Buletinnusa
Ambon, Malukupost.com - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Maluku masih menemukan banyak jajanan anak sekolah dasar (SD) yang tidak sehat, tertinggi berada pada minuman yang tercemar mikroba.
"Saat ini penggunaan bahan kimia berbahaya sudah tidak kami temukan lagi, tapi masih ada yang mengandung mikroba, pengawet dan pemanis buatan yang melebihi ambang batas," kata Kepala BPOM Maluku Sandra Lithin di Kunjungan Sekolah Program Warung Anak Sehat yang digelar oleh Sarihusada di Ambon, Rabu (29/11).
Ia memaparkan selama tahun 2011 hingga 2014, pihaknya melakukan pengujian terhadap tujuh jenis jajanan anak, yakni kudapan, minuman yang ditambahkan es, minuman berwarna, bakso, mie, dan kue di 400 SD di 11 kabupaten/kota di Maluku.
Hasilnya, pada 2011 sedikitnya ada 44 persen jajanan anak SD masih tidak memenuhi syarat (TMS) kesehatan, baik dari segi kandungan mikroba, penggunaan bahan kimia berbahaya, pengawet dan pemanis buatan yang melebihi ambang batas.
Setelah dilakukan metode Intervensi A, B dan C, berupa komunikasi informasi dan edukasi (KIE) di sekolah-sekolah dan penjual jajanan, mengambil sampel langsung di lapangan untuk uji mikroba, juga membagikan liflet dan brosur, jumlah tersebut terus menurun.
Dari 102 sampel yang diuji pada 2014 hanya 14 persen yang TMS, tertinggi ada pada minuman yang tercemar mikroba.
Karena jumlahnya semakin menurun, BPOM Maluku kemudian menurunkan jumlah sampel yang diuji pada 2015, menjadi 16 sampel dan ditemukan sedikitnya 75 persen jajanan masih TMS, terbanyak adalah adanya cemaran mikroba, penggunaan pengawet dan pemanis buatan yang melebihi ambang batas.
BPOM Maluku kemudian menaikan jumlah sampel pengujian menjadi empat kali lipat pada 2016, yang difokuskan pada jajanan yang dinilai masih tertinggi dalam penilaian TMS, yakni minuman es dan berwarna, bakso, mie dan makanan jelly. Hasilnya 68 persen jajanan anak SD masih TMS.
"Setelah kami intervensi ada penurunan sebesar delapan persen pada 2016," ucapnya.
Pada 2017, kata Sandra, jumlah jajanan TMS semakin menurun menjadi hanya 33 persen, tertinggi masih berada pada cemaran mikroba dalam minuman, kemudian penggunaan pengawet dan pemanis buatan.
Hasil evaluasi BPOM Maluku menemukan bahwa masalah cemaran mikroba bersumber dari air yang digunakan untuk membuat minuman dan es batu yang tidak berasal dari air matang.
"Yang masih sangat memprihatinkan adalah bahwa salinitasnya masih bermasalah, tapi memang untuk khusus cemaran mikroba memang agak sulit, karena untuk mengubah perilaku juga agak sulit," katanya.
Berbeda dengan bahan kimia berbahaya seperti Rhodamin B atau pewarna tekstil yang mudah diketahui secara kasat mata, untuk mengetahui jajanan atau minuman tercemar mikroba, menggunakan pengawet dan pemanis buatan melebihi ambang batas hanya bisa melalui pengujian laboratorium.
Dikatakannya lagi, sangsi yang bisa dilakukan BPOM ketika menemukan jajanan anak yang TMS adalah melakukan KIE kepada penjualnya, membuat surat pernyataan untuk tidak mengulanginya lagi di kemudian hari, dan memberitahukan pihak sekolah setempat agar lebih waspada.
"Secara visual untuk menyatakan suatu produk mengandung mikroba atau tidak itu agak sulit, kecuali kalau sudah berjamur dan sebagainya. Tapi paling tidak kita arahkan anak-anak untuk membeli makanan yang ditutup jadi tidak dihinggapi lalat, kemudian memperhatikan proses pengolahannya," ujarnya. (MP-2)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar