Selasa, 23 Januari 2018

Polisi: Tawuran Bukan Lagi Kenakalan Remaja



Puluhan pelajar terlibat tawuran di atas rel kereta api Stasiun Universitas Pancasila, Jakarta Selatan. Mereka tak lagi membawa buku, melainkan senjata untuk melukai pelajar sekolah lain, seperti gir yang diikat dan diputar-putar untuk menyabet lawannya dan bambu panjang untuk memukul lawan.
Satu pelajar terlihat terjatuh dan senjata lawan mendarat di tubuhnya. Beruntung ia selamat ditolong teman-temannya.
Cerita tadi adalah cuplikan video tayangan berita yang dipaparkan Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Rikwanto, dalam acara 'Workshop Peran Kepala Sekolah SMA/SMK Upaya Mencegah Tawuran Pelajar Akibat Provokasi Melalui Media Sosial", di Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Rabu (12/10/2014).
Melihat tayangan tersebut, sebagian peserta workshop yang merupakan kepala sekolah negeri dan swasta di Jakarta Selatan itu bersorak ngeri.
Rikwanto melanjutkan, tawuran yang masih terjadi hingga kini bukan lagi dianggap sebagai kenakalan remaja. "Kita lihat betapa yang terjadi itu seperti itu. Terus kita masih anggap kenakalan remaja?. Padahal, sudah masuk kategori kejahatan remaja," kata Rikwanto, Rabu siang.
Rikwanto mengatakan, penanganan tawuran memang membutuhkan kerja sama semua pihak. Ketika anak keluar dari rumah untuk bersekolah, orangtua beranggapan sekolah bertanggung jawab terhadap anak. Sementara sekolah, ketika tawuran terjadi di jalan, sekolah beralasan itu bukan tanggung jawab mereka lagi.
Rikwanto bertanya, jika demikian, siapa yang bertanggung jawab terhadap anak pada saat anak berada di luar sekolah.
"Polisi," ucap salah satu hadirin, yang disambut tawa.
Pihaknya mengakui bahwa kepolisian memang berperan melakukan pengamanan. Namun, tanpa peran pihak lainnya, hal tersebut menjadi sulit. Pasalnya, jumlah polisi terbatas untuk mengawasi secara keseluruhan.
"Siapa yang peduli terhadap mereka kalau bukan kita. Bayangkan kalau itu terjadi pada saudara kita, atau ade kita. Siapa yang peduli," ujarnya.
Walikota Jakarta Selatan Syamsudin Noor mengakui tawuran semakin meningkat. Kini, para pelajar menggunakan fasilitas media sosial seperti Twitter untuk mengkoordinir aksi tawuran.
"Dilihat kualitas dan kuantitas aksi tawuran sudah semakin meningkat. Kita tidak bisa tinggal diam. Berbagai upaya harus dilakukan sebelum menimbulkan korban lebih banyak lagi. Agar ke depan kader bangsa berkembang dengan baik," pesan Syamsudin.
Kepala Kepolisian Resor Metro Jakarta Selatan Komisaris Besar Wahyu Hadiningrat mengatakan, aksi tawuran yang sudah merambat melalui provokasi di dunia maya sudah bukan lagi hal sederhana. Untuk itu, dia meminta masyarakat dapat menggunakan nomor polisi yang ada dan melaporkan kasus tawuran.
"Hotline semua sudah tahu, melalui nomor polisi yang ada. Ketika dapat informasi, bagaimana tindak lanjut secepatnya. Bukan dia datang ke kantor polisi terus bikin laporan," ujar Wahyu.
Provokasi tawuran yang merembet ke media sosial juga bukan hal sepele. Kepala Subdit Cyber Crime Direktorat Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, AKBP Hilarius Duha mengatakan, dampak provokasi tawuran di media sosial pengaruhnya besar.

"Kalau kejahatan di dunia maya bukan hanya yang melihat penduduk DKI, atau Jawa, tapi seluruh dunia. Makanya cukup dasyat. Dan juga mempengaruhinya tidak seperti individu ke individu tapi kelompok ke kelompok, dan mempengaruhi jutaan orang, bahkan miliaran orang," ujar Hilarius.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar