Rabu, 29 November 2017

Orang Papua Barat Tidak Percaya Indonesia

Buletinnusa
Orang Papua Barat Tidak Percaya Indonesia
Gambar: Generasi Orang Papua Barat (West Papua), ist.
Oleh: Soleman Itlay)*

Tabloid WANI, OPINI -- Terlalu mudah untuk orang pecaya Indonesia. Tidak terlalu rumit untuk orang percaya negara bermoto: Bhineka Tunggal Ika ini. Sangat gampang jika berangkat dari masalah di negeri orang termiskin di rumah Pancasila. Bukan karena tingkat kemiskinannya berada di urutan pertama dan kedua. Tetapi masalah lain seperti: cara, gaya, pola, janji, pendekatan, tindakan, perilaku, sistem, permainan dan lain sebagainya di Papua Barat (West Papua).

Disini bukan mau dibicarakan tentang sesuatu yang baru. Tetapi berusaha mau mengingatkan pemerintah kembali tentang peristiwa masa lalu sampai yang baru. Apa yang mau dibicarakan disini, penting untuk disimak baik. Sebab seberkas tulisan ini mencoba bahkan mau membantu pemerintah, mengingatkan apa saja yang menjadi tolak ukur “Orang Papua Barat (West Papua) Tidak Percaya Indonesia”.

Diharapkan beberapa hal yang dibahas disini, kiranya dapat membantu pemerintah Indonesia. Bagi masyarakat umum yang penasaran dengan pertanyaan kenapa: “Orang Papua Barat Tiidak Percaya Indonesia”, tidak perlu takut. Disini saya akan berusaha semaksimal mungkin untuk memperlihatkan, agar semua pihak memahami ulasan-ulasan dari pengalaman pribadi dan ungkapan dari isi hati orang asli Papua Barat (West Papua) sendiri.

Sekali lagi apa yang mau dibicarakan disini tidak perlu menganggap sepele. Karena ini menyangkut kepercayaan orang Papua Barat (West Papua) yang semakin hilang di dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tentu ada sesuatu hal yang membuat Orang Papua Barat (West Papua) Tidak Percaya Indonesia. Apa yang membuat orang di ujung Indonesia timur bisa demikian?

Kesadaran Orang Papua Barat (West Papua)

Saat ini kesadaran orang Papua Barat tidak bisa meremekan. Orang Papua Barat berada pada tahap pemikiran yang luar biasa. Senantiasa tumbuh dan berkembang dalam semangat trauma yang amat begitu besar. Baru lahir saja, terkesan seperti usia kanak-kanak. Sementara posisi anak-anak sama seperti di usia orang remaja dan orang dewasa.

Sungguh ini tentang nasionalisme yang tumbuh begitu deras. Bukan dan sama sekali tidak ada kaitan dengan Indonesia. Nasionalisme mereka jauh berbeda dengan seperti Indonesia ajarkakn di sekolah, seminar, dialog dan berbagai tempat di Papua Barat. Ideologi mereka tidak berbau dengan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Nasionalisme orang Papua Barat (West Papua) ini tidak jelas alias kelabu. Bahkan ideologi pun sama halnya, tetapi di muka tanah Papua Barat bisa ketahuan. Setiap anak-anak dari tamankanak-kanak (TK), SD, SMP, SMA/SMK dan Perguruan Tinggi punya aliran khusus. Tidak dapat memastikan itu ideologi atau tidak, akan tetapi orang akan heran berlipat ganda ketika orang Papua Barat selalu bicara tentang sejarah perebutan Irian Barat, antara Indonesia dan Belanda. 

Disini terkesan ada sesuatu masalah yang cukup serius. Lantas sesuatu itu apa, tentu sangkut paut dengan Belanda mengakui orang Papua Barat sebagai bangsa. Diperkuat dengan alasan kongres Papua I menetapkan:
  1. Bendera Bintang Kejora sebagai bendera Bangsa Papua Barat (West Papua),
  2. Hai Tanahku Papua sebagai Lagu Kebangsaan Papua Barat (West Papua),
  3. Papua Barat sebagai nama Bangsa dan, 
  4. Nama negara sebagai negara dan wilayah disebut Papua Barat (West Papua).

Kecurangan dan Pembohongan Sejarah Papua

Tetapi itu hanya poin-point yang perlu ingat sebagai bagian untuk menelaah lebih ke dalam lagi. Karena jejak langkah orang Papua Barat (West Papua) memiliki sejarah yang sangat panjang. Mulai dari sejarah bangsa Indonesia sampai pada fase Soekarno klaim Papua bagian dari Indonesia. Pertama tentu tidak ada batasnya. Bisa juga dikaitan kepentingan Amerika Serikat demi PT. Freeport Shulpur yang kini berubah nama Freeport Indonesia.

Terlalu banyak dan amat sulit meghubungkan titik awal Papua menjadi bagian dari Indonesia Tetapi orang Papua Barat (West Papua) masih ingat Mohamad Hatta mengakui Bangsa Papua Barat melalui Konferensi Meja Bundar di Deeg Haag, Belanda (1949-1956). Kemudian betapa luar biasanya, Indonesia dengan CIA melengserkan JFK, Soekarno dan menghentikan perjalanan sekertaris jenderal PBB Pro orang Papua Barat, Hammarskjold, ditewaskan di Zambia 1961 dalam pesawat terbang.

Orang Papua Barat (West Papua), masih ingat tentang Operasi Militer melalui dekrit “Trikora (19 Desember 1961-1969), New York Agreement (15/08/1962), Roma Agreement (30/08/1962), PEPERA (1969) dan termasuk berbagai operasi nyata dan sistematis lainya. Sampai sekarang kekerasan dan kejahatan kemanusiaan terus terjadi. Dimana Papua Barat sampai detik ini masih berlangsung dengan pelanggaran HAM masif, penangkapan, penyiksaan dan sampai ujung-ujungnya diberi label dengan pasal makar.

Belum lagi pelanggaran di bidang ekonomi, sosial dan budaya (Ekosob). Bahkan di pihak agama pun ikut terlibat dalam setiap rancangan pemerintah indonesia. Keterlibatan gereja salah satunyanya Gereja Katolik Keuskupan Jayapura. Bukan tidak masuk akal, tetapi gereja juga dapat menjadi salah satu pihak yang patut diperhitungkan di dalam akibat-akibat yang bisa disebut: “Orang Papua Tidak Percaya Indonesia”.

Ada bukti, namun tidak perlu cantumkan disini. Cukup mencerminkan gereja yang menjadi alasan dan ikut mengakibatkan: “Orang Papua Barat Tidak Percaya Indonesia. Diantaranya: Uskup menutup total pendidikan berpola asrama, meperlakukan sistem KKN terstruktur dan sistematis, baik baik di bidang pastoral, pendidikan, kesehatan dan ekonomi masyarakat (umat). Bukan hal baru. Sungguh ini merupakan satu rentetan sejarah yang tidak bisa dibiarkan lupa begitu saja.

Era Otonomi Khusus dan Pemekaran

Orang Papua Barat (West Papua) kini merasa tamba “tidak pecaya” atas berkat sejarah kecurangan dan pembohongan masa lalu. Sampai pada fase di Era Otsus dan Pemekaran ini orang Papua Barat dirayu dengan bahasa aka nada keberpihakan dan perlindungan yang kuat. Bahkan dapat mencapai kesejahteraan yang diharapkan oleh semua pihak. Orang Papua merasa ditipu karena sungguh merasa Otsus telah gagal. Hal ini tidak bisa diputarbalikan lagi. Di dalam Nilai-Nilai Dasar Orang Papua Dalam Pengelolaan Tata Pemerintahan (governance), Studi Reflektif Antropologis di Univesitas Cenderawasih (2012) membenarkan kegagalan.

Dikatakan bahwa eksperimentalisme adaptasi nilai-nilai hidup orang Papua Barat, konstruksi nilai dan perilaku orang Papua Barat, dan program pemberdayaan berbasis otonomi orang Papua Barat telah gagal. Orang Papua Barat dilemah dalam sistem pemerintah dan pembangunan yang terhegemoni oleh negara. Semua kebijakan, perencanaan,program, dan pelaksaan tidak mengasah kepercayaan untuk terus “Orang Papua Barat Percaya Indonesia”.

Orang Papua Barat berada pada tahap yang, dimana mengalami tekanan perubahan yang luar biasa. Pengahncuran dan pemusnahan kekayaan alam dan manusia berjalan serentak di dalam pemekaran wilayah. Eksploitasi dan pemusnahan etnis setelah pemekaran diberlakukan semakin parah. Karena sesudah membuka jalan transportasi darat, udara dan laut, upaya transmigrasi dan segala yang baru dari luar datang merubah tatanan hidup orang Papua Barat.

Ditengah pro dan kontra dengan pemekaran ini, Paskalis Kossay menulis buku tentang: Pemekaran Wilayah di Tanah Papau Solusi Atau Masalah? Di dalam buku itu sendiri, dia lebih banyak mendukung dan tidak memberikan pilihan seperti beliau menaruh sebuah pertanyaan di depan bukunya sendiri. Menurut dia, pemekaran adalah solusi bagi orang di Papua Barat mengejar ketertinggalan pembangunan dengan Indonesia bagian lain.

Janji Jokowi Semanis Jeruk Nabire

Janji manis Jokowi tak kalah dengan manisnya jeruk Nabire. Keduanya bukan jenis yang sama. Jelas beda sekali. Jokowi adalah Presiden Indonesia. Tetapi jeruk nabire hanya sebuah tumbuhan yang memiliki buah. Satunya di Jakarta, karena memang seorang Presiden haru bekerja disana. Namun Nabire otomatis tidak bisa tempat, tetap di Nabire. Kedunya disamakan karena kemanisan. Jeruk Nabire manis karena buah mengandung air yang manis. Tetapi Presiden manis karena kata-kata, yang suka janji sama orang Papua Barat.

Namun orang sangat percaya kepribadian Jokowi yang dekat dengan rakyat. Beliau pasti akan memwujudkan melalui program “Nawacita”, membawah orang Papua Barat (West Papua) menuju kesejahteraan. Namun berbahaya jika Papua Barat kembali ingat dan sadar dengan janji presiden sebelumnya sampai sekarang. Orang Papua Barat tahu setiap Presiden ganti Presiden mendapatkan janji yang mirip. Pada periode ini, Presiden Jokowi berjanji di hadapan ribuan orang Papua Barat pada 27 Desember 2014, di stadion Mandala, Jayapura.

Presiden ke 7 Indonesia ini katakan, dirinya berkomitmen guna menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM di Papua. Bahkan kata dia lagi, berjaji akan membangun Pasar Mama-Mama Papua (kini belum beres), bebaskan akses bagi jurnalis asing (kini akses untuk jurnalis masih tertutup mati), bebeskan para tapol/napol (tidak semua: hanya Fillep Karma dkk), pembagunan Kereta Api (belum terbukti). Baru-baru ini, dalam pidato kenegaraan ketiga (2016-2017) menyatakan, bahwa akan menyelesaikan kasus pelanggaran HAM. Bayangkan di awal sampai akhir masa jabatan singgung selesaikan kasus pelanggaran HAM di Papua Barat?

Pelapor Khusus PBB: Orang Papua Barat (West Papua) Tidak Percaya Indonesia

Orang bisu saja kalau matanya dan telingga masih segar akan berpikir. Bagaimana bisa Indonesia selesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM, sementara kejahatan dan kekerasan masih terus sampai detik ini? Apakah kata-kata Jokowi membangun kepecayaan atau hanya untuk pencitraan saja? Jangankan kasus pelanggaran HAM, mata rantai kematian Ibu dan Anak di tanah Papua Barat (West Papua) masih tinggi. Kasus HIV/AIDS di Papua Barat juga masih berada di urutan pertama se-Indonesia.

Dari semua sisi, dalam konteks masalah di Indonesia. Apapun permasalahannya, Papua Barat selalu saja berada di urutan yang paling teratas. Akankah dalam waktu yang singkat ini, Indonesia dapat membalikan situasi? Sangat tidak mungkin, karena dari segala kegagalan pemerintah untuk membangun tanah dan manusia Papua Barat, menambah: “Orang Papua Tidak Percaya Indonesia”. Bukan orang Papua sendiri yang berkata. Semua orang, jika memasuki di dalam perasaan orang Papua Barat akan mengakui senanda.

Penyebab: “Orang Papua Barat Tidak Percaya Indonesia”, tidak terlalu susah. Dari semua penjelasan ini, minimal bisa membayangkan, untuk mencari tahu dari mana: “Orang Papua Barat Tidak Percaya Indonesia. Dari sejarah yang penuh pembohongan, dan rayuan kesejahteraan di dalam Otsus dan pemekaran sampai Jokowi memberikan janji-janji tidak ada bukti yang membuat orang di Papua Barat percaya. Bahkan petinggi dari PBB sekalipung mengakui: “Orang Papua Tidak Percaya Indonesia”.

Dainius Puras, pernah megatakan di kantor sinode GKI di Tanah Papua 2016 lalu. Bahwa: “saya mendapat kesan bahwa mereka, orang Papua kecewa dengan otonomi khusus ini. Terlalu kecil. Orang Papua punya rasa tidak percaya sama Jakarta”. Baca di www.satuharapan.com tentang Pelapor Khusus PBB Menilai Orang Papua Tak Percaya Jakarta. Tidak percaya karena, memang “kata-kata mati”. Indonesia masih punya kesempatan untuk membangun kepercayaan orang asli Papua Barat kembali di pangkuan ibu Pertiwi.

Asalkan tidak memberikan janji disana-sini. Perlu menghambat langkah dan upaya pemerintah Indonesia di internasional. Apalagi kalau bicara masalah tanah dan manusia Papua Barat yang jauh dari realitas, akan menambah: “Orang Papua Barat Tidak Percaya Indonesia. Salah satunya di kawasan Pasifik. Indonesia sudah bagus bikin Melanesia Indonesia dan menjadikan Franz Alberth Joku sebagai diplomat. Tetapi perhatikan cara, gaya, pola, janji, pendekatan, tindakan, perilaku, sistem, dan permainan Melindo di Pasifik.

Coba bacaa pernyataan Joku disini. “Sangat disesalkan bahwa orang-orang di Kepulauan Pasifik tiba-tiba ingin membahas masalah Papua, sekarang,” hal itu ditegaskan Joku didampingi Tantowi Yahya di Samoa. Joku keluarkan pernyataan itu dihadapan sejumlah wartawan dan jurnalis asing, dimana saat itu beberapa negara yang tergabung dalam Pasifik Island Forum (PIF) melakukan pertemuan tahunan. Sungguh ini memaluhkan bangsa Indonesia dan memberikan kecurigaan besar tentang genocida di Papua Barat. Tetapi dilain sisi: “Orang Papua Barat Tidak Percaya Indonesia”.
______________
Penulis adalah anggota aktif Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), St. Efrem Jayapura, Papua.


Posted by: Admin
Copyright ©Tabloid WANI "sumber"
Hubungi kami di E-Mail: tabloid.wani@gmail.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar