Rabu, 30 Januari 2019

Ketua ULMWP Bersama Vanuatu Masuk ke PBB, Indonesia Kecam

Buletinnusa
Dubes RI untuk PBB di Jenewa, Hasan Kleib (paling kanan), mengecam Vanuatu yang diam-diam memasukkan pemimpin ULMWP, Benny Wenda, dalam delegasinya saat bertemu Komisioner Tinggi HAM PBB di Jenewa pekan lalu.
Jakarta --  Indonesia mengecam Vanuatu yang diam-diam memasukkan pemimpin United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), Benny Wenda, dalam delegasinya saat bertemu Komisioner Tinggi HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Jenewa, Swiss, pekan lalu.

"Indonesia mengecam keras tindakan Vanuatu yang dengan sengaja telah mengelabui KTHAM dengan melakukan langkah manipulatif melalui penyusupan Benny Wenda ke dalam delegasi Vanuatu," ucap Duta Besar RI untuk PBB di Jenewa, Hasan Kleib, melalui pernyataan di situs resmi kantornya, pada Selasa (29/1).

Dalam pertemuan tersebut, Benny menyerahkan petisi referendum kemerdekaan Papua Barat yang diklaim sudah ditandatangani oleh 1,8 juta orang.

(Lihat Ini: PBB Masih Tunggu Indonesia Beri Akses ke Papua)

Hasan membeberkan bahwa penyerahan petisi itu terjadi ketika delegasi Vanuatu tengah melakukan kunjungan kehormatan ke kantor KT HAM PBB di Jenewa pada Jumat (25/1).

Kunjungan kehormatan itu dilakukan dalam rangka pembahasan laporan penegakan HAM tahunan (Universal Periodic Review/UPR) Vanuatu di Dewan HAM PBB.

Hasan mengatakan Vanuatu memasukkan Beny ke dalam delegasinya tanpa sepengetahuan KT HAM PBB. Menurutnya, nama Benny Wenda "tidak masuk dalam daftar resmi delegasi Vanuatu untuk UPR."

Kantor KTHAM PBB, kata Hasan, bahkan sangat terkejut atas kehadiran Benny saat itu, mengingat pertemuan semata-mata dimaksudkan untuk membahas UPR Vanuatu.

"Tindakan Vanuatu tersebut merupakan tindakan yang sangat tidak terpuji dan sangat tidak sesuai dengan prinsip-prinsip fundamental Piagam PBB. Indonesia tidak akan pernah mundur untuk membela dan mempertahankan kedaulatan wilayah NKRI," tutur Hasan.

Kepada wartawan di Jenewa pekan lalu, Benny mengklaim telah menyerahkan petisi yang sudah ditandatangani 1,8 juta orang tersebut kepada Komisioner Tinggi HAM PBB, Michelle Bachelet.

Benny mengatakan bahwa di bawah pemerintahan Indonesia, warga Papua tak memiliki kebebasan berpendapat, berekspresi, dan berkumpul.

(Lihat Ini: PBB Sudah Mengkonfirmasi Telah Menerima Petisi Referendum West Papua)

Dia juga menganggap satu-satunya cara untuk mendapatkan kebebasan itu adalah melalui petisinya tersebut, yang diklaim ditandatangani oleh hampir tiga perempat orang dari total 2,5 juta rakyat Papua.

Dalam pertemuan itu, Benny juga meminta Bachelet mengirim tim pencari fakta ke Papua untuk menyelidiki dugaan penggunaan senjata kimia di wilayah Indonesia paling timur itu.


Copyright ©CNN Indonesia "sumber"
Hubungi kami di E-Mail 📧: tabloid.wani@gmail.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar