Buletinnusa
Ambon, Malukupost.com - Komisaris PT. Bank Maluku-Maluku Utara, Izak Saimima mengakui penandatanganan dokumen Rapat Umum Pemegang Saham (Rups) Terbatas oleh Gubernur Maluku Said Assagaf dilakukan pada Mei 2015 di Jakarta.
"Rups terbatas itu sendiri berlangsung November 2014 untuk pembelian tanah dan gedung di Surabaya (Jatim) tetapi saat itu saya belum menjabat sebagai komisaris," kata Izak Saimima di Ambon, Senin (22/1).
Penjelasan tersebut disampaikan Izak Saimima dalam persidangan dipimpin ketua majelis hakim tipikpor, RA Didi Ismiatun didampingi Jenny Tulak dan Hery Leliantono selaku hakim anggota.
Izak Saimima dihadirkan JPU Kejati Maluku Rolly Manampiring dan IDG Widyatarma sebagai saksi atas terdakwa Jack Stuart Manuhuttu dalam kasus pembelian lahan dan gedung untuk pembukaan kantor cabang di Surabaya senilai Rp54 miliar.
"Yang mengantarkan naskah RUPS terbatas adalah Izak Thenu selaku Direktur Kepatutan PT. BM-Malut pada Mei 2015 dan saat itu saya bersama Jusuf Latuconsina selaku komisaris ada bersama gubernur di Jakarta," jelas saksi.
Dia juga mengakui kalau dalam aturan perbankan, yang namanya RUPS terbatas itu tidak ada dan yang benar adalah RUPS umum serta RUPS luar biasa.
Kemudian Gubernur Maluku selaku pemegang saham pengendali di atas 54 persen pada BUMD milik pemprov ini bisa melakukan RUPS dan yang penting harus memenuhi qorum, dalam arti pemilik saham dan bukannya jumlah pemegang saham yang hadir.
Meski pun baru dilantik menjadi komisaris PT. BM-Malut pada Januari 2015, tetapi saksi mengaku mengetahui skandal BUMD ini dari media massa sehingga melaporkannya secara lisan kepada Otoritas Jasa Keuangan.
Karena tugas komisaris adalah mengawasi dewan direksi serta memberikan masukan dan saran dan melaporkan OJK bila ada hal-hal yang mencurigakan dan mengancam keselamatan bank.
Ketika mulai menjabat sebagai komisaris, saksi pernah dihubungi Gubernur Maluku Said Assagaff untuk meminta Petro Tentua mengembalikan kelebihan anggaran pembelian aset di Surabaya senilai Rp9 miliar karena ada dugaan mark up, kalau tidak akan dilaporkan ke polisi.
Namun Petro tidak pernah memenuhi panggilan saksi dan belakangan yang bersangkutan langsung menghadap gubernur.
Saksi juga mengaku pernah melihat dokumen Rencana Bisnis Bank (RBB) tahun 2014-2016 senilai Rp4 miliar untuk pengembangan bisnis bank. (MP-6)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar