Senin, 30 Oktober 2017

ICTI Temukan Sejumlah “Fakta Bohong” HPH Yamdena

Buletinnusa
Saumlaki, Malukupost.com - Ikatan Cendekiawan Tanimbar Indonesia (ICTI) mengaku menemukan sejumlah fakta baru tentang kesalahan fatal yang dilakukan oleh PT. Karya Jaya Berdikari (KJB) sebagai perusahaan pemegang Izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan alam diatas areal produksi seluas 93.980 hektar dari Menteri Kehutanan di tahun 2009 dan saat ini sedang beroperasi di hutan pulau Yamdena, Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB). “Kami baru saja selesai melakukan kajian dampak lingkungan dan dampak sosial serta meninjau langsung lokasi kerja HPH Yamdena yakni di petuanan desa Arma dan Watmuri kecamatan Nirunmas dimana banyak sekali persoalan yang yang terjadi dan selama ini dirasakan langsung oleh masyarakat,” kata Pius Bwariat, Ketua ICTI di Saumlaki, Senin (30/10).
Saumlaki, Malukupost.com - Ikatan Cendekiawan Tanimbar Indonesia (ICTI) mengaku menemukan sejumlah fakta baru tentang kesalahan fatal yang dilakukan oleh PT. Karya Jaya Berdikari (KJB) sebagai perusahaan pemegang Izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan alam diatas areal produksi seluas 93.980 hektar dari Menteri Kehutanan di tahun 2009 dan saat ini sedang beroperasi di hutan pulau Yamdena, Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB).

“Kami baru saja selesai melakukan kajian dampak lingkungan dan dampak sosial serta meninjau langsung  lokasi kerja HPH Yamdena yakni di petuanan desa Arma dan Watmuri kecamatan Nirunmas dimana banyak sekali persoalan yang yang terjadi dan selama ini dirasakan langsung oleh masyarakat,” kata Pius Bwariat, Ketua ICTI di Saumlaki, Senin (30/10).

Menurut Pius, Mendasari langkah ICTI yang beranggotakan Yusuf Siletty, Epson Bembuain, W.Melsasail dan M.Batkormbawa untuk melakukan kajian tersebut adalah adanya kekhawatiran terhadap hasil kajian tim teknis yang diterjunkan oleh pihak Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan beberapa hari kemarin di lokasi HPH.

“25 tahun kami menentang HPH di Yamdena dan ini bukan hal baru. Nah, kami memutuskan untuk melakukan ini karena saat pertemuan bersama antara Pemkab MTB, Pemprov Maluku dan pihak KJB bersama kementrian LH dan Kehutanan serta sejumlah elemen itu ada empat elemen yang pro terhadap HPH sementara yang menolak hanya Pemkab MTB dan ICTI sehingga kami meragukan kerja tim yang terdiri dari empat elemen itu,”unngkapnya.

Diungkapkan Pius, fakta membuktikan bahwa banyak terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh PT.KJB. dan sejumlah temuan tersebut telah didata dan akan dilaporkan langsung kepada Pemkab MTB, Menteri LH dan Kehutanan (Sitti Nurbaya) serta Presiden Joko Widodo dalam waktu dekat sekaligus mendesak Presiden untuk memerintahkan Menteri LH dan Kehutanan untuk mencabut izin operasional secara permanen dari PT.KJB.

“Saat pihak KJB memaparkan laporannya di kementrian itu luar biasa tetapi fakta di lapangan berbalik 180 derajat. Di SK Menteri itu diatur misalnya batas minimum pohon yang bisa ditebang adalah 50 diameter tetapi di lapangan terjadi penebangan pohon yang baru berdiameter 30 dan 40,” bebernya.

Dijelaskan Pius, sejumlah persoalan lain seperti penebangan pohon di pinggir Daerah Aliran Sungai (DAS), kerusakan aliran sungai, kerusakan ekosistem lain, pemberlakuan karyawan yang tidak sesuai dengan UU tenaga kerja, tidak ada pembibitan tetapi mencabut anakan pohon torem dari hutan lalu kembali menanamnya di lokasi dimana baru beberapa hari ditanam anakan pohon itu layu dan mati. Selain itu, tidak ada klinik yang disediakan bagi para pekerja maupun masyarakat sekitar, serta ICTI juga meragukan  Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) PT.KJB, dimana Amdal KJB dinilai merupakan hasil kopi paste karena tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat di sekitar wilayah kerja HPH.

“Mereka mempekerjakan para pekerja seperti kuli di zaman penjajahan. Gaji tenaga kerja di lokasi persemaian yang kerjanya berjalan mencari anakan pohon torem sejauh tujuh kilometer disertai tanah yang sesuai baru kemudian mengisi di polybag dan menyiram setiap hari itu hanya dihargai dengan Rp.60 ribu per hari,”katanya.

Epson Bembuain, Warga desa Watmuri menyatakan bahwa selama ini pengelolaan hasil hutan di wilayah itu tidak pernah diketahui oleh masyarakat dan sejumlah persoalan lain yang terjadi mengakibatkan masyarakat Watmuri telah bersepakat untuk menolak HPH.

“Masyarakat Watmuri mendukung seratus persen sikap pemkab MTB untuk menolak HPH. Kemarin mereka sudah lakukan pertemuan adat dan hari Kamis lalu mereka sudah membuat sembahyang adat dengan satu keputusan yakni menolak HPH keluar dari hutan Watmuri,”katanya.

Saumlaki, Malukupost.com - Ikatan Cendekiawan Tanimbar Indonesia (ICTI) mengaku menemukan sejumlah fakta baru tentang kesalahan fatal yang dilakukan oleh PT. Karya Jaya Berdikari (KJB) sebagai perusahaan pemegang Izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan alam diatas areal produksi seluas 93.980 hektar dari Menteri Kehutanan di tahun 2009 dan saat ini sedang beroperasi di hutan pulau Yamdena, Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB). “Kami baru saja selesai melakukan kajian dampak lingkungan dan dampak sosial serta meninjau langsung lokasi kerja HPH Yamdena yakni di petuanan desa Arma dan Watmuri kecamatan Nirunmas dimana banyak sekali persoalan yang yang terjadi dan selama ini dirasakan langsung oleh masyarakat,” kata Pius Bwariat, Ketua ICTI di Saumlaki, Senin (30/10).
Tim ICTI
Sementara itu, Yusuf Siletty, anggota ICTI mengaku sangat marah karena pihak HPH telah merusak hutan keramat milik marga Siletty di petuanan Arma yakni gunung Labobar kecil yang dilindungi oleh Undang-Undang. Selain itu, di pulau Yamdena, hanya ada dua gunung besar yakni gunung Labobar besar dan Labobar kecil yang memiliki sejarah dan oleh karena itu gunung ini dianggap keramat.

“Kalau kesana itu semua terlihat dengan jelas yakni ada kepalanya, ada tangannya dan juga ada alat kelaminnya. Tempat itu dinamakan ‘roh’ milik marga Siletty. Nah, ini nilai sejarah yang perlu dijaga tetapi faktanya mereka memotong kaki gunung labobar kecil untuk bangun logpon. Mereka tahu tetapi sengaja merusak nilai sejarah ini,”kesalnya.

Jusuf menduga kuat kalau KJB tidak melakukan proses penanaman kembali sebagaimana diisyaratkan oleh Undang-Undang, bahkan selama ini terkesan tidak ada pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Kehutanan Provinsi Maluku dan pihak Kementrian LH dan Kehutanan.

“Kami menduga kuat kalau pohon-pohon baru ditanam beberapa hari sebelum tim kajian dari Kementrian Lingkungan hidup dan kehutanan turun ke lokasi, karena  saat kami turun tadi semua tanaman itu sudah layu, bahkan ada yang sudah mengering,”paparnya.

Untuk itu lanjut Jusuf, ICTI mengajak semua masyarakat Maluku Tenggara Barat untuk mendukung Pemkab MTB yang saat ini tengah berjuang menolak HPH dari bumi Yamdena, sementara pemerintah pusat diminta untuk mendengar keluhan masyarakat yang selama ini terus berdoa dan berjuang agar proses penebangan hutan oleh PT.KJB  segera dihentikan. (MP-14)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar