Rabu, 24 Januari 2018

Sejarah Nama “Pegunungan Bintang”

Buletinnusa
Sejarah Nama “Pegunungan Bintang”
Tim ekpedisi Sterrengebergte mengibarkan bendera Belanda di Puncak Juliana / Mandala pada 9 September 1959. (Sumber: http://ift.tt/2n9lEn7).
KETENGBAN -- Pegunungan bintang (Star Mountain), itulah namanya. Wilayah ini ada di pegunungan Pulau Papua yang membentang dari barat di Kabupaten Pegunungan Bintang, Provinsi Papua sampai ke timur di Kabupaten Tabunil, Western Province, Papua New Guinea (PNG).
Nama Pegunungan Bintang sebenarnya bukan nama asli bagi penduduk pribumi yang sudah lama menetap rata-rata (7) turunan di wilayah ini. Nama Pegunungan Bintang merupakan nama yang kemudian populer dan dapat diakases dalam peta geografis, geologis dan ekologis karena proses sejarah. Karena demikian, maka tidak hanya orang yang baru datang Pegunungan Bintang saja, namun mereka yang beasal dari suku-suku asli di daerah ini juga belum mengetahui apa arti sebenarnya nama Pegunungan Bintang? Juga belum diketahui siapa, kapan dan kenapa diberi nama Pegunungan Bintang?.
Karena keterbatasan informasi yang demkian menentang dan OkNews untuk mengungkap sepintas sejarah nama Pegunungan Bintang maka informasi berikut ini kami mengeksplorasinya berdasarkan beberapa kajian literatur yang ada.
Dari hasil penelusuranterhadap sejumlah literatur berbahasa Belanda dan Inggris ditemukan bahwa nama Pegunungan Bintang merupakan terjemahan dari bahasa Belanda Sterrngebergte atau Star Mountain dalam bahasa Inggris. Nama tersebut dikenal pada zaman ekspedisi bangsa Eropa untuk wilayah Timur Pegunungan Tengah Papua sampai di Papua New Guinea tetapi arti penamaan wilayah ini sebagai Sterrngebergte atau Star Mountain belum diketahui secara pasti.
Namun beberapa literatur tentang penamaan gunung di Amerika Serikat mungkin bisa memberikan sedikit gambaran atas penamaan tersebut. Penamaan yang mirip untuk sebuah gunungan di Cascade, Okangen, Barat Daya Washington, Amerika Serikat, yakni Silver Star Mountain. Wilayah ini dinamakan Star Mountain di Papua karena pola lima pengunungan yang menonjol yang memancar dari puncak dalam bentuk bintang. Kedua gunung mendominasi cakrawala timur dari Vancouver, Washington. Besar kemungkinan Sterrngebergteatau Star Mountain di Papua juga diberikan nama dasar bentangan pegunungan yang menonjol membentuk bintang, puncaknya terdapat salju (Puncak Mandala) dan memancarkan cahaya mendominasi sebagai wilayah timur pegunungan tengah Papua.
Secara umum wilayah yang disebut sebagai Sterrngebergteatau  Star Mountain ini mencakup wilayah Papua New Guinea dan Indonesia. Di Papua New Guinea Guinea, di wilayah Pegunungan Bintang (Star Mountain) terletak sebagai di wilayah Provinsi Sandaun, Western Province dan Provinsi Westtern yakni: Bimil, Faimol, Mianmin, Setaman, Talfalmin, Telefolmin, Urapmin, Tabubil dan Oksapmin. Sejumlah sejumlah daerah yang disebutkan diatas dalam keseharian masyarakat Papua New Guinea menyapa mereka sebagai orang “Star Mountain”.  Menyebutkan ini cukup terkenal di Papua New Guinea juga dampak setelah beroperasinya sebuah tambang emas di Tabubil, yakni “Ok Tedi Mining” sepanjang wilayah Star Mountain. Lokasi pertambangan ini termasuk hak ulayak suku bangsa di Papua, yakni wilayah Kabupaten Pegunungan Bintang saat ini dan beberapa wilayah di Kabupaten Yahukimo bagian timur, seperti Distrik Langda, Sumtamon dan Bomela.
Sejarah Nama “Pegunungan Bintang”
Wilayah yang termasuk Star Mountain ini merupakan jatung baik dari segi letak geografis maupun dari potensi kandungan mineralnya. Hulu 4 (empat) sungai besar yang menjadi poros dan menghidupkan sebagian besar suku-suku bangsa yang mendiami pulau terbesar kedua di dunia setelah Greenland yakni Sungai Mamberamo Tengah dan Sungai Digul di wilayah Provinsi Papua serta Sungai Sepik dan Sungai Fly di wilayah Papua New Guinea, semuannya berasal dari wilayah Pegunungan Bintang. Sungai Mamberamo dan Sungai Sepik mengalir ke arah utara pulau Papua dan bermuara di Lautan Pasifik, sementara sungai Digul dan Sungai Fly mengalir ke arah selatan dan bermuara masing-masing di Lautan Arafura dan Daru, Western Province.
Gugusan Star Mountain ini, menurut situs web The Papua Insects Foundation terdiri dari beberapa puncak gunung, yaitu Gunung Julianan (Puncak Mandala) setinggi 4700 meter, Gunung Goliath (Puncal Yamin) tingginya 4595 meter, Gunung Antares 4170 meter dan Gunung David 4581 meter.
Dari sejumlah puncak gunung tersebut, Puncak Juliana merupakan puncak tertinggi yang ada di gugusan Pegunungan Bintang. Orang asli Pegunungan Bintang yakni Suku Ngalum dan Suku Ketengban menyebutnya Aplim-Apom. Mereka memandang gunung ini sebagai gunung yang sangat sakral bagianya. Menurut mitos penciptaan alam semesta, termasuk penciptaan oleh Atngki(Maha Pencipta). Karena demikian maka sejumlah suku dan sub-suku asli yang ada dibawa kaki gunung ini menamakan diri sebagai manusia Aplim-Apom.
Nama puncak Juliana diambil dari Ratu Belanda, Juliana Louise Emma Marie Wilhelmina. Ratu Juliana diangkat menjadi ratu Belanda pada 6 September 1948 karena Ratu Wilhelmina menyerahkan kepemimpinannya kepada Juliana sebagai penerus. Saat masa kepemimpinannya dilakukan ekspedisi di wilayah Sterrengebergte dan berhasil menaklukan puncak tertinggi, kemudian menamakan Juliana. Menurut situs (www.papuaerfgoed.org)ekspedisi Sterrengebergte dilakukan dibawa pimpinan Leo Brongersma dan GF Venema sebagai pemimpin teknis dan logistik, bersama anggota ekspedisi dari berbagai bidang, yakni ahli linguis J. C. Anceaux; ahli geologi Ch. B. Bar, H. J. Cortel dan A. E. Escher; ahli kulit binatang C. Van Zanten; ahli biologi dan spesialis darah LE Nijenhuis; ahli antropologi budaya J. Pouwer; ahli tanah JJ Reijnders; ahli geografis fisik H.Th. Verstappen; ahli zoologi W. Vervoort; ahli kartografer Van Der Weiden; ali antropologi fisik A.G Liar dan B.O. Van Zanten serta perwakilan pemerintah Anceaux Pouwer.
Ekspedisi ini diselenggarakan setelah mendapat laporan dari salah satu perusahaan pertambangan Nederlands Nieuw Guinea pada tahun 1936-1939 mengenai besar kemungkinan untuk penelitian lebih lanjut (Hylkema, 1974; 2). Berdasarkan laporan tersebut pada tahun 1953 Nederlands Maatschappijk Onderzoek in Oost-en West Indie (Persekutuan para geolog kerajaan Belanda) atas prakarsa Prof. Vening Menesz, bersama-sama mengirim ekspedisi untuk menyelidiki bagian timur wilayah pegunungan tengah untuk mengisi bidang putih terakhir pada peta Niuew-Guinea. Persiapan untuk itu berlangsung selama enam tahun. Kemudian tahun 1959 dibentuklah sebuah Yayasan tersendiri untuk ekpedisi tersebut, yaitu Expeditie Nederlands Niuew-Guinea (Yayasan Ekpedisi Nieuw Guinea Belanda). Yayasan ini menunjuk Dr. L. Brongle pemimpin umum dan G.F Venema sebagai pemimpin teknis (Kustodi Fransiskus Duta Damai Papua, 2012).
Sejarah Nama “Pegunungan Bintang”
Untuk pelaksanaan ekpedisi ini, kontrolir J.W. Shoorl, kepala pemerintahan setempat di Mindiptanah (wilayah Boven Digoel) bagian dari residensi Nieuw-Guinea selatan, mendapatkan perintah untuk melakukan perjalanan ke lembah Sibil (sekarang Oksibil ibukota Kabupaten Pegunungan Bintang), bagian utara dari Mindiptanah. Pada bulan Desember 1955 dia memberikan laporan bernada positif tetapi tidak semua orang menyakininya. Akhirnya diputuskan untuk melakukan sebuah ekpedisi pendahuluan untuk menyelidiki lembah Sibil. Ekspedisi tersebut dilakukan tahun 1957. Berdasarkan hasil penelusurannya, mereka menyetujui membuka pos di lembah Sibil. Setelah pendekatan dengan penduduk di lembah Sibil, tim ekspedisi dan penduduk setempat bekerja selama beberapa tahun. Dibawah pimpinan para ahli, dibangunlah sebuah lapangan terbang, tepatnya pada 1 Januaru 1958 (sekarang lapangan terbang Oksibil, ibukota Kabupaten Pegunungan Bintang). Ekspedisi yang direncanakan lebih awal belum juga berlangsung karena mereka terlebih dahulu berkonsentrasi membuka lapangan terbang untuk mempermudah ekspedisi lebih lanjut. Setelah lapangan terbang selesai dikerjakan, tim melakukan perjalanan melalui Oksop (hulu sungai Digul) untuk kepentingan ekspedisi dan pada akhirnya pada tanggal 9 September 1959 tim ekspedisi mengibarkan bendera Belanda di puncak Juliana (Aplim Apom/puncak Mandala) sebagai akhir ekspedisi Sterrengebergte. Stelah itu, Brongersma (pemimpin ekspedisi) berkunjung ke Holandia (Jayapura), disana tinggal beberapa hari. Kemudian pada tanggal 14 September 1959, kembali ke lembah Sibil untuk menyelesaikan pekerjaan yang belum terselesaikan. Brongersma diikutkan Pastor Jan Van De Pavert OFM. Para tim ekspedisi memberikan sisa-sisa perlengkapan epedisi kepada Pastor Jan Van De Pavert OFM. Dengan barang itu dia membangun tempat tinggal di pos pemerintahan di Ok-Sibil (Kustodi Fransiskus Duta Damai Papua, 2012).
Selanjutnya Pastor Jan Van De Pavert OFM mulai membangun misi Fransiskan yakni mengabarkan kabar keselamatan di seluruh lembah Sibil. Tidak hanya dia, ada Pastor Herman Mous OFM dan Bruder Gabriel Roes OFM, mereka memiliki peran yang sangat penting dalam pekabaran Injil di lembah Sibil. Disamping itu dibuka sekolah dasar, tepatnya tanggal 25 Juli 1960 oleh Pastor Herman Mous OFM , dengan jumlah 43 orang murid. Dari situlah mulai berkembang dan menyebar ke wilayah lainnya, seperti Kiwirok dan Apmisibil. Dalam pengembangannya misionaris tidak sendiri, mereka dibantu oleh tenaga katekis atau penginjil asal Keerom, Mindiptanah, Paniai dan lainnya.
Pada tahun 1960-an kemudian konflik politik antar Belanda dan Indonesia mulai memanas dan saat itu sekolah-sekolah diwajibkan menggunakan bahasa Indonesia maka Sterrngebergte atau Star Mountain diubah kedalam bahasa Indonesia sehingga beruba nama menjadi “Pegunungan Bintang” dan Punjak Juliana menjadi Puncak Mandala.
Karena demikian maka selanjutnya nama Pegunungan Bintang digunsksn secara resmi oleh semua pihak yang memilik kepentingan dengan daerah ini. Misionaris dari Gereja Katolik dan GIDI menjadi pemeran pertama dan utama dalam mengintroduksikan peradaban modern kepada Suku Ngalum dan Ketengban. Sejak saat itu pula misionaris ke dua Gereja ini mempopulerkan nama Pegunungan Bintang versi bahasa Indonesia kepada penduduk asli yang mendiami daerah yang menjadi sasaran pelayanan pekabaran Injilnya.
Di pihak Provinsi Papua (waktu itu Irian Jaya) maupun Pemerintah Kabupaten Kabupaten Jayawijaya, nama Pegunungan Bintang diadopsi untuk digunakan, khususnya untuk urusan-urusan politik dan pemerintahan. Diawali diawali dengan pembentukan tiga Kecamatan di wilayah Pegunungan Bintang, yakni Kecamatan Oksibil, Kecamatan Okbibab dan Kecamatan Kiwirok. Selama lebih dari 3 dekade (30 tahun lebih), Pegunungan Bintang menjadi bagian integral dari Wilayah Administrasi Pemerintah Kabupaten Jayawijaya.
Pada masa pemerintahan Bupati Jayawijaya J B Wenas (1990-1997). Pegunungan Bintang diusulkan kepada pemerintah tingkatan atas untuk diproses menjadi sebuah Kabupaten Otonom Baru karena jangkauan pelayanan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan bagi penduduk yang hidup di wilayah Pegunungan Bintang sangat sulit dijangkau dari Wamena. BAPPEDA Jayawijaya merancang beberapa Kabupaten baru sebagai upaya pemekaran dari kabupaten induk Jayawijaya dalam beberapa versi. Setiap versi selalu ada nama calon Kabupaten Pegunungan Bintang.
Tokoh-tokoh masyarakat asli Pegunungan Bintang, khusnya Bapak Engelbertus Kakyarmabin yang saat itu menjadi Anggota DPRD Kabupaten Jayawijaya memberikan dukungan penuh untuk rencana pemekaran ini. Aspira pemekaran mengkristal dari berbagai komponen masyarakat Pegunungan Bintang, baik di Pegunungan Bintang, Jayapura maupun Wamena. Bapak Drs. Theo B Opky (Alm) dan Bapak Enos Kalakmabin yang menjadi Anggota DPRD Jayawijaya dalam masa reformasi periode pertama (1999-2003) memberikan dukungan kencang terhadap rencana pemekaran ini. Akhirnya pemerintah secara resmi membentuk 14 Daerah Otonom Baru (DOB) di Provinsi Papua melalui UU No. 26 Tahun 2002 tentang Pemekaran 14 Kabupaten di Provinsi Papua.
Kiranya informasi ini dapat memperkaya pengetahuan bagi para pembaca dan diharapkan kedepan ada kajian yang konprehensip untuk pelurusan sejarah Pegunungan Bintang.
(Melkior N.N Sitokdana).
Referensi:
Posted by: Admin
Copyright ©Tabloid WANI "sumber"
Hubungi kami di E-Mail: tabloid.wani@gmail.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar