat-sifat negara menurut Prof. Miriam Budiardjo seorang pakar ilmu politik Indonesia dan mantan anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang menjelaskan sebagai berikut: pertama sifat memaksa: Negara mempunyai sifat memaksa dalam arti mempunyai kekuasaan untuk memakai kekerasan fisik secara legal agar peraturan perundang-undangan ditaati sehingga penertiban dalam masyarakat tercapai dan timbulnya anarki dapat dicegah. Sarana untuk melakukan hal itu antara lain polisi, tentara, dan lembaga pengadilan.

Kedua sifat monopoli dimana negara mempunyai sifat monopoli dalam menetapkan tujuan bersama dari masyarakat. Dalam hal ini negara dapat menyatakan, bahwa suatu aliran kepercayaan atau aliran politik, organisasi tertentu dilarang hidup dan disebarluaskan, oleh karena dianggap bertentangan dengan tujuan masyarakat dan Negara dan berpotensi merongrong kedaulatan Negara.

Ketiga, sifat mencakup semua dimana semua peraturan perundang-udangan berlaku untuk semua orang tanpa kecuali. Termasuk mereka yang menolak NKRI tapi hidup diwilayah NKRI. Keadaan demikian memang perlu, sebab kalau seseorang dibiarkan berada di luar lingkup aktivitas negara, maka usaha negara ke arah tercapainya masyarakat yang dicita-citakan akan gagal.

Bila memahami kutipan tersebut, maka TNI/Polri selaku alat Negara yang Sah menurut UU wajib dipersenjatai. Tetapi sekelompok orang mengangkat senjata secara illegal, apalagi untuk melakukan perlawanan atau pemberontakan serta tindakan kekerasan terhadap Negara yang berdaulat tidak dibenarkan oleh hukum manapun di seluruh dunia.

"Tidak ada satupun Negara di seluruh dunia yang tinggal diam atau membiarkan bila di negaranya terjadi tindakan kekerasan, pemberontakan atau perlawanan terhadap Negara, termasuk Negara Vanuatu dan Solomon yang suka koar-koar mendukung pemberontak di Indonesia," ujar Aidi menambahkan.

Bila Neles Tebay menginginkan Konflik vertikal di Papua berakhir harusnya menghimbau Saudara-saudara kita yang masih berseberangan menyerahkan diri dan senjatanya kepada pihak berwajib, karena perbuatan dan tindakan mereka nyata-nyata melanggar hukum.

Baca ini: Neles Tebay : Perlu Gencatan Senjata Antara TNI-POLRI dan TPN

Kehadiran TNI/Polri bukan untuk memusuhi rakyat sebagaimana yang diuraikan oleh Neles Tebay dalam rilisnya, justru merekalah (KKSB) yang menyatakan permusuhan dan melakukan perlawanaka terhadap Negara yang berdaulat. Bahkan beberapa waktu yang lalu KKSB viralkan lewat youtobe dan medsos lainnya bahwa KKSB menyatakan perang terbuka kepada TNI/Polri.

"Soal perdamaian dengan KKSB, TNI/Polri selalu membuka tangan selebar-lebarnya bila mereka dengan kesadaran sendiri menyerahkan diri berikut senjatanya kepada pihak yang berwajib. Kami jamin keamanan dan keselamatannya. Sebagaimana yg dilakukan saudara saudara kita yang sudah sadar dari mimpi-mimpi buruknya, dibeberapa Wilayah mereka telah menyerahkan diri beserta senjatanya bergabung ke NKRI seperti pada bulan Maret 2017 di Kab Puncak pok TPN/OPM pimpinnan Utarenggen Telenggen beserta 155 orang sinpatisannya kemudian pada bulan Desember di wilayah Tinggi nambut Kab Puncak Jaya pok TPN/OPM pimpinan Wanis Tabuni saudara kandung Goliat Tabuni beda Mama/Ibu bersama 277 simpatisannya juga turun gunung dan mereka banyak yang sudah bekerja sebagai satpol PP dll yang difasilitasi oleh Pemda, serta pada bulan Agustus 2017 di wilayah Yapen waropen pok TPN/OPM pimpinan Corinus bersama 377 militan dan simpatisannya serta menyerahkan 30 pucuk senjata api dan campuran serta sejumlah munisi dan menyatakan kesetiaannya kpd NKRI," ujar Kapendam panjang lebar.

Lihat, ini kata ULMWP: ULMWP : TPN-PB dan Aparat Keamanan Indonesia Tak Boleh Korbankan Warga Sipi


Copyright ©Pasific Pos "sumber"
Hubungi kami di E-Mail: tabloid.wani@gmail.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar