Minggu, 28 Januari 2018

Ini penyebab Hakim PN Saumlaki Polisikan Pengacara

Buletinnusa
Saumlaki, Malukupost.com - Majelis hakim pada Pengadilan Negeri (PN) Saumlaki akhirnya mengajukan laporan polisi atas dugaan pencemaran nama baik yang dilakukan olah Alfonsus Bersady (AB), seorang pengacara di Saumlaki yang diduga telah menuduh majelis hakim secara sepihak tanpa dasar alasan yang tepat. Juru Bicara (Jubir) PN Saumlaki, Achmad Yani Tamher kepada media ini di Saumlaki, Sabtu (27/1) mengatakan perkara ini berawal dari adanya ketidakpuasan Alfonsus selaku pengacara atau kuasa hukum bagi kliennya yang kalah dalam persidangan.
Jubir PN Saumlaki, A.Y. Tamher
Saumlaki, Malukupost.com - Majelis hakim pada Pengadilan Negeri (PN) Saumlaki akhirnya mengajukan laporan polisi atas dugaan pencemaran nama baik yang dilakukan olah Alfonsus Bersady (AB), seorang pengacara di Saumlaki yang diduga telah menuduh majelis hakim secara sepihak tanpa dasar alasan yang tepat.

Juru Bicara (Jubir) PN Saumlaki, Achmad Yani Tamher kepada media ini di Saumlaki, Sabtu (27/1) mengatakan perkara ini berawal dari adanya ketidakpuasan Alfonsus selaku pengacara atau kuasa hukum bagi kliennya yang kalah dalam persidangan.

Melalui suratnya kepada majelis hakim PN Saumlaki pada tanggal 22 Januari 2018, Alfonsus menuduh bahwa majelis hakim masing-masing Ronald Lauterboom, Achmad Yani Tamher dan Raden Satya  Adi Wicaksono yang telah memutus perkara nomor 81/Pid.B/2017/PN Sml, berbuat curang yakni menyuruh terdakwa meminta maaf kepada saksi korban, ketua majelis membatasi saksi di persidangan, serta ketua majelis hakim menegur atau menasihati terdakwa dengan kalimat: “hati-hati berbicara terhadap orang”.

“Selain itu, tuduhan kepada majelis hakim dalam perkara a quo yang membebaskan terdakwa Yusuf Fambrene alias Ucu, menurut saksi korban Alfonsus Bersady bahwa dakwaan Jaksa Penuntut Umum menggunakan pasal 310 ayat 1 KUHP telah terbukti dalam pembuktian di persidangan yang diperoleh dari keterangan para saksi dan keterangan dari terdakwa yang telah mengaku menghina saksi korban, akan tetapi dalam pertimbangan unsure pasal 310 ayat 1 KUHP oleh majelis hakim a quo justru membebaskan terdakwa Ucu,”ujarnya.

Dijelaskan Tamher, terhadap tuduhan yang mencemari nama baik majelis hakim pada PN Saumlaki ini maka pihaknya telah melaporkan Alfonsus ke Polres Maluku Tenggara Barat (Polres MTB) dengan bukti laporan polisi nomor: STLP/08/I/2018/SPKT. Selain itu, menanggapi tuduhan Alfonsus sebagaimana isi suratnya kepada majelis hakim. Maka Ketua majelis hakim menyuruh terdakwa meminta maaf kepada saksi korban merupakan hal yang wajar dilakukan oleh ketua majelis hakim didalam persidangan pada saat tahapan pemeriksaan saksi korban.

“Terdakwa minta maaf dalam persidangan itu tidak berarti menghapuskan perbuatan pidananya, melainkan proses pidana tetap berlanjut. Point krusial kedua yakni majelis hakim membatasi saksi dipersidangan, sesungguhnya ketua majelis hakim tidak menyatakan hal demikian seperti yang dituduhkan karena dicatat dan direkam oleh panitera pengganti,”ungkapnya.

Tamher katakan, terkait point krusial yang ketiga adalah ketua majelis hakim menegur atau menasihati terdakwa dengan kalimat “hati-hati berbicara terhadap orang”, merupakan suatu nasihat dari ketua majelis hakim kepada terdakwa dalam persidangan adalah hal yang wajar, dimana tujuan dari nasihat tersebut diharapkan agar terdakwa dapat menjaga sikapnya dan perilakunya dalam pergaulan ditengah masyarakat.

“Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam perkara nomor 81/Pid.B/2017/PN Sml menyusun surat dakwaan berbentuk tunggal dengan menggunakan pasal 310 ayat 1 KUHP dan dalam pembuktianya di persidangan menganggap telah terbukti, namun berbeda halnya dengan majelis hakim yang mempertimbangkan unsur pasal ketiga dari pasal 310 ayat 1 KUHP yaitu ‘unsur dengan menuduh melakukan sesuatu’ tidak terpenuhi, sehingga berdasarkan ketentuan pasal 191 UU nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana: jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak  terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas,” tandasnya.

Tamher menambahkan, dengan putusan bebas yang dibacakan oleh majelis hakim pada tanggal 10 Januari 2018 tersebut, JPU pada Kejaksaan Negeri MTB tanggal 16 januari 2018 telah mengajukan permohonan upaya hukum kasasi kepada Mahkamah Agung (MA), namun JPU harus pula memperhatikan permohonan upaya hukum kasasi sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 45a ayat 2 dan ayat 3 UU nomor 4 tahun 2004.

“Sebagaimana telah dirubah dengan UU nomor 3 tahun 2009 tentang perubahan kedua atas UU nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkama Agung jo.surat Edaran MA nomor 11 tahun 2010 tentang penjelasan ketentuan pasal 45a UU nomor 5 tahun 2004 tentang MA yang menegaskan bahwa: permohonan kasasi yang tidak memenuhi syarat-syarat formal, dinyatakan tidak dapat diterima dengan penetapan Ketua Pengadilan Tingkat Pertama dan berkasnya tidak dapat dikirimkan ke MA,” pungkasnya. (MP-14)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar