Selasa, 26 Maret 2019

Kasus Selat Sunda Bisa Terjadi Di Maluku

Buletinnusa
Ambon, Malukupost.com - Peristiwa erupsi gunung bawah laut yang terjadi tanpa ada guncangan gempa bumi namun tiba-tiba terjadi gelombang air pasang (tsunami) seperti di Selat Sunda bisa terjadi di Maluku. "Selama ini seluruh dunia melakukan pemantauan dan pengamatan dini tsunami berdasarkan kejadian gempa bumi yang ada di dasar laut, misalnya gempa dasar laut dengan magnitudo 7 bisa membangkitkan tsunami, dan seluruh dunia menggunakan sistem itu," kata Kepala Pusat BMKG, Dwikorita Karnawati di Ambon, Senin (25/3).
Ambon, Malukupost.com - Peristiwa erupsi gunung bawah laut yang terjadi tanpa ada guncangan gempa bumi namun tiba-tiba terjadi gelombang air pasang (tsunami) seperti di Selat Sunda bisa terjadi di Maluku.

"Selama ini seluruh dunia melakukan pemantauan dan pengamatan dini tsunami berdasarkan kejadian gempa bumi yang ada di dasar laut, misalnya gempa dasar laut dengan magnitudo 7 bisa membangkitkan tsunami, dan seluruh dunia menggunakan sistem itu," kata Kepala Pusat BMKG, Dwikorita Karnawati di Ambon, Senin (25/3).

Namun setelah kejadian di Selat Sunda, di situ tiba-tiba ada tsunami tanpa ada gempa bumi dan kondisi seperti ini juga bisa terjadi di wilayah Maluku.

Menurut dia, kejadian di Selat Sunda itu akibat ada gunung-gunung bawah laut yang dibangkitkan oleh erupsi gunung api bawah laut yang kemudian mengakibatkan lerengnya longsor.

"Kasus semacam ini juga bisa terjadi di sini sehingga kita harus mengingatkan atau menyampaikan kepada para nelayan dan masyarakat pesisir untuk mewaspadai hal seperti itu," ujarnya.

Kemudian bisa juga terjadi seperti di Palu dimana gempa yang terjadi di sana, negara lain seperti Amerika Serikat dan Jepang tidak memberikan peringatan dini tsunami.

Sebab gempa Palu adalah patahan geser yang tidak mungkin mengungkit air laut ke atas dan terjadinya berpapasan dengan daratan, kemudian harusnya tidak terjadi tsunami tetapi fakta di lapangan berkata lain.

Penyebabnya bukanlah gempa namun ada longsor tepi pantai, dan itu bisa terjadi di sini, artinya tidak bisa tergantung pada peringatan dini tsunami.

"Di Palu malahan datangnya lebih cepat sebelum peringatan dini, maka kami mengajak masyarakat, nelayan, dan pemda untuk menggunakan kearifan lokal apabila dirasakan gempa yang kuat meski pun tidak ada peringatan dini, segera evakuasi mandiri ke arah yang datarannya lebih tinggi," tegas Dwikorita.

Para nelayan di pantai juga harus seperti itu dan yang sudah terlanjur berada di laut malahan jangan ke pantai, karena itu merupakan area paling berbahaya dan di tengah laut justeru lebih aman ketika ada tsunami.

Untuk erupsi gunung api, kan tidak ada gempanya namun caranya harus ditingkatkan monitoring terhadap erupsi gunung api dan pastinya ada pengumuman.

"Kalau terjadi erupsi maka ada pengumuman di bawah badan Geologi, jadi saya mohon BPBD dan Wali Kota melakukan koordinasi dengan Badan Geologi karena mereka yang selalu memantau gunung api," kata Dwikorita.

Bila terjadi erupsi gunung api di bawah laut, para nelayan harus tahu dan nanti Badan Geologi yang akan memberikan arahan harus bagaimana dan langkah apa yang dilakukan jadi harus tetap waspada.

Penerangan lampu malam hari ke arah laut itu juga harus ditambah, biar kalau ada gelombang tinggi yang datang maka semua orang lebih waspada.

Dikatakan, tsunami tidak dapat diprakirakan tetapi kalau cuaca yang dapat membangkitkan gelombang tinggi itu yang bisa diprakirakan dan BMKG bisa memberikan peringatan dini tiga hari sebelumnya.

Namun untuk tsunami tidak bisa sehingga caranya jangan menunggu prakiraan tetapi sewaktu-waktu di pantai merasa guncangan yang kuat maka segera lari ke arah perbukitan atau pegunungan. (MP-4)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar